BAB II
TINJAUAN
TEORITIS
2.1
Pengetahuan
2.1.1
Pengertian
Pengetahuan
adalah hasil dari tahu yang terjadi setelah orang melakukan pengindraan
terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia,
yakni : indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan
atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang (overt behaviour) karena dari pengalaman dan penelitian ternyata
perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng dari pada yang tidak
didasari pengetahuan. (Notoatmodjo, 2005).
2.1.2 Tingkatan Pengetahuan
Pengetahuan
yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu :
a. Tahu
(Know)
Yaitu
mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk ke dalam
pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh badan yang
dipelajari/rangsangan yang telah diterimanya. Kata kerja untuk mengukur bahwa
orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.
b. Memahami
(Comprehension)
Yaitu suatu kemampuan
untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham
terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan, contoh :
menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi
(Application)
Diartikan sebagai
kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau
kondisi atau kondisi rill (sebenarnya). Aplikasi ini dapat diartikan sebagi
aplikasi atau penggunaaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya
dalam konteks atau situasi yang lain
d. Analisis
(Analysis)
Yaitu suatu kemampuan
untuk menjabarkan materi/suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di
dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada hubunga satu sama lain.
Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja : dapat
menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokan, dan
sebagainya.
e. Sintesis
(syntesis)
Menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk
meletakkan/menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru atau suatu kemampuan untuk menyusun suaru formulasi baru dan
formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan,
dapat meringkas, dapat menyusuaikan dan sebagainya.
f. Evaluasi
(Evaluation)
Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penelitian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini
berdasarkan suatu kinerja yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria
yang telah ada.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan
wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang diukur dari
subjek penelitian atau responden. (Notoatmodjo, 2003).
2.1.3 Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Pengetahuan
a. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk
mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan
berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi
pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi.
Dengan pendidikan tinggi maka
seseorang akan cenderung mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun
dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula
pengetahuan yang didapat tentang kesehatan.
Pengetahuan sangat erat kaitannya
dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka
orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Namun perlu ditekankan
bahwa seseorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan
rendah pula.
Peningkatan pengetahuan tidak
mutlak di peroleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat di peroleh pada
pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek juga
mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang
akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek tertentu. Semakin
banyak aspek positif dari objek yang diketahui, akan menumbuhkan sikap makin
positif terhadap obyek tersebut. (Cholil, 2010)
b. Mass
media / informasi
Informasi yang di peroleh baik dari
pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan
perubahan atau peningkatan pengetahuan.
Majunya teknologi akan tersedia
bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat
tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa
seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh
besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang.
Dalam penyampaian informasi sebagai
tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang
dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal
memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal
tersebut. (Cholil, 2010).
c. Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber
pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan
cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang
dihadapi masa lalu.
Pengalaman belajar dalam bekerja
yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan profesional serta
pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil
keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan
etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya. (Cholil, 2010).’
d. Usia
Usia mempengaruhi terhadap daya
tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin
berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang
diperolehnya semakin membaik.
Pada usia madya, individu akan
lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih banyak
melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua,
selain itu orang usia madya akan lebih banyak menggunakan banyak waktu untuk
membaca.
Kemampuan intelektual, pemecahan
masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia
ini. Dua sikap tradisional mengenai jalannya perkembangan selama hidup :
semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan
semakin banyak hal yang di kerjakan sehingga banyak hal yang di kerjakan
sehingga menambah pengetahuannya. (Cholil, 2010)
e. Pekerjaan
Seseorang yang bekerja
pengetahuannya akan lebih luas dari pada seseorang yang tidak bekerja, karena
dengan bekerja akan mempunyai banyak informasi dan pengalaman. (Notoatmodjo,
2005)
2.1.4
Cara memperoleh Pengetahuan
a. Cara
Tradisional
1) Cara
Coba-Salah (Trial and Error)
Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan
kemungkinan dalam menyelesaikan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak
berhasil, dicoba kemungkinan yang lain.
2) Cara
Kekuasaan atau Otoritas
Pengetahuan tersebut di peroleh berdasarkan pada
otoritas atau kekuasan, baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin
agama, maupun ahli ilmu pengetahuan.
3) Berdasarkan
Pengalaman Pribadi
Pengalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya
memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali
pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa
yang lalu.
