BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
TINJAUAN TEORI MEDIS
KEHAMILAN SEROTINUS
1.
Teori sebab persalinan
Sebab terjadinya suatu persalinan jingga saat ini masih
berupa suatu teori yang kompleks, banyak faktor yang mengakibatkan persalinan
itu terjadi antara lain : faktor humoral, pengaruh prostaglandin, struktur
uterus, sirkulasi uterus, pengaruh saraf dan nutrisi. Semua factor tersebut belum dapat dipastikan oleh
karena itu masih diperlukan penilitian terlebih lanjut. Teori yang mendukng
terjadinya suatu persalinan yaitu:
a. Teori oksitosin
Peranan oksitosin pada
persalinan yaitu dikeluarkanya oksitosin oleh neurohipofise wanita hamil pada
saat wanita tersebut mulai masuk perasalinan. Menurut Chard (1973) peranannya
pada persalinan hanya kecil, perannan utamanya pada fase ekspulsi dan
postpartum, pada postpartum setelah fetus dan plasenta lahir menimbulkan kontraksi
dan retraksi uterus sehingga jumlah peradrahan yang terjadi berkurang (pada
saat ini pembuatan prostaglandin oleh amnion sudah tidak ada lagi) bahwa
oksitosin adalah obat yang dapat menimbulkan kontraksi uterus pada kehamilan
lanjut sudah diketahui secara luas kadar reseptor untuk oksitosin pada beberapa
kehamilan cukup bulan dan selama persalinan, juga didapat kenaikan kadar
oksitosin dalam cairan amnion selama persalinan. Dapat disimpulkan bahwa
oksitosin berperan penting pada akhir persalinan termasuk lahirnya plasenta,
mempertahankan kontraksi uterus setelah persalinan (mengurangi jumlah darah
yang hilang, dan pada saat ibu menyusui bayinya karena pada waktu bayi
menghisap puting susu ibu terjadi hipersekresi dari oksitosin dan air susu
mengalir keluar).
b. Teori panarikan (withdrawal progesteron)
Penarikan progesteron
merupakan keadaan endokrin penting yang mendasari proses biomolekuler untuk
bermulanya persalinan. Dari semua penalitian pada manusia kadar progesteron
sekurang-kurangnya pada darah ibu tidak menurunpada waktu sebelum persalinan
mulai berlangsung.
c. Hipotesa sistem komunikasi organ
Suatu hal yang mungkin sulit
untuk dipercayai bahwa janin dapat mengirimkan sarat kepada ibu untuk memmulai
proses persalinan bila dari jaringan dan organ-organ janin telah sempurna.
Apabila keadaan ini benar terjadi sebagai syarat fetus kepada ibu melalui sistem
komunikasi organ. Apabila memang demikian keadaanya adalah sangat penting untuk
menentukan komponen dari sistem komunikasi organ mekanisme timbulnya dan
bagaimana isyarat janin dikirimkan ke ibu juga penting untuk menentukan
komponen jawaban yang terjadi akibat isyarat tersebut. Menurut Manuaba (1998)
dikemukakan teori yang menyatakan kemungkinan terjadinya persalinan yaitu
1) Teori keregangan
§ Otot rahim mempunyai kemampuan meregang
dalam batas-batas tertentu
§ Setelah melewati batas tersebut terjadi
kontraksi sehingga persalinan dapat mulai.
§ Contohnya pada hamil ganda sering terjadi
setelah keregangan tertentu sehingga menimbulkan persalinan.
2) Teori penurunan progesteron
§ Proses penuaan plasenta terjadi mulai umur
kehamilan 28 minggu dimana terjadi penimbunan jaringan ikat, pembuluh darah
menaglami penyempitan dan buntu.
§ Produksi progesteron mengalami penurunan
sehingga otot rahim lebih sensitif terhadap oksitosin.
§ Akibat otot rahim mulai berkontraksi
setelah tercapai tingkat penurunan progesteron tertentu.
3) Teori oksitosin internal
§ Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar
hipofisis posterior.
§ Perubahan keseimbangan estrogen dan
progesteron dapat mengubah sensitifitas otot rahim, sehingga sering terjadi
kontraksi Braxton Hiks.
§ Menurunya konsentrasi progesteron akibat
tuanya kehamilan maka oksitosin dapat meningkatkan aktivitas sehingga
persalinan dapat dimulai.
4) Teori prostaglandin
§ Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak
umur kehamilan 15 minggu yang dikeluarkan oleh desisua.
§ Pemberian prostaglandin dapat menimbulkan
kontaksi otot rahim sehingga hasil konsepsi dikeluarkan.
§ Prostaglandin dianggap dapat merupakan
pemicu terjadinya persalinan.
5) Teori hipotalamus pituitari dan galndula
suprarenalis
§ Teori ini menunjukkan pada kehamilan
dengan anensepalus sering terjadi perlambatan persalinan karena tidak terbentuk
hipotalamus.
§ Pemberian kortokosteroid yang menyebabkan
prematuritas janin, induksi (mulai persalinan).
§ Galndula suprarenal merupakan pemicu
terjadinya persalinan.
2.
Definisi
- Kehamilan postterm merupakan kehamilan yang berlangsung selama 42 minggu atau lebih sejak awal periode haid yang diikuti oleh ovulasi 2 minggu kemudian. Meskipun kehamilan postterm ini mungkin mencakup 10 persen dari seluruh kehamilan, sebagian di antaranya mungkin tidak benar-benar postterm, tetapi lebih disebabkan oleh kekeliruan dalam memperkirakan usia gestasional. Sekali lagi nilai informasi yang tepat mengenai lama kehamilan cukup jelas, karena pada umumnya semakin lama janin yang benar-benar postterm itu berada didalam rahim, semakin besar pula resiko bagi janin dan bayi baru lahir untuk mengalami gangguan yang berat (Cunningham, 1995).
- Kehamilan serotinus adalah kehamilan yang melewati 294 hari atau lebih dari 42 minggu lengkap (Sarwono, 1995).
- Kehamilan
serotinus adalah kehamilan yang berlangsung lebih lama dari 42 minggu
dihitung berdasarkan rumus neagle dengan siklus haid rata-rata 28 hari
(Rustam, 1998).
- Kehamilan
yang melebihi waktu 42 minggu sebelum terjadi persalinan (Manuaba, 1998).
3.
