Saturday, October 12, 2013

KARYA TULIS ILMIAH BAB II DAN III "HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG INFEKSI MENULAR SEKSUAL ( IMS ) TERHADAP PERILAKU PENCEGAHAN IMS"

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Pengetahuan
2.1.1 Pengertian
Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni : indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour) karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng dari pada yang tidak didasari pengetahuan. (Notoatmodjo, 2005).
2.1.2 Tingkatan Pengetahuan
Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu :
a.       Tahu (Know)
Yaitu mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh badan yang dipelajari/rangsangan yang telah diterimanya. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.



b.      Memahami (Comprehension)
Yaitu suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan, contoh : menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c.       Aplikasi (Application)
Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi atau kondisi rill (sebenarnya). Aplikasi ini dapat diartikan sebagi aplikasi atau penggunaaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain

d.      Analisis (Analysis)
Yaitu suatu kemampuan untuk menjabarkan materi/suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada hubunga satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja : dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokan, dan sebagainya.

e.       Sintesis (syntesis)
Menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan/menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau suatu kemampuan untuk menyusun suaru formulasi baru dan formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat menyusuaikan dan sebagainya.





f.       Evaluasi (Evaluation)
Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penelitian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini berdasarkan suatu kinerja yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang diukur dari subjek penelitian atau responden. (Notoatmodjo, 2003).


2.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
a.       Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi.
Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan.
Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa seseorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula.






Peningkatan pengetahuan tidak mutlak di peroleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat di peroleh pada pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari objek yang diketahui, akan menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tersebut. (Cholil, 2010)

b.      Mass media / informasi
Informasi yang di peroleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan.
Majunya teknologi akan tersedia bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang.
Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut. (Cholil, 2010).

c.       Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu.
Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan profesional serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya. (Cholil, 2010).’

d.       Usia
Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik.
Pada usia madya, individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu orang usia madya akan lebih banyak menggunakan banyak waktu untuk membaca.
Kemampuan intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini. Dua sikap tradisional mengenai jalannya perkembangan selama hidup : semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan semakin banyak hal yang di kerjakan sehingga banyak hal yang di kerjakan sehingga menambah pengetahuannya. (Cholil, 2010)

e.       Pekerjaan
Seseorang yang bekerja pengetahuannya akan lebih luas dari pada seseorang yang tidak bekerja, karena dengan bekerja akan mempunyai banyak informasi dan pengalaman. (Notoatmodjo, 2005)








2.1.4 Cara memperoleh Pengetahuan
a.       Cara Tradisional
1)      Cara Coba-Salah (Trial and Error)
Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam menyelesaikan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain.
2)      Cara Kekuasaan atau Otoritas
Pengetahuan tersebut di peroleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasan, baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama, maupun ahli ilmu pengetahuan.
3)      Berdasarkan Pengalaman Pribadi
Pengalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu.
4)      Melalui Jalan Pikiran
Dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikirannya, baik induksi maupun deduksi. Induksi adalah proses penarikan kesimpulan yang dimulai dari pernyataan-pernyataan khusus kepernyataan yang bersifat umum. Deduksi adalah pembuatan kesimpulan dari pernyataan-pernyataan umum ke khusus. (Notoatmodjo, 2005).
b.      Cara Modern
Cara memperoleh pengetahuan ini lebih sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut juga ‘metode penelitian ilmiah’. (Notoatmodjo, 2005).






2.2 Perilaku
2.2.1 Pengertian
Pengertian adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai  bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak diamati oleh pihak luar.
Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), Merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus – Organisme – Respon.
Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :
a.       Perilaku tertutup (convert behaviour)
Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (convert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

b.      Perilaku terbuka (overt behaviour)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.


2.2.2 Klasifikasi Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan menurut Notoatmodjo (2003) adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit atau penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok :
a.       Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanace).
Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit.
b.      Perilaku pencarian atau penggunaaan sistem atau fasilitas kesehatan, atau sering disebut perilaku pengobatan (health seeking behaviour).
Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan.
c.       Perilaku kesehatan lingkungan
Adalah apabila seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, dan sebagainya.

2.2.3 Domain perilaku
Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus ata rangsangan dariluar organisme (orang) namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Hal ini berarti bahwa meskipun stimulusnya saat bagi beberapa orang, namun respons tiap-tiap orang berbeda disebut determinan perilau. Determinan perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yakni :

a.       Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya : tingkat kecerdasan, tingkat emosional jenis kelamin, dan sebagainya.
b.      Determinan  atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya. Faktor lingkungan ini semua merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.