4) Melalui
Jalan Pikiran
Dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah
menggunakan jalan pikirannya, baik induksi maupun deduksi. Induksi adalah
proses penarikan kesimpulan yang dimulai dari pernyataan-pernyataan khusus
kepernyataan yang bersifat umum. Deduksi adalah pembuatan kesimpulan dari
pernyataan-pernyataan umum ke khusus. (Notoatmodjo, 2005).
b. Cara
Modern
Cara memperoleh pengetahuan ini lebih sistematis,
logis dan ilmiah. Cara ini disebut juga ‘metode penelitian ilmiah’.
(Notoatmodjo, 2005).
2.2 Perilaku
2.2.1 Pengertian
Pengertian adalah tindakan atau
aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain :
berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan
sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku
manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati
langsung, maupun yang tidak diamati oleh pihak luar.
Menurut Skinner, seperti yang dikutip
oleh Notoatmodjo (2003), Merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi
seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini
terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian
organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus – Organisme – Respon.
Dilihat dari bentuk respons terhadap
stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :
a. Perilaku
tertutup (convert behaviour)
Perilaku tertutup adalah respon
seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (convert).
Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian,
persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang
menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang
lain.
b. Perilaku
terbuka (overt behaviour)
Respon seseorang terhadap stimulus
dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut
sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati
atau dilihat oleh orang lain.
2.2.2
Klasifikasi Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan menurut
Notoatmodjo (2003) adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus
atau objek yang berkaitan dengan sakit atau penyakit, sistem pelayanan
kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku
kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok :
a. Perilaku
pemeliharaan kesehatan (health maintanace).
Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk
memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan
bilamana sakit.
b. Perilaku
pencarian atau penggunaaan sistem atau fasilitas kesehatan, atau sering disebut
perilaku pengobatan (health seeking behaviour).
Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan
seseorang pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan.
c. Perilaku
kesehatan lingkungan
Adalah apabila seseorang merespon lingkungan, baik
lingkungan fisik maupun sosial budaya, dan sebagainya.
2.2.3
Domain perilaku
Meskipun perilaku adalah bentuk
respons atau reaksi terhadap stimulus ata rangsangan dariluar organisme (orang)
namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau
faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Hal ini berarti bahwa meskipun
stimulusnya saat bagi beberapa orang, namun respons tiap-tiap orang berbeda
disebut determinan perilau. Determinan perilaku dapat dibedakan menjadi dua,
yakni :
a. Determinan
atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang
bersifat given atau bawaan, misalnya
: tingkat kecerdasan, tingkat emosional jenis kelamin, dan sebagainya.
b. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik
lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya. Faktor
lingkungan ini semua merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku
seseorang.
Menurut Bloom, seperti dikutip
Notoatmodjo (2003), membagi perilaku itu didalam 3 domain (ranah/kawasan),
meskipun kawasan-kawasan tersebut tidak mempunyai batasan yang jelas dan tegas.
Pembagian kawasan ini dilakukan untuk kepentingan tujuan pendidikan, yaitu
mengembangkan atau meningkatkan ketiga
domain perilaku tersebut, yang terdiri dari ranah kognitif (kognitif domain), ranah affektif (affective domain), dan ranah psikomotor
(psikomotor domain).
Menurut Notoatmodjo (2003) bahwa dalam
perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan dan untuk kepentingan
pengukuran hasil, ketiga domain itu diukur dari :
a. Pengetahuan
(knowledge)
Pengetahuan adalah hasil dari tahu,
dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek
tertentu. Tanpa pengetahuan seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil
keputusan dan menentukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
pengetahuan seseorang :
1)
Faktor Internal : faktor dari dalam diri
sendiri, misalnya intelegensia, minat, kondisi fisik.
2)
Faktor Eksternal : faktor dari luar
diri, misalnya keluarga, masyarakat, sarana.
3)
Faktor pendekatan belajar : faktor upaya
belajar, misalnya strategi dan metode dalam pembelajaran.
b. Sikap
(attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respon
yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Allport
(1954) menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok :
1) Kepercayaan
(keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek
2) Kehidupan
emosional atau evaluasi terhadap suatu objek
3) Kecenderungan
untuk bertindak (tend to behave)
c. Praktik
atau tindakan (practice)
Suatu sikap belum otomatis terwujud
dalam suatu tindakan. Untuk mewujudkkan sikap menjadi suatu perbuatan yang
nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara
lain adalah fasilitas dan faktor dukungan (support)
praktik ini mempunyai beberapa tindakan :
1) Persepsi
(perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan
dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.