Etiologi
Etiologi kehamilan lewat waktu atau
kehamilan serotinus sampai saat ini belum diketahui secara pasti beberapa
faktor yang dikemukakan penyebab kehamilan serotinus adalah:
a. Ketidaktentuan tanggal menstruasi:
ketidaksanggupan ibu mengingat HPHT, perdarahan selama kehamilan, siklus haid
tidak teratur, kehamilan dalam masa pasca persalinan ( oxorn, 2003 ).
b. Hormone penurunan konsentrasi estrogen
yang menandai kasus – kasus kehamilan serotinus dianggap merupakan hal penting,
karena kadar estrogen tidak cukup untuk menstimulasi produksi dan penyimpanan
glikofosfolipid didalam membrane janin. Pada jumlah estrogen yang normal dan
uterus meningkat sehingga kepekaan terhadap oksitosin meningkatkan dan
merangsang kontraksi ( wiliams, 1995 ).kadarestrogen tidak cepat turun walaupun
kehamilan telah cukup bulan, sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin
berkurang namun factor yang lebih menentukan adalah belum diproduksinya prostaglandin
yang berpengaruh terhadap terjadinya kontraksi uterus pada akhir kehamilan.
c. Herediter karena postmaturitas sering
dijumpai pada satu keluarga tertentu ( rustam, 1998 )
4.
Patofisiologi
a. Jika plasenta terus berfungsi dengan baik,
janin akan terus tumbuh yang mengakibatkan bayi LGA dengan manifestasi masalah
seperti trauma lahir dan hipoglikemia.
b. Jika fungsi plasenta menurun, janin
mungkin tidak mendapatkan nutrisi yang adekuat. Janin akan menggunakan cadangan
lemak subkutan sebagai alergi penyusutan lemak subkutan terjadi yang
mengakibatkan syndrome dismatur janin , terdapat 3 tahap sindrom dismaturitas
janin:
1)
Tahap I insufisiensi plasenta
kronis
·
Kulit
kering, pecah – pecah, mengelupas, longgar dan berkerut.
·
Penampilan malnutrisi
·
Bayi
dengan mata terbuka dan terjaga
2)
Tahap II insufisiensi plasenta
akut
·
Seluruh
gambaran tahap I kecuali nomor 3
·
Terwarnai mekonium
·
Depresi perinatal
3)
Tahap III insufisiensi plasenta
subakut
·
Hasil
temuan pada tahap I dan tahap II kecuali nomor 3
·
Terwarnai
hijau dikulit, kuku, tali pusat dan membrane plasenta
·
Resiko
kematian intrapartum atau kematian neonatus lebih tinggi
c. Bayi baru lahir beresiko tinggi terhadap
perburukan komplikasi yang berhubungan dengan perfusi utero plasenta yang
terganggu dan hipoksia, misalnya: sindrom aspirasi mekonium.
d. Hipoksia intra uteri kronis menyebabkan
peningkatan eritroptia.lin janin dan produksi sel darah merah yang menyebabkan
polisitemia.
e. Bayi postmatur rentan terhadap
hipoglokemia karena penggunaan cadangan glikogen yang cepat.
5.
Gambaran klinis
Gambaran klinis pada kehamilan
post matur antara lain:
a. Janin postterm dapat terus bertambah
beratnya di dalam uterus dan dengan demikian menjadi bayi besar yang abnormal
pada saat lahir, atau bertambah berat postterm serta berukuran besar menurut
usia gestasionalnya.
b. TFU tidak sesuai dengan umur kehamilan.
c. Pada USG ditemukan adanya oligohidramnion
dan penurunan jumlah cairan amnion disertai dengan kompresi tali pusat yang
dapat menimbulkan gawat janin, termasuk defekasi dan aspirasi mekonium yang
kental.
d. Pada sisi ekstrim lainnya, lingkungan
intrauterin dapat begitu bermusuhan sehingga pertumbuhan janin yang lebih
lanjut akan terhenti dan janin menjadi postterm serta mengalami retardasi
pertumbuhan.
Hasil pengkajian manifestasi
klinis meliputi:
a. Bayi panjang, kurus dengan penampilan
menyusut, kulit seperti kertas dan kulit kuku dan tali pusat terwarnai
mekonium, kuku panjang dan lanugo tidak ada.
b. Sindrom aspirasi mekonium ditandai dengan
hipoksia janin, cairan amnion yang bercampur dengan mekonium, gawat napas waktu
lahir dan mekonium mengotori pita suara.
6.
Pemeriksaan Kehamilan
Serotinus
Diagnosa kehamilan serotinus
ditegakkan dengan megetahui HPHT dengan rumus neagle yaitu dengan pertambahan
tanggal hari pertama haid terakhir yang normal dan spontan dengan 7 hari
kemudian penggurangan 3 bulan penambahan 1 pada tahunnya. Diagnosa penunjang
yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa kehamilan serotinus adalah:
a. Ultrasonografi untuk mengetahui ukuran
diameter biparietal, gerakan janin dan jumlah air ketuban.
b. Pemeriksaan serologi air ketuban yaitu air
ketuban diambil dengan amniosintesis baik transvaginal maupun transabdominal
(air ketuban akan bercampur dengan lemak dan sel-sel kulit yang dilepas janin
setelah kehamilan mencapai lebih dari 36 minggu. Air ketuban diperoleh dipulas
dengan sulfatbirunil, maka sel-sel yang mengandung lemak akan berwarna jingga
bila:
1)
Melebihi 10 % kehamilan di atas
36 minggu
2)
Melebihi 50 % kehamilan di atas
39 minggu
c. Amnioskopi : melihat derajat kekeruhan air
ketuban, menurut warnanya karena insufiensi plasenta.
d. Kardiotokografi : mengawasi dan membaca
denyut jantung janin karena insufiensi plasenta.
e. Uji oksitosin (stress test) yaitu induksi
oksitosin dilakukan ketika usia kehamilan 42 minggu lebih dan selama saat
melakukan induksi, frekuensi denyut janin direkam secara kontinyu. Sepanjang
pelanksanaan induksi persalinan selama 8 jam, tidak terlihat adanya suatu tanda
yang membuktikan penurunan frekuensi denyut jantung janin, dan frekuensi denyut
jantung janin bertambah cepat dengan gerakan janin; dengan kata lain, terdapat
hasil tes stress kontraksi yang reaktif dan negative.
7.
Penatalaksanaan medis
Penalaksanaan pada ibu
a.
Pengelolaan persalinan
1) Bila sudah dipastikan umur kehamilan 41
minggu, pengelolaan tergantung dari derajat kematangan serviks.
2) Bila serviks matang (skor bishop > 5)
§ Dilakukan induksi persalinan asal tidak
ada janin besar, jika janin lebih 4000 gram, dilakukan SC.
§ Pemantauan intrapartum dengan
mempergunakan KTG dan kehadiran dokter spesialis anak apalagi bila ditemukan
mekonium mutlak diperlukan.
3) Pada serviks belum matang (skor bishop
< 5) kita perlu menilai keadaan janin lebih lanjut apabila kehamilan tidak
diakhiri.
§ NST dan penilaian kantung amnion. Bila
keduanya normal kehamilan dibiarkan berlanjut dan penilaian janin dilanjutkan
seminggu 2 kali.
§ Bila ditemukan oligohidramnion (< 2 cm
pada kantung yang vertikal atau indeks cairan amnion < 5) atau dijumpai
deselerasi variabel pada NST, maka dilakukan induksi persalinan.