Menurut Bloom, seperti dikutip Notoatmodjo (2003), membagi perilaku itu didalam 3 domain (ranah/kawasan), meskipun kawasan-kawasan tersebut tidak mempunyai batasan yang jelas dan tegas. Pembagian kawasan ini dilakukan untuk kepentingan tujuan pendidikan, yaitu mengembangkan  atau meningkatkan ketiga domain perilaku tersebut, yang terdiri dari ranah kognitif (kognitif domain), ranah affektif (affective domain), dan ranah psikomotor (psikomotor domain).
Menurut Notoatmodjo (2003) bahwa dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan dan untuk kepentingan pengukuran hasil, ketiga domain itu diukur dari :

a.       Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Tanpa pengetahuan seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang :
1)        Faktor Internal : faktor dari dalam diri sendiri, misalnya intelegensia, minat, kondisi fisik.
2)        Faktor Eksternal : faktor dari luar diri, misalnya keluarga, masyarakat, sarana.
3)        Faktor pendekatan belajar : faktor upaya belajar, misalnya strategi dan metode dalam pembelajaran.

b.      Sikap (attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok :
1)      Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek
2)      Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek
3)      Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)
c.       Praktik atau tindakan (practice)
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk mewujudkkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas dan faktor dukungan (support) praktik ini mempunyai beberapa tindakan :
1)      Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.
2)      Respon terpimpin (guide response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat kedua.
3)      Mekanisme (mecanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga
4)      Adopsi (adoption)
Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

Dalam hal ini perilaku dapat dikur dengan dengan menggunakan skala likert. Menurut Hidayat (2007), bahwa skala ini digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, persepsi seseorang tentang gejala atau masalah yang ada di masyarakat dan dialaminya. Beberapa bentuk pertanyaan atau pernyataan yang masuk dalam kategori skala likert adalah sebagai berikut :
Sangat Setuju/Selalu/Sangat positif                              diberi skor       5
Setuju/Sering/Positif                                                      diberi skor       4
Ragu-ragu/Kadang-kadang/Netral                                diberi skor       3
Tidak setuju/Hampir tidak pernah/Negatif                    diberi skor       2
Sangat tidak setuju/Tidak pernah/Sangat negatif          diberi skor       1
Skala likert dapat dibuat / disusun dalam bentuk check-list dan pilihan berganda.
Menurut penelitian Rogers (1974) seperti dikutip Notoatmodjo (2003), mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru didalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan yakni :
a.         Kesadaran (awareness)
Dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek)
b.      Tertarik (interest)
Dimana orang mulai tertarik pada stimulus
c.       Evaluasi (evaluation)
Menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d.      Mencoba (trial)
Dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru
e.       Menerima (Adoption)
Dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

2.3 Remaja
2.3.1 Pengertian
Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak yang tergantung menuju masa dewasa. Pada masa remaja individu remaja menjadi mandiri serta terjadi perubahan fisik, mental, emosi dan sosial. (Tukiran dkk, 2010)
Pada tahun 1974, World Health Organization (WHO) memberikan definisi tentang remaja lebih konseptual. Dalam definisi tersebut dikemukakan 3 ktriteria yaitu biologis, psikologis, dan sosial ekonomi. Remaja adalah suatu masa dimana:
a.       Individu berkembang dari saat pertama kaliia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai ia mencapai kematangan seksual.
b.      Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola indentifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.
c.       Terjadi peralihan ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada yang relatif mandiri.