2) Respon
terpimpin (guide response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang
benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat
kedua.
3) Mekanisme
(mecanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu
dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka
ia sudah mencapai praktik tingkat tiga
4) Adopsi
(adoption)
Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang
sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa
mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
Dalam hal ini perilaku dapat dikur
dengan dengan menggunakan skala likert. Menurut Hidayat (2007), bahwa skala ini
digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, persepsi seseorang tentang gejala
atau masalah yang ada di masyarakat dan dialaminya. Beberapa bentuk pertanyaan
atau pernyataan yang masuk dalam kategori skala likert adalah sebagai berikut :
Sangat Setuju/Selalu/Sangat positif diberi skor 5
Setuju/Sering/Positif diberi skor 4
Ragu-ragu/Kadang-kadang/Netral diberi skor 3
Tidak setuju/Hampir tidak
pernah/Negatif diberi skor 2
Sangat tidak setuju/Tidak
pernah/Sangat negatif diberi skor 1
Skala likert dapat dibuat / disusun
dalam bentuk check-list dan pilihan berganda.
Menurut penelitian Rogers (1974)
seperti dikutip Notoatmodjo (2003), mengungkapkan bahwa sebelum orang
mengadopsi perilaku baru didalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan
yakni :
a.
Kesadaran (awareness)
Dimana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek)
b. Tertarik
(interest)
Dimana orang mulai tertarik pada stimulus
c. Evaluasi
(evaluation)
Menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya
stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih
baik lagi.
d. Mencoba
(trial)
Dimana orang telah
mulai mencoba perilaku baru
e. Menerima
(Adoption)
Dimana subjek telah
berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap
stimulus.
2.3
Remaja
2.3.1
Pengertian
Remaja adalah
masa peralihan dari masa kanak-kanak yang tergantung menuju masa dewasa. Pada
masa remaja individu remaja menjadi mandiri serta terjadi perubahan fisik,
mental, emosi dan sosial. (Tukiran dkk, 2010)
Pada tahun 1974,
World Health Organization (WHO)
memberikan definisi tentang remaja lebih konseptual. Dalam definisi tersebut
dikemukakan 3 ktriteria yaitu biologis, psikologis, dan sosial ekonomi. Remaja
adalah suatu masa dimana:
a. Individu
berkembang dari saat pertama kaliia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya
sampai ia mencapai kematangan seksual.
b. Individu
mengalami perkembangan psikologis dan pola indentifikasi dari kanak-kanak
menjadi dewasa.
c. Terjadi
peralihan ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada yang relatif mandiri.
Ditinjau
dari kesehatan WHO menetapkan batas usia 10-20 tahun sebagai batasan usia
remaja. Selanjutnya WHO menyatakan walaupun definisi di atas di dasarkan pada
usia kesuburan wanita, batasan tersebut berlaku juga untuk remaja pria dan WHO
membagi kurun usia tersebut dalam 2 bagian yaitu remaja awal 10-14 tahun dan
remaja akhir 15-20 tahun. (Sarwono, 2006).
Menurut
Carbello 1978 dalam Sarwono (2006) ada enam penyesuaian diri yang harus
dilakukan remaja yaitu :
1. Menerima
dan mengintegrasikan pertumbuhan badannya dalam kepribadiannya
2. Menentukan
peran dan fungsi seksualnya yang adekuat dalam kebudayaan tempatnya berada
3. Mencapai
kedewasaan dengan kemandirian, kepercayaan diri, dan kemampuan untuk menghadapi
kehidupan
4. Mencapai
posisi yang diterima oleh masyarakat.
5. Mengembangkan
hati nurani, tanggung jawab, moralitas, dan nilai-nilai yang sesuai dengan
lingkungan dan kebudayaan.
6. Memecahkan
problem-problem nyata dalam pengalaman sendiri dalam kaitannya dengan
lingkungan.