§ Bila volume cairan amnion normal dan NST
tidak reaktif, test dengan kontraksi (CST) harus dilakukan. Hasil CST positif
janin perlu dilahirkan, bila CST negatif kehamilan dibiarkan berlangsung dan penilaian
janin dilakukan lagi 3 hari kemudian.
§ Keadaan serviks (skor bishop harus dinilai
ulang setiap kunjungan pasien, dan kehamilan harus diakhiri bila serviks
matang.
4) Pasien dengan kehamilan lewat waktu dengan
komplikasi seperti DM, preeklamsi, PJT, kehamilannya harus diakhiri tanpa
memandang keadaan serviks. Tentu saja kehamilan dengan resiko ini tidak boleh
dibiarkan melewati kehamilan lewat waktu.
b.
Pengelolaan intrapartum
1)
Pasien tidur miring sebelah
kiri
2) Pergunakan pemantauan elektrolit jantung
janin berikan oksigen bila ditemukan keadaan jantung yang abnormal.
3) Perhatikan jalannya persalinan.
Penatalaksanaan pada bayi
a.
Menangani sindrom aspirasi
mekonium
1)
lakukan penghisapan mulutdan
luban hidung bayi sementara kepala berada di perineum dan sebelum nafas yang
pertama dilakukan untuk mencegah aspirasi mekonium yang berada dalam jalan
nafas.
2) Segera setelah bayi kering dan berada
dalam penghangat lakukan intubasi dengan penghisapan trachea langsung
3) Lakukan fisioterapi dada dengan
penghisapan untuk mengeluarkan mekonium dan secret yang berlebihan.
4) Berikan tambahan oksigen dan dukungan
pernafasan sesuai dengan kebutuhan.
b.
Melakukan pengukuran glukosa
darah serial
c. Memberi makan lebih awal untuk mencegah
hipoglikemia jika bukan merupakan kontraindikasi pada status pernafasan.
d.
Mempertahankan integritas
kulit.
1)
Pertahankan kulit bersih dan
kering
2)
Hindari penggunaan bedak,cream,
lotion
3)
Hidari penggunaan plester
8.
Komplikasi yang diakibatkan oleh kehamilan serotinus
a. Terhadap ibu persalinan serotinus dapat
menyebabkan distosia dikarenakan oleh:
1) Aksi uterus yang tidak terkoordinir
dikarenakan kadar progesteron yang tidak turun pada kehamilan serotinus maka
kepekaan terhadap oksitosin berkurang sehingga estrogen tidak cukup untuk
menyediakan prostaglandin yang berperan
terhadap penipisan serviks dan kontraksi uterus sehingga sering
didapatkan aksi uterus yang tidak terkoordinir.
2) Janin besar oleh karena pertumbuhan janin
yang terus berlangsung dan dapat menimbulkan CPD dengan derajat yang
mengakhawatirkan akibatnya persalinan tidak dapat berlangsung secara normal,
maka sering dijumpai persalinan lama, inersia uteri, distosia bahu dan
perdarahan post partum.
b. Terhadap janin fungsi plasenta mencapai
puncaknya pada kehamilan 28 minggu kemudian mulai menurun terurtama setelah 42
minggu, hal ini dapat dibuktikan dengan penurunan kadarestriol kadar plasenta
dan estrogen. Rendahnya fungsi plasenta berkaitan dengan peningkatan kejadian
gawat janin dengan resiko tiga kali.
Akibat dari proses penuaan plasenta maka pasokan makanan dan oksigen akan
menurun disamping dengan adanya spasme arteri spiralis. Janin akan mengalami
pertumbuhan terhambat dan penurunan berat dalam hal ini dapat disebut dismatur.
Sirkulasi utero plasenter akan berkuarang 50% menjadi 250 mm/menit. Kematian janin
akibat kehamilan serotinus terjadi pada 30 % sebelum persalinan, 50% dalam
persalinan dan 15% dalam postnatal. Penyebab utama kematian perinatal adalah
hipoksia dan aspirasi mekonium. Tanda-tanda partus postterm dibagi menjadi tiga
stadium:
1) Stadium I : kulit menunjukkan kehilangan
verniks kaseosa dan maserasi berupa kulit kering, rapuh dan mudah mengelupas.
2) Stadium II : gejala pada stadium satu
ditambah dengan pewarnaan mekonium (kehijauan pada kulit).
3) Stadium III : pewarnaan kekeuningan pada
kuku, kulit dan tali pusat.
Pada kasus yang lain biasanya
terjadi insufisiensi plasenta. Dimana plasenta, baik secara anatomis maupun
fisiologis tidak mampu memberikan makanan dan oksigen kepada fetus untuk
mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan secara norma. Hal ini dapat
menyebabkan kematian janin dalam kandungan. Volume cairan amnion akan meningkat
sesuai dengan bertambahnya kehamilan. Pada kehamilan cukup bulan cairan amnion
1000-1500 ml, warna putih, agak keruh, serta mempunyai bau yang khas, amis, dan
agak manis, cairan ini mengandung sekitar 98% air. Sisanya terdiri dari garam
organik dan anorganik yaitu rambut lanugo (rambut halus yang berasal dari
bayi), sel-sel epitel dan forniks kaseosa (lemak yang meliputi kulit bayi.
Produksi cairan amnion sangat
dipengaruhi fungsi plasenta. Pada kehamilan serotinus fungsi plasenta akan
menurun sehingga akibatnya produksi cairan amnion juga akan berkurang. Dengan
jumlah cairan amnion dibawah 400 ml pada umur kehamilan 40 minggu atau lebih
mempunyai hubungan dengan komplikasi janin. Ini dikaitkan dengan fungsi cairan
amnion yaitu melindungi janin terhadap trauma dari luar, memungkinkan janin
bergerak bebas, melindungi suhu janin, meratakan tekanan di dalam uterus pada
partus sehingga serviks membuka, membersihkan jalan lahir pada permulaan partus
kala II. Dengan adanya oligohidramnion maka tekanan pada uterus tidak sempurna,
sehingga terkadang disertai kompresi tali pusat dan menimbulkan gawat janin.
Janin menjadi stress kemudian mengeluarkan mekonium yang akan mencemari cairan
ketuban, sehingga tak jarang terjadi aspirasi mekonium yang kental.
9.
Patways
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
10.
Asuhan keperawatan
a. Pengkajian
1)
Data subyektif
Pada tahap ini semua data
dasar dan informasi tentang pasien dikumpulkan dan dianalisa untuk mengevaluasi
keadaan pasien dan menurut keterangan dari pasien.
·
Nama pasien
Dimaksud agar dapat mengenali
klien sehingga mengurangi kekeliruan dengan pasien lain.
·
Umur
Mengetahui umur pasien sehingga dapat mengklarifikasi
adanya faktor resiko kehamilan karena faktor umur sehingga dapat dijadikan
bahan pertimbangan dalam penatalaksanaan kehamilan serotinus selanjutnya.