Ditinjau dari kesehatan WHO menetapkan batas usia 10-20 tahun sebagai batasan usia remaja. Selanjutnya WHO menyatakan walaupun definisi di atas di dasarkan pada usia kesuburan wanita, batasan tersebut berlaku juga untuk remaja pria dan WHO membagi kurun usia tersebut dalam 2 bagian yaitu remaja awal 10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun. (Sarwono, 2006).
Menurut Carbello 1978 dalam Sarwono (2006) ada enam penyesuaian diri yang harus dilakukan remaja yaitu :
1.      Menerima dan mengintegrasikan pertumbuhan badannya dalam kepribadiannya
2.      Menentukan peran dan fungsi seksualnya yang adekuat dalam kebudayaan tempatnya berada
3.      Mencapai kedewasaan dengan kemandirian, kepercayaan diri, dan kemampuan untuk menghadapi kehidupan
4.      Mencapai posisi yang diterima oleh masyarakat.
5.      Mengembangkan hati nurani, tanggung jawab, moralitas, dan nilai-nilai yang sesuai dengan lingkungan dan kebudayaan.
6.      Memecahkan problem-problem nyata dalam pengalaman sendiri dalam kaitannya dengan lingkungan.
2.3.2 Tahap Perkembangan Remaja
Menurut Blos 1963 dalam Sarwono (2006) bahwa perkembangan pada hakikatnya adalah usaha penyesuaian diri ( coping ) yaitu untuk secara aktif mengatasi stress dan mencari jalan keluar baru dari berbagai masalah. Dalam penyesuaian diri menuju kedewasaan ada tiga tahap perkembangan remaja :
a.       Remaja Awal ( Early Adolescence )
Pada tahap ini remaja mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertaik pada lawan jenis, dan mudah terangsang secara erotis. Dengan dipegang bahunya saja oleh lawan jenis, ia sudah berfantasi erotik. Kepekaan yang berlebih-lebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap “ego”. Hal ini menyebabkan para remaja awal sulit mengerti dan dimengerti oleh orang dewasa.


b.      Remaja Madya (Middle Adolescence)
Pada tahap ini remaja membutuhkan kawan. Ada kecenderungan “narcistis” yaitu mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman-teman yang mempunyai sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Selain itu pada tahap ini remaja berada dalam kondisi kebingungan karena tidak tahu dalam menetapkan pilihan. Pada remaja pria harus membebaskan diri dari Oedipus Complex (perasaan cinta terhadap ibu sendiri pada masa kanak-kanak) dengan mempererat hubungan dengan kawan-kawan dari lawan jenis.
c.       Remaja Akhir ( Late Adolescence )
Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian lima hal dibawah ini :
1)      Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.
2)      Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang lain dan dalam pengalaman-pengalaman baru
3)      Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi
4)      Egosentrisme ( terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri ) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain.
5)      Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan masyarakat umum ( the public)

2.4 Infeksi Menular Seksual
2.4.1 Pengertian
Infeksi menular seksual (IMS) adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus, parasit, atau jamur yang penularannya terutama melalui hubungan seksual dari seseorang yang terinfeksi kepada mitra seksualnya. (Prawirihardjo, 2008).
2.4.2 Jenis-jenis Infeksi Menular Seksual
a.       Gonore
Gonorae adalah penyakit yang disebabkan infeksi bakteri Neisseria gonorrhea. Lesi primer pada laki-laki berupa uretritis gonore dan pada perempuan adalah servistis gonore. Cara penularannya melalui hubungan seks vaginal, anal dan oral. Walaupun beberapa kasus tidak menunjukkan gejala, jika gejala muncul, sering hanya ringan dan muncul dalam 2-10 hari setelah terpapar. Gejala-gejala meliputi discharge dari penis, vagina, atau rektum dan rasa panas atau gatal saat buang air kecil.
b.      Sifilis
Sifilis adalah infeksi menular seksual yang disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum sangat kronis dan sejak awal bersifat sistemik dan dapat menyerang hampir semua organ tubuh
Pada fase awal, penyakit ini menimbulkan luka yang tidak terasa sakit atau “chancres” yang biasanya munvul di daerah kelamin tetapi dapat juga muncul di bagian tubuh yang lain, jika tidak diobati penyakit akan berkembang ke fase berikutnya yang dapat meliputi adanya gejala ruam kulit, demam, luka pada tenggorokan, rambut rontok dan pembengkakan kelenjar di seluruh tubuh.
c.       Trikomonas
Trikomonas adalah infeksi saluran urogenital yang disebabkan oleh protozoa Trichomonas Vaginalis, dapat bersifat akut maupun kronis.
Diperkirakan, 5 juta kasus baru terjadi pada perempuan dan laki-laki. Trikomoniasis menular melalui kontak seksual. Trichomonas vaginalis dapat bertahan hidup pada benda-benda seperti baju-baju yang dicuci, dan dapat menular dengan pinjam meminjam pakaian tersebut.
d.      HIV/AIDS
Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah sindrom dengan gejala penyakit infeksi oportunistic atau kanker tertentu akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). Cara penularannya melalui hubungan seks vaginal, oral dan khususnya anal; darah atau produk darah yang terinfeksi; memakai jarum suntik bergantian pada pengguna narkoba; dan dari ibu yang terinfeksi kepada janin dalam kandungannya, saat persalinan, atau saat menyusui.
2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Resiko Penularan IMS pada Remaja
2.5.1 Faktor Biologi
Pertumbuhan dari anak-anak menjadi remaja dan dewasa, membawa perubahan yang sangat dramatis terhadap histologis serviks dan vagina. Pada masa remaja oleh pengaruh hormon estrogen, lapisan epitel vagina menjadi berlapis tipis. Perubahan epitel seperti ini penting artinya bagi serviks, karena epitel berlapis silinder sangat rentan terhadap IMS.
2.5.2 Faktor Psikologis
Berbagai perkembangan terjadi dari waktu meningkat remaja (11-15 tahun) sampai remaja mendekati dewasa, termasuk perkembangan psikologi dan kognitif.
2.5.3 Perilaku Seksual
Dalam perilaku seksual, terutama pada remaja perubahan-perubahan ini jelas terlihat. Pengaruh sosio-budaya yang disebutkan di atas bersama0sama dengan perubahan psiko-biologis menyebabkan para remaja lebih beresiko terkena IMS
2.6 Pencegahan IMS pada Remaja
2.6.1 Program Sekolah
Dengan memberikan pendidikan kesehatan, khususnya kesehatan reproduksi remaja. Termasuk didalam materi pelajaran misalnya tentang IMS secara garis besar, pergaulan antar remaja dan perilaku seksual yang sehat, umur yang dianggap cukup untuk hubungan seks, kehamilan yang tidak dikehendaki, bahaya-bahaya pengguguran kandungan.
2.6.2 Luar Sekolah
a.       Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) : melalui LSM ini program pencegahan  IMS pada remaja sangat mungkin dapat dilaksanakan.
b.      Keluarga : Merupakan unit terkecil dari masyarakat tetapi paling penting perannya dalam menumbuhkan anak menjadi remaja yang sehat secara biologis, psikologi dan sosial termasuk seksualitas yang sehat
c.       Organisasi pramuka : merupakan arena juga untuk menitipkan pesan-pesan mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas yang sehat.
2.6.3 Media Massa
Media massa sangat efektif untuk menyampaikan informasi, terutama juga untuk mempromosikan hal-hal yang bersifat spesifik seperti manfaat pemakaian kondom, bagaimana mestinya para remaja berperilaku seksual yang sehat, usia menikah yang duanggap cukup dan sebagainya. (Romauli dkk, 2009).


BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Menurut Notoatmodjo (2005), Konsep merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi suatu penelitian, sedangkan kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu dengan konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan.
Variabel. Merupakan gejala yang menjadi fokus dalam penelitia. Berdasarkan hubungannya variabel dibedakan menjadi dua, yaitu variabel bebas(independent variabel) dan variabel terikat (dependent variabel). Variabel bebas atau variabel independent merupakan variabel yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel dependent (terikat). Sedangkan variabel dependen atau terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat.
Berdasarkan uraian di atas maka kerangka konsep dalam pemelitian ini adalah :
   Variabel Independent                                              Variabel Dependen
 



                                                        Gambar 3.1
                                                   Kerangka Konsep
                                            







3.2 Definisi Operasional
Definisi operasional variabel adalah rumusan pengertian variabel yang diamati, diteliti dan diber batasan (Notoatmodjo, 2005).
Tabel 3.1
Definisi Operasional

No
Jenis Variabel
Variabel Penelitian
Definisi Operasional
Alat Ukur
Cara Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
1
Dependent
Perilaku Pencegahan IMS
Tindakan atau aktivitas remaja dalam pencegahan penularan IMS
Angket
Responden menjawab sendiri angket yang diberikan
1. Perilaku positif : jika hasilnya > mean (>29,3)
2. Perilaku negatif : jika hasilnya( ≤ 29,3)
Nominal
2.
Independen
Pengetahuan remaja tentang IMS
Segala sesuatu yang diketahui remaja tentang IMS
Angket
Responden menjawab sendiri angket yag diberikan
1. Baik :   bila hasil benar 76 %-100%
2. Cukup : Bila hasil benar 56%-75%
3. Kurang : Bila hasil benar  <56%
Ordinal


3.3 Hipotesis
Ha       :     Ada hubungan antara pengetahuan remaja tentang IMS terhadap  perilaku pencegahan IMS

Ho       :     Tidak ada hubungan antara pengetahuan remaja tentang IMS terhadap perilaku pencegahan IMS

No comments :

Post a Comment