2.3.2
Tahap Perkembangan Remaja
Menurut Blos
1963 dalam Sarwono (2006) bahwa perkembangan pada hakikatnya adalah usaha
penyesuaian diri ( coping ) yaitu
untuk secara aktif mengatasi stress dan mencari jalan keluar baru dari berbagai
masalah. Dalam penyesuaian diri menuju kedewasaan ada tiga tahap perkembangan
remaja :
a. Remaja
Awal ( Early Adolescence )
Pada
tahap ini remaja mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertaik pada lawan
jenis, dan mudah terangsang secara erotis. Dengan dipegang bahunya saja oleh
lawan jenis, ia sudah berfantasi erotik. Kepekaan yang berlebih-lebihan ini
ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap “ego”. Hal ini menyebabkan para
remaja awal sulit mengerti dan dimengerti oleh orang dewasa.
b. Remaja
Madya (Middle Adolescence)
Pada
tahap ini remaja membutuhkan kawan. Ada kecenderungan “narcistis” yaitu mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman-teman
yang mempunyai sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Selain itu pada tahap ini
remaja berada dalam kondisi kebingungan karena tidak tahu dalam menetapkan
pilihan. Pada remaja pria harus membebaskan diri dari Oedipus Complex (perasaan cinta terhadap ibu sendiri pada masa
kanak-kanak) dengan mempererat hubungan dengan kawan-kawan dari lawan jenis.
c. Remaja
Akhir ( Late Adolescence )
Tahap
ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan
pencapaian lima hal dibawah ini :
1) Minat
yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.
2) Egonya
mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang lain dan dalam
pengalaman-pengalaman baru
3) Terbentuk
identitas seksual yang tidak akan berubah lagi
4)
Egosentrisme
( terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri ) diganti dengan keseimbangan
antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain.
5)
Tumbuh “dinding” yang memisahkan
diri pribadinya (private self) dan
masyarakat umum ( the public)
2.4
Infeksi Menular Seksual
2.4.1
Pengertian
Infeksi
menular seksual (IMS) adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus,
parasit, atau jamur yang penularannya terutama melalui hubungan seksual dari
seseorang yang terinfeksi kepada mitra seksualnya. (Prawirihardjo, 2008).
2.4.2
Jenis-jenis Infeksi Menular Seksual
a. Gonore
Gonorae
adalah penyakit yang disebabkan infeksi bakteri Neisseria gonorrhea. Lesi
primer pada laki-laki berupa uretritis gonore dan pada perempuan adalah
servistis gonore. Cara penularannya melalui hubungan seks vaginal, anal dan
oral. Walaupun beberapa kasus tidak menunjukkan gejala, jika gejala muncul,
sering hanya ringan dan muncul dalam 2-10 hari setelah terpapar. Gejala-gejala
meliputi discharge dari penis, vagina, atau rektum dan rasa panas atau gatal
saat buang air kecil.
b. Sifilis
Sifilis
adalah infeksi menular seksual yang disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum sangat kronis dan
sejak awal bersifat sistemik dan dapat menyerang hampir semua organ tubuh
Pada
fase awal, penyakit ini menimbulkan luka yang tidak terasa sakit atau
“chancres” yang biasanya munvul di daerah kelamin tetapi dapat juga muncul di
bagian tubuh yang lain, jika tidak diobati penyakit akan berkembang ke fase
berikutnya yang dapat meliputi adanya gejala ruam kulit, demam, luka pada
tenggorokan, rambut rontok dan pembengkakan kelenjar di seluruh tubuh.
c. Trikomonas
Trikomonas
adalah infeksi saluran urogenital yang disebabkan oleh protozoa Trichomonas Vaginalis, dapat bersifat
akut maupun kronis.
Diperkirakan,
5 juta kasus baru terjadi pada perempuan dan laki-laki. Trikomoniasis menular
melalui kontak seksual. Trichomonas
vaginalis dapat bertahan hidup pada benda-benda seperti baju-baju yang
dicuci, dan dapat menular dengan pinjam meminjam pakaian tersebut.
d. HIV/AIDS
Acquired
Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah sindrom dengan gejala penyakit infeksi
oportunistic atau kanker tertentu akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh
infeksi Human Immunodeficiency Virus
(HIV). Cara penularannya melalui hubungan seks vaginal, oral dan khususnya
anal; darah atau produk darah yang terinfeksi; memakai jarum suntik bergantian
pada pengguna narkoba; dan dari ibu yang terinfeksi kepada janin dalam
kandungannya, saat persalinan, atau saat menyusui.
2.5
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Resiko Penularan IMS pada Remaja
2.5.1
Faktor Biologi
Pertumbuhan dari
anak-anak menjadi remaja dan dewasa, membawa perubahan yang sangat dramatis
terhadap histologis serviks dan vagina. Pada masa remaja oleh pengaruh hormon
estrogen, lapisan epitel vagina menjadi berlapis tipis. Perubahan epitel
seperti ini penting artinya bagi serviks, karena epitel berlapis silinder
sangat rentan terhadap IMS.