·
Agama dan suku bangsa
Mengetahui kepercayaan dan
adat istiadat pasien sehingga dapat mempermudah dalam melaksanakan tindakan
kebidanan.
·
Pendidikan
Untuk mengetahui tingkat
pengetahuan dan pemahaman ibu dalam memberi informasi tentang kehamilan
serotinus.
·
Pekerjaan
Mengetahui tingkat ekonomi
pasien. Hal ini perlu dikaji untuk mengetahui pola aktifitas pasien berhubungan
dengan pekerjaan.
·
Alamat
Untuk mengetahui pasien
tinggal dimana dan untuk menghindari kekeliruan bila ada dua orang pasien
dengan nama yang sama serta untuk keperluan kunjungan rumah bila perlu.
·
Identitas suami
Untuk mengetahui siapa yang bertanggung jawab bila
sewaktu – waktu dibutuhkan dan dalam pengambilan keputusan didalam keluarga.
Selain itu juga selama proses perawatan.
·
Alasan datang ke rumah sakit
Untuk mengetahui pasien
tersebut datang untuk berobat, periksa, konsultasi atau rujukan.
·
Keluhan utama
Keluhan pasien terutama dikaji
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan lamanya usia kehamilan yang tidak sesuai
dengan perkiraan persalinan. Dilihat dari gejala klinik pasien apakah gerakan
janin berkurang dari biasanya.
·
Riwayat kesehatan
-
Riwayat kesehatan sekarang
Untuk mengetahui keadaan atau kondisi pasien serta
ditanyakan apakah saat ini sedang menderita penyakit, sejak kapan, upaya apa
yang telah dilakukan, apakah sudah periksa, hal ini untuk mendeteksi penyakit
dalam kehamilan yang dapat mempengaruhi proses persalinan.
-
Riwayat kesehatan lalu
Dikaji mengenai pernah atau tidaknya ibu mengalami
kehamilan serotinus sebelumnya karena serotinus cenderung terjadi lagi pada
wanita yang mempunyai riwayat kehamilan serotinus sebelumnya.
-
Riwayat kesehatan keluaga
Untuk mengetahui kemungkinan ada yang menderita penyakit
menular, menurun, kejiwaan yang dapat mempengaruhiproses kehamilan dan
persalinan pasien, infeksi dapat berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan
janin sewaktu ibu mengandung.
·
Riwayat obstetrik
-
Riwayat perkawinan
Untuk mengetahui lamanya
perkawinan dan adanya infertilitas yang membantu dalam pertimbangan pelaksanaan
tindakan.
-
Riwayat menstruasi
Teratur / tidaknya haid untuk
mengetahui HPHT hal ini perlu dikaji untuk menentukan umur kehamilan yang
sebenarnya apabila tidak jelas bisa ditanyakan mulai kapan terasa gerakan
janin.
Jumlah haid untuk mengetahui
apakah jumlah haidnya banyak atau sedikit sehingga pasien bisa memastikan
apakah darah tersebut darah haid atauatau fleks – fleks siklus.
-
Riwayat kehamilan sekarang
Untuk mengetahui riwayat antenatal ibu apakah teratur
atau tidak, apakah sudah mendapat imunisasi TT, obat-obat apa saja yang
dikonsumsi ibu selama hamil dan apakah terdapat keluhan ataupun penyakit
penyerta kehamilan.
·
Riwayat kontrasepsi
Ditanyakan metode yang dipakai dan keluhannya karena
salah satu efek samping kontrasepsi adalah haid yang tidak teratur atau tidak
haid sehingga dapat menimbulkan ketidaktepatan dalam menentukan HPHT.
·
Pola pemenuhan kebutuhan
sehari-hari
-
Pola nutrisi
Bagaimana pola makan dan kebutuhan cairan, tersedianya
nutrisi berkaitan dengan kebutuhan metabolisme tubuh, karena masalah yang
berkaitan dengan pemenuhan nutrisi dan penyebabnya biasanya saling berkaitan.
-
Eliminasi
Menjelaskan pola dari ekskresi,
hal ini penting diketahui pola eliminasi dalam keadaan sebelum dan selama hamil
karena merupakan proses penting dalam tubuh.
-
Personal hygiene
Untuk mengetahui pola hidup
bersih dalam kehidupan sehari- hari ibu apakah kurang atau tidak karena pada
masa selama hamil sampai melahirkan rentan terhadap penyakit.
-
Pola aktivitas dan istirahat
Untuk mengetahui aktivitas ibu selama hamil , pola
istirahat ibu selama hamil apakah cukup atau tidak karena kecapaian dan kurang
istirahat dapat menurunkan daya tahan tubuh ibu selanjutnya.
-
Pola kebutuhan seksual
Untuk mengetahui apakah ada masalah dalam pemenuhan
kebutuhan seksual dan frekuensinya terutama dalam akhir kehamilan karena sperma
mengandung prostaglandin yang dapat membantu kontraksi uterus karena hal ini
baik jika dilakukan pada kehamilan serotinus.
-
Data psikososial, spiritual dan
emosional
Bertujuan untuk mengetahui hubungan ibu dengan suami dan
keluarga, hubungan kasih sayang, dukungan dari pihak keluarga. Dan juga perlu
dikaji apakah ibu dan keluarga berdoa sesuai dengan kepercayaannya demi
kelangsungan dan kelancaran persalinan dan bagaimana emosi ibu selama hamil
stabil atau tidak karena kemua hal tersebut dapat membantu proses penyelarasan
masalh ibu.
-
Keadaan sosial ekonomi
Untuk mengetahui kemampuan
pasien berkaitan dengan biaya perawatan dan pengobatan yang akan diberikan di
RS.
2)
Data obyektif
·
Keadaan umum
Baik atau lemah, tampak kesakitan atau tidak,
kesadarnnya bagaimana, badannya kurus atau gemuk, berapa tekanan darahnya,
respirasinya, suhunya, tinggi badan, berat badannya apakah normal atau tidak,
hal ini untuk mengetahui adanya ketidaknormalan keadaan umum yang dapat
mempengaruhi kehamilan dan persalinan ibu.
·
Pemeriksaan fisik
-
Kepala:
kulit kepala bersih atau tidak.
-
Muka:
pucat atau tidak, skelera ikterik atau tidak, terdapat gerakan otot wajah atau
tidak.
-
Mata:
apakah pucat atau tidak, konjungtiva anemis atau tidak, sclera ikterik tidak,
penglihatan baik atau tidak.
-
Hidung:
bersih atau tidak, penciuman terganggu atau tidak, terdapat lendir atau tidak,
ada polip atau tidak.
-
Telinga
bersih atau tidak, pendengaran baik atau tidak, terdapat cairan atau tidak.
-
Mulut:
bibir kering atau tidak, mulut bersih atau tidak, terdapat stomatitis atau
tidak.
-
Gigi:
bersih atau tidak, terdapat caries atau
tidak, gusi mudah berdarah atau tidak.
-
Leher:
terdapat pembesaran kelenjar tyroid atau tidak.
-
Ketiak:
terdapat pembesaran kelenjar limfe atau tidak.
-
Dada:
bentuknya bagaimana, terdapat retraksi dinding dada tidak, pernafasan teratur
atau tidak, bunyi jantung bagaimana.
-
Payudara:
terdapat benjolan atau tidak.
-
Perut:
terdapat luka bekas operasi atau tidak, terdapat pembesaran atau nyeri tekan
atau tidak.
-
Vulva:dari
faktor predisposisi ketuban pecah dini adalah infeksi pada genetalia.
-
Anus: terdapat hemoroid atau
tidak.
-
Ekstremitas atas dan bawah: bentuk simetris atau tidak,
terdapat kelainan anatomi fisiologi tidak, kaki oedem tidak, varices atau
tidak.
·
Pemeriksaan obstetrik
-
Muka:
terdapat kloasma gravidarum atau tidak, oedem atau tidak.
-
Payudara:
bentuknya bagaimana, aerola menghitam atau tidak, papilla menonjol atau tidak,
kolostrum sudah menonjol atau belum.
-
Perut:
a) Inspeksi: bentuknya bagaimana, terdapat
strie gravidarum atau tidak, ada linea atau tidak, ada bekas operasi atau
tidak.
b)
Palpasi:
Leopod I: tinggi fundus uteri
berapa sesuai dengan umur kehamilan tidak, pada bagian atas teraba bagian apa
dan bagaimana.
Leopod II: bagian kanan perut
ibu teraba apa dan bagaimana, kiri perut ibu teraba apa, ini untuk menentukan
posisi punggung janin.
Leopod III: bagian bawah perut
ibu teraba apa, masih bisa digoyang atau tidak,ini untuk menentukan presentasi
bagain bawah janin dalam panggul ibu dan sudah masuk pintu atas panggul belum.
Leopod IV: untuk mengetahui
apakah bagian bawah janin sudah masuk pintu
atas panggul ( PAP ) belum dan seberapa masuknya.
c)
Auskultasi:
DIJ: DIJ perlu dikaji untuk
mengetahui denyut jantung janin dalam keadaan normal atau distrees. Dengan
adanya insufisiensi plasenta maka janin mengalami hipoksia atau kekurangan
oksigen dan tekanan vena umbilicus. Hal ini disebut gawat janin. Pentingnya DIJ
adalah ada kaitanya dengan tindakan segera yaitu pengakhiran kehamilan.
d) TBJ (taksiran berat janin)
Pada kehamilan serotinus pada
umumnya ditemukan TBJ tidak sesuai dengan umur kehamilan, ini dimungkinkan bayi
menjadi besar atau makin kecil.
e) TFU (tinggi fundus uteri)
TFU pada kehamilan serotinus
perlu dijkaji untuk mengetahui apakah bertambah tinggi atau malah mengalami
penurunan. Jika mengalami penurunan dimungkinkan terjadi pertumbuhan janin yang
terlambat karena adannya insufisiensi plasenta.
f) Gerakan janin
Ditanyakan apakah gerakan
janin berkurang atau tidak, pada kehamilan serotinus biasanya disertai dengan
oligohidramnion sehingga gerakan janin terbatas.
g) Pemeriksaan dalam
Untuk mengetahui bagaimana
keadaan vagina, penipisan serviks, konsistensi serviks, kulit ketuban,
penurunan kepala, denominator dan apakah ada bagian yang menumbung. Pemeriksaan
dalam pada kehamilan serotinus penting dilakukan untuk mengetahui nilai Bishop
score sebagai syarat dilakukannya induksi persalinan dan tindakan selanjutnya.
h) Pemeriksaan penunjang
Data penunjang merupakan data
yang memperjelas atau menguatkan data subyektif yang telah ada untuk menegakkan
diagnosa. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah USG, KTG, dan pemeriksaan
penunjang yang lainnya seperti amniosintesis, pemeriksaan serologi air ketuban.
b. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
pada pasien dengan serotinus antara lain:
Diagnosa keperawatan pada
bayi
1) Kerusakan
pertukaran gas berhubungan dengan asfiksia.
2) Gangguan perfusi jaringan berhubungan
dengan penurunan pasokan oksigen.
3) Perubahan pola nutrisi kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan penurunan pasokan nutrisi dan terhentinya
pertumbuhan janin.
4) Gangguan termoregulasi : hipotermi
berhubungan dengan suhu tubuh tidak stabil karena hilangnya lemak subkutan.
5) Resiko tinggi cedera pada janin
berhubungan dengan distress janin.
6) Resiko tinggi kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan pengelupasan kulit.
Diagnosa keperawatan pada
ibu
1) Ansietas berhubungan dengan pertus macet
2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan
terbukanya intrauterin dengan ekstrauterin
c. Rencana asuhan keperawatan
§ Rencana bagi bayinya
Diagnosa keperawatan
|
Tujuan
|
Rencana keperawatan
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
||
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan asfiksia
akibat aspirasi mekonium
|
Diharapkan klien mampu menunjukkan perbaikan
pertukaran gas/pertukaran gas normal dengan kriteria hasil sebagai berikut:
· Mempertahankan kadar Po/Pco, dalam batas
normal 40-70 cm H2O
· Suara napas normal (vesikuler)
· RR normal 40-50x/menit.
· Tidak terjadi sianosis pada pasien.
· Tidak terjadi aspirasi mekonium
· Status pernapasan eupnea (normal).
|
v Tinjau ulang informasi yang berhubungan
dengan kondisi bayi, seperti lamanya persalinan, Apgar scor, obat-obatan yang
digunankan ibu selama kehamilan, termasuk betametason.
v Perhatikan usia gestasi, berat badan,
dan jenis kelamin.
v Kaji status pernapasan, perhatikan
tanda-tanda distress pernapasan (mis., takipnea, pernapasan cuping hidung,
ronki, atau krakels).
v Gunakan pemantau oksigen transkutan atau
oksimeter nadi.
v Hisap hidung dan orofaring dengan
hati-hati, sesuai kebutuhan.
v Pantau masukan dan haluaran cairan.
v Observasi terhadap tanda dan lokasi
sianosis.
v Pantau pemeriksaan laboratorium, dengan
tepat grafik seri GDA.
v Pantau jumlah pemberian oksigen dan
durasi pemberian.
v Catat fraksi oksigen dalam udara
inspirasi (FIO2) setiap jam.
v Mulai drinase postural, fisioterapi
dada, vibrasi lobus setiap 2 jam, sesuai indikasi, perhatikan toleransi bayi
terhadap prosedur.
v Berikan makanan dengan selang
nasogastrik atau orogastrik sebagai pengganti pemberian makanan dengan ASI,
bila tepat.