2.5.2
Faktor Psikologis
Berbagai
perkembangan terjadi dari waktu meningkat remaja (11-15 tahun) sampai remaja
mendekati dewasa, termasuk perkembangan psikologi dan kognitif.
2.5.3
Perilaku Seksual
Dalam perilaku
seksual, terutama pada remaja perubahan-perubahan ini jelas terlihat. Pengaruh
sosio-budaya yang disebutkan di atas bersama0sama dengan perubahan
psiko-biologis menyebabkan para remaja lebih beresiko terkena IMS
2.6
Pencegahan IMS pada Remaja
2.6.1
Program Sekolah
Dengan
memberikan pendidikan kesehatan, khususnya kesehatan reproduksi remaja.
Termasuk didalam materi pelajaran misalnya tentang IMS secara garis besar,
pergaulan antar remaja dan perilaku seksual yang sehat, umur yang dianggap
cukup untuk hubungan seks, kehamilan yang tidak dikehendaki, bahaya-bahaya
pengguguran kandungan.
2.6.2
Luar Sekolah
a. Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) : melalui LSM ini program pencegahan IMS pada remaja sangat mungkin dapat dilaksanakan.
b. Keluarga
: Merupakan unit terkecil dari masyarakat tetapi paling penting perannya dalam
menumbuhkan anak menjadi remaja yang sehat secara biologis, psikologi dan
sosial termasuk seksualitas yang sehat
c. Organisasi
pramuka : merupakan arena juga untuk menitipkan pesan-pesan mengenai kesehatan
reproduksi dan seksualitas yang sehat.
2.6.3 Media Massa
Media massa
sangat efektif untuk menyampaikan informasi, terutama juga untuk mempromosikan
hal-hal yang bersifat spesifik seperti manfaat pemakaian kondom, bagaimana
mestinya para remaja berperilaku seksual yang sehat, usia menikah yang duanggap
cukup dan sebagainya. (Romauli dkk, 2009).
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI
OPERASIONAL
3.1
Kerangka Konsep Penelitian
Menurut
Notoatmodjo (2005), Konsep merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi
suatu penelitian, sedangkan kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan
atau kaitan antara konsep satu dengan konsep yang lainnya dari masalah yang
ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan.
Variabel. Merupakan gejala yang
menjadi fokus dalam penelitia. Berdasarkan hubungannya variabel dibedakan
menjadi dua, yaitu variabel bebas(independent
variabel) dan variabel terikat (dependent
variabel). Variabel bebas atau variabel independent merupakan variabel yang
menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel dependent (terikat). Sedangkan
variabel dependen atau terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat.
Berdasarkan uraian di atas maka
kerangka konsep dalam pemelitian ini adalah :
Variabel
Independent Variabel Dependen
Gambar 3.1
Kerangka Konsep
3.2 Definisi Operasional
Definisi
operasional variabel adalah rumusan pengertian variabel yang diamati, diteliti
dan diber batasan (Notoatmodjo, 2005).
Tabel 3.1
Definisi
Operasional
No
|
Jenis
Variabel
|
Variabel
Penelitian
|
Definisi
Operasional
|
Alat
Ukur
|
Cara
Ukur
|
Hasil
Ukur
|
Skala
Ukur
|
1
|
Dependent
|
Perilaku
Pencegahan IMS
|
Tindakan
atau aktivitas remaja dalam pencegahan penularan IMS
|
Angket
|
Responden
menjawab sendiri angket yang diberikan
|
1.
Perilaku positif : jika hasilnya > mean (>29,3)
2.
Perilaku negatif : jika hasilnya( ≤ 29,3)
|
Nominal
|
2.
|
Independen
|
Pengetahuan
remaja tentang IMS
|
Segala
sesuatu yang diketahui remaja tentang IMS
|
Angket
|
Responden
menjawab sendiri angket yag diberikan
|
1.
Baik : bila hasil benar 76 %-100%
2.
Cukup : Bila hasil benar 56%-75%
3.
Kurang : Bila hasil benar <56%
|
Ordinal
|
3.3
Hipotesis
Ha :
Ada hubungan antara pengetahuan remaja tentang IMS terhadap perilaku pencegahan IMS
Ho :
Tidak ada hubungan antara pengetahuan remaja tentang IMS terhadap
perilaku pencegahan IMS