v Berikan obat-obatansesuai indikasi:
Natrium bikarbonat
|
v Persalinan lama meningkatkan resiko
hipoksia, dan depresi pernapasan dapat terjadi setelah pemberian atau
penggunaan obat oleh ibu.
v Neonatus lahir lebih dari 42 minggu
beresiko terjadinya aspirasi mekonium.
v Takipnea menandakan distress pernapasan,
khususnya bila pernapasan lebih besar dari 60x/menit setelah 5 jam kehidupan
pertama.
v Memberikan pemantauan noninvasif konstan
terhadap kadar oksigen.
v Mungkin perlu untuk mempertahankan
kepatenan jalan napas.
v Dehidrasi merusak kemampuan untuk
membersihkan jalan napas saat mucus menjadi kental.
v Sianosis adalah tanda lanjut dari PaO2
rendah.
v Hipoksemia, hiperkapnia, dan asidosis
menurunkan produksi surfaktan.
v Kadar oksigen serum tinggi yang lama
disertai dengan tekanan tinggi yang lama diakibatkan dari IPPB dapat
mempredisposisikan bayi pada displasia bronkopulmonal.
v Jumlah oksigen yang diberikan,
diekspresikan sebagai FIO2 ditentukan secara individu,
berdasarkan sampel darah kapiler.
v Memudahkan penghilangan sekresi. Lama
waktu yang digunakan setiap lobus dihubungkan dengan toleransi bayi.
v Menurunkan kebutuhan oksigen,
meningkatkan istirahat, menghemat energi, menurunkan resiko aspirasi.
v Penggunaan natrium bikarbonat yang
hati-hati dapat membantu mengembalikan pH kedalam rentang normal.
|
Resiko tinggi cedera janin
berhubungan dengan distress janin.
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan
penurunan pasokan oksigen.
|
Diharapkan klien mampu mempertahankan kehamilan
sampai janin benar-benar viable untuk hidup dengan kriteria hasil sebagai
berikut:
· Tidak ada cedera yang terjadi pada
pasien.
Diharapkan
pasien menunjukkan peningkatan perfusi jaringan dengan kriteria hasil
sebagai berikut:
· Tanda-tanda vital dalam batas normal
TD : 80/46 mmHg
RR : 40-50 x/menit
Suhu : 370
Nadi : 120-140 x/menit
· Kapileri refill kurang dari 3 detik.
· Akral hangat.
· Tidak terdapat sianosis
|
v Auskultasi dan laporkan irama jantung
janin, perhatikan kekuatan , regularitas, dan frekuensi. Perhatikan adanya
perubahan pada gerakan janin. Catat perkiraan tanggal kelahiran ( PTK ) dan
tinggi fundus.
v Kaji kondisi ibu dan adanya kontraksi
uterus atau tanda-tanda lain dari ancaman kelahiran
v Siapkan ibu untuk prosedur pembedahan,
sesuai indikasi ( rujuk pada DK: cedera, resiko terhadap ibu )
v Bantu dengan ultrasonografi, bila
diindikasikan.
v Catat perubahan dalam tingkat kesadaran
keluhan sakit kepala, pusing, terjadinya defisit sensori/motor
v Pantau tanda vital. Catat kehangatan,
pengisian kapiler.
v Pertahankan pemasukkan cairan adekuat. Awasi haluaran urin.
v Kaji ekstremitas bawah untuk tekstur
kulit, edema, luka.
v Pertahankan suhu lingkungan dan
kehangatan tubuh.
v Berikan cairan (IV/peroral) sesuai
indikasi
v Berikan oksigen tambahan yang sesuai
dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien.
|
v Menandakan kesejahteraan janin. PTK
membantu memberikan perkiraan kasar tentang usia janin untuk membantu
merencanakan kesempatan viabilitas.
v Bila dilatasi servik berlanjut ( 4 cm
atau lebih ) atau terjadi kontraksi uterus teratur, kemungkinan
mempertahankan kehamilan adalah kecil.
v Pemasangan jahitan servik dapat
mempertahankan kehamilan sampai janin mencapai tahap viabilitas
v Memberikan gambaran lebih akurat dari
maturitas dan usia gestasi janin.
v Perubahan dapat menunjukkan penurunan
perfusi pada SSP akibat iskemia atau infark.
v Perubahan menunjukkan penurunan
sirkulasi/hipoksia yang meningkatkan oklusi kapiler.
v Dehidrasi tidak menyebabkan hipovolemia
tetapi menyebabkan oklusi kapiler.
v Penurunan sirkulasi perifer sering
menimbulkan perubahan dermal dan pelambatan penyembuhan.
v Mencegah vasokonstriksi, membantu dalam
mempertahankan sirkulasi dan perfusi.
v Mendukung volume sirkulasi/perfusi ke jaringan.
v Dapat memperbaiki atau mencegah memburuknya hipoksia.
|
Gangguan termoregulasi : hipotermi berhubungan
dengan suhu tubuh tidak stabil karena hilangnya lemak subkutan.
|
Diharapkan klien mampu menunjukkan peningkatan
suhu tubuh/suhu tubuh normal (36,5-370C) dengan kriteria hasil
sebagai berikut:
· Peningkatan suhu 36,5-370C.
· Pasien tidak mengalami stress dingin.
· Bayi tenang dan tidak rewel.
|
v Kaji suhu tubuh dengan sering.
v Tempatkan bayi pada penghangat, isolate,
incubator, tempat tidur terbuka dengan penyebaran hangat.
v Gunakan lampu pemanas selama prosedur.
v Kurangi pemajanan pada aliran udara,
hindari pembukaan pagar isolate yang tidak semestinya.
v Ganti pakaian atau linen tempat tidur
bila basah. Pertahankan kepala bayi tetap tertutup.
v Berikan penghangatan bertahap untuk bayi
dengan stress dingin.
|
v Hipotermia membuat bayi cenderung pada stress dingin.
v Mempertahankan lingkungan termonetral, membantu mencegah stress
dingin.
v Menurunkan kehilangan panas pada
lingkungan yang lebih dingin dari ruangan.
v Menurunkan kehilangan panas karena
konveksi/konduksi. Membatasi kehilangan panas.
v Menurunkan kehilangan melalui evaporasi.
v Peningkatan suhu tubuh yang cepat dapat
menyebabkan konsumsi oksigen berlebihan dan apnea.
|
Resiko tinggi kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan pengelupasan kulit.
|
Diharapkan klien dapat mempertahankan keutuhan
kulit dengan kriteria hasil sebagai berikut:
· klien tidak tampak adanya pengelupasan
dan meserasi pada kulit.
· Tidak ada kulit kering pada bayi.
· Terjaga kelembabannya kulitnya.
|
v Kaji /catat ukuran, warna, keadaan
luka/kondisi sekitar luka.
v Lakukan kompres basah dan sejuk.
v Lakukan perawatan luka dan hygiene
(seperti mandi), sesudah itu keringkan kulit dengan hati-hati dan taburi
bedak yang tidak iritatif.
v Berikan prioritas untuk meningkatkan
kenyamanan dan kehangatan pasien.
|
v Mengidentifikasi terjadinya komplikasi.
v Merupakan tindakan protektif yang dapat
mengurangi nyeri.
v Memungkinkan pasien lebih bebas bergerak
dan meningkatan kenyamanan pasien.
v Mempercepat proses rehabilitasi pasien
|
§ Rencana bagi ibunya
No
|
Diagnosa keperawatan
|
Tujuan
|
Rencana keperawatan
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
|||
|
Ansietas berhubungan dengan
partus macet.
Resiko tinggi infeksi
berhubungan dengan jalan lahir kontak terlalu lama dengan ekstrauteri.
|
Diharapkan klien mampu menunjukkan berkurangnya
rasa cemas dan mampu mempertahankan koping yang positif dengan criteria hasil
sebagai berikut:
· Klien merasa tenang dan optimis dengan
persalinannya.
· Klien dapat menggunakan teknik relaksasi
distraksi atau napas dalam dengan efektif.
· Menggungkapkan pemahaman situasi
individu dan kemungkinan hasil akhir.
· Klien tampak rileks, tanda-tanda vital
dalam batas normal
TD : 120/80 mmHg
RR : 18-24 x/menit
Nadi: 80-100 x/menit
Diharapkan klien mampu menunjukkan bebas dari
tanda-tanda infeksi dengan kriteria hasil sebagai berikut:
· Suhu tubuh normal 36,5-370C.
· Kontaminasi dapat diminimalkan.
· Cairan amniotic jernih, hampir tidak
berwarna dan berbau.
Pada pemeriksaan
laboratorium jumlah leukosit dalam batas normal yaitu 5000-10000 mm3.
|
v Jelaskan prosedur intervensi keperawatan
dan tindakan. Pertahankan komunikasi terbuka, diskusikan dengan klien
kemungkinan efek samping dan hasil, pertahankan sikap optimis.
v Orientasikan klien dengan pasangan pada
lingkungan persalinan.
v Anjurkan tehnik relaksasi seperti teknik
distraksi atau napas dalam
v Anjurkan penggungkapan rasa takut atau
masalah.
v Pantau tanda-tanda vital.
v Tekankan pentingnya cuci tangan yang
baik dan tepat.
v Gunakan teknik aseptik selama melakukan
pemeriksaan vagina (VT).
v Pantau tanda-tanda vital dan nilai
leukosit.
v Pantau dan gambarkan karakteristik dari
cairan amniotic.
|
v Pengetahuan tentang alasan untuk aktifitas ini dapat
menurunkan rasa takut dari ketidaktahuan.
v Membantu klien dan orang terdekat merasa
mudah dan lebih nyaman pada sekitar kita.
v Memungkinkan klien untuk merileksasikan
otot-otot supaya tidak tegang.
v Dapat membantu menurunkan ansietas dan
merangsang identifikasi perilaku koping.
v TTV dapat berubah karena ansietas.
v Menurunkan resiko yang menyebabkan
penyebaran agen infeksius.
v Membantu mencegah pertumbuhan bakteri,
membatasi kontaminasi dari pencapaian ke vagina.
v Dalam 4 jam setelah membrane rupture,
insiden korioamnionitis meningkat secara progresif, ditunjukkan dengan
perubahan TTV dan jumlah sel darah pulih.
v Pada infeksi cairan amnionitik menjadi lebih kental dan kuning pekat
dengan bau yang tidak sedap.
|
B.
TINJAUAN TEORI MEDIS KETUBAN PECAH DINI
1. Definisi
a.
Ketuban
pecah dini adalah keluarnya cairan berupa airdari vagina setelah kehamilan
berusia 22 minggu sebelum proses persalinan berlangsung. ( saifudin, 2002 )
b.
Ketuban
pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan mulai dan
ditunggu satu jam sebelum dimulainya tanda persalinan. Waktu sejak pecah
ketuban sampai terjadi kontraksi rahim ( periode laten ). ( manuaba, 2001 )
c.
Ketuban
pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu yaitu bila pembukaan pada
primipara kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. ( Mochtar, 1998 )
d.
Ketuban pecah dini adalah
pecahnya ketuban sebelum terjadi proses persalinan berlangsung. ( Prawirohardjo,
2002 ).
2.
Etiologi
Penyebab dari ketuban pecah dini masih belum jelas dan
tidak dapat dipastikan apa penyebabnya, akan tetapi penyebab ketuban pecah dini
mempunyai dimensi multifaktor dijabarkan sebagai berikut:
a.
Servik inkompeten
Servik dengan suatu kelainan anatomi yang nyata,
disebabkan laserasi sebelumnya melalui ostium uteri internum atau pada servik
yang terjadinya dilatasi berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules dan diikuti dengan
penonjolan dan robekan selaput janin dalam masa kehamilan trimester dua dan
tiga ( Prawirohardji, 2002 )
b.
Infeksi
Infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada
selaput ketuban dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan kulit ketuban
dapat pecah, misalnya aminonitis atau kasioaminionitis, infeksi genetalia, (
Manuaba, 1998).
c.
Ketegangan rahim berlebihan
Ketegangan rahim berlebihan
seperti kehamilan ganda dan hidramion. Peningkatan tekanan distensi pada kulit
ketuban diatas ostium uteri internum pada servik yang sudah terbuka atau
peningkatan tekanan pada intra uterin yang meninggi secara mendadak ( Manuaba,
1998 )
d.
Kelainan letak janin dalam
rahim
Kelainan letak berarti tidak
ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul ( PAP ) yang dapat
menghalangi tekanan terhadap membrane bagian bawah.( Manuaba,
1998 )
e.
Kelainan bawaan dari selaput
ketuban
Kelainan bawaah dari selaput ketuban misalnya pada
selaput ketuban yang terlalu tipis sehingga sangat mudah pecah.
f.
Kemungkinan kesempitan panggul
Ini sering terjadi padaperut gantung bagian terendah
belum masuk pintu atas panggul ( PAP ), safalopelvik disproporsi, dimana tidak
dapat menghalangi tekanan terhadap membrane bagian bawah, atau tidak dapat
tertutup secara sempurna.
3.
Patofisiologi
a.
Terjadi pembukaan premature
serviks
b. Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat
kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi.
c. Bila terjadi pembukaan serviks, maka
selaput ketuban sangat lemah dan mudah pecah dan terjadi pengeluaran air
ketuban.
d. Melemahnya daya tahan ketuban dapat
dipercepat dengan infeksi yang mengeluarkan enzim:
1)
Enzim proteolitik
2)
Enzim kolegenase
4.
Manifestasi Klinis
a.
Keluar air ketuban warna putih
keruh, jernih, kuning, hijau atau kecoklatan. Dapat keluar sedikit-sedikit atau
sekaligus banyak.
b. Dapat disertai demam bila sudah ada
infeksi.
c.
Janin mudah diraba.
d. Pada pemeriksaan dalam kasus KPD yang
perlu dikaji adalah
§ Untuk mengetahui bagaimana keadaan vagina
§ Penipisan serviks
§ Konsistensi serviks
§ Kulit ketuban
§ Penurunan kepala
§ Denominator dan apakah ada bagian yang
menumbung
§ Bagian terbawah dari janin
§ Point of direction
e. Pada pemeriksaan dengan inspekulo tampak
air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada dan air ketuban sudah
kering.
5.
Pemeriksaan Diagnostik
a.
Ultrasonografi (USG)
USG dapat mengidentifikasi
kehamilan ganda, anomaly janin, atau melokalisasi kantong cairan amnion pada
amniosintesis.
b.
Pemantauan Janin
Membantu dalam mengevaluasi
janin, dapat dilakukan dengan evaluasi DJJ menggunakan funduskop.
c.
Protein C-Reaktif
Peningkatan protein C-Reaktif
serum menunjukkan peningkatan korioamnionitis.
d.
Tes Lakmus (tes nitrazin)
Jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru
menunjukkan adanya cairan ketuban (alkalis). Darah dan infeksi vagina dapat
mengahasilkan tes positif palsu.
e.
Tes Pakis
Dengan meneteskan cairan
ketuban pada gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopis
mununjukkan kristal cairan amnion dan gambaran daun pakis.
f.
Pemeriksaan inspekulo
Nilai apakah cairan ketuban diforniks
posterior dan mengambil sample cairan untuk pemeriksaan bakteriologis.
6.
Penatalaksanaan
a.
Penanganan Umum
1) Konfirmasi usia kehamilan, kalau ada
dengan USG.
2) Lakukan pemeriksaan inspekulo untuk
menilai cairan yang keluar (jumlah, warna, bau) dan membedakannya dengan yang
urine. Dengan pemeriksaan tes lakmus, bila kertas lakmus biru menunjukkan air
ketuban (basa), dan bila kertas lakmus merah menunjukkan cairan urin (asam).
3) Jika ibu mengeluh pendarahan pada akhir
kehamilan (setelah 32 minggu), jangan lakukan pemeriksaan dalam secara digital.
4)
Tentukan ada tidaknya infeksi.
5)
Tentukan tanda-tanda inpartu.
b.
Penanganan Khusus
Konfirmasi diagnosis
1)
Bau cairan ketuban yang khas.
2)
Jika keluarnya cairan ketuban
sedikit-sedikit, tampung cairan yang keluar dan nilai 1 jam kemudian
3) Dengan spekulum, lakukan pemeriksaan
inspekulo. Nilai apakah cairan keluar melalui ostium uteri atau terkumpul di
forniks posterior.
c.
Penanganan Konservatif
1)
Rawat di runah sakit.
2) Berikan antibiotika (ampisilin 4x500 mg,
atau eritromisin bila tidak tahan ampisilin) dan metronidazole 2x500 mg selama
7 hari.
3) Jika umur kehamilan < 32-34 minggu,
dirawat selama air ketuban masih keluar atau sampai air ketuban tidak keluar
lagi.
4) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum
inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negative, beri dexametasone, observasi
tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan janin, terminasi pada kehamilan 37
minggu.
5) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah
inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), dexametasone dan lakukan induksi sesudah 24 jam.
6) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada
infeksi, beri antibiotika dan lakukan induksi.
7) Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit,
tanda-tanda infeksi intra uterin). Klien dianjurkan pada posisi trendelenburg
untuk menghindari prolaps tali pusat.
d.
Penanganan Aktif
1) Kehamilan > dari 37 minggu, induksi
dengan oksitosin, bila gagal seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprotal 50
µg intravena tiap 6 jam maksimal 4 kali.
2) Bila ada tanda-tanda infeksi berikan
antibiotika dosis tinggi dan persalinan diakhiri:
·
Bila
skor pelvic < 5, lakukan pematangan serviks kemudian induksi, jika tidak berhasil
akhiri persalinan dengan SC.
·
Bila
skor pelvic > 5, lakukan induksi persalinan, partus pervaginam.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Penjelasan skema
penatalaksanaan
§ Pada KPD kehamilan aterm bila skor pelviks
> 5 cm terdapat tanda-tanda inpartu lakukan persalinan pervaginam, dan bila
belum ada tanda inpartu lakukan induksi dengan oksitosin, jika berhasil lakukan
persalinan pervaginam dan bila gagal lakukan SC.
§ Pada KPD kehamilan aterm skor pelvik <
5 cm lakukan pematangan serviks dengan oksitosik atau prostaglandin dan pantau
selama 12 jam, dari hasil pematangan serviks skor < 5 cm ada tanda-tanda
inpartu lakukan persalinan pervaginam., skor serviks < 5 cm belum inpartu
lakukan induksi dan bila berhasil lakukan persalinan pervaginam, bila gagal
lakukan SC.
§ Pada KPD kehamilan aterm dilakukan
penatalaksanaan secara konservatif dan pantau maksimal 4 jam, bila skor serviks
> 5 cm belum inpartu lakukan induksi dan bila berhasil persalinan
pervaginam, bila gagal SC.
§ Skor serviks > 5 cm inpartu langsung
persalinan pervaginam.
§ Penatalaksanaan secara konservatif bila didapatkan skor serviks < 5 cm
lakukan pematangan dengan oksitosin atau prostaglandin.
7.
Komplikasi Ketuban Pecah
Dini
a.
Infeksi intrapartum
(korioamnionitis)
b. Persalinan preterm, jika terjadi pada usia
kehamilan preterm
c.
Prolaps tali pusat
d.
Oligohidramnion
8.
Pathwaysÿÿfhÿÿÿÿshpbxcÿÿumnÿÿxignoreÿÿÿÿwrk0ÿÿ
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
9.
Asuhan keperawatan
a.
Pengkajian
3)
Data subyektif
Pada tahap ini semua data
dasar dan informasi tentang pasien dikumpulkan dan dianalisa untuk mengevaluasi
keadaan pasien dan menurut keterangan dari pasien.
·
Nama pasien
Dimaksud agar dapat mengenali
klien sehingga mengurangi kekeliruan dengan pasien lain.
·
Umur
Mengetahui umur pasien
sehingga dapat mengklarifikasi adanya faktor resiko kehamilan karena faktor
umur sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam memberikan
penatalaksanaan.
·
Agama dan suku bangsa
Mengetahui kepercayaan dan
adat istiadat pasien sehingga dapat mempermudah dalam melaksanakan tindakan.
·
Pendidikan
Untuk mengetahui tingkat
pengetahuan dan pemahaman ibu dalam memberi informasi tentang persalinan.
·
Pekerjaan
Mengetahui tingkat ekonomi pasien. Hal ini perlu dikaji
untuk mengetahui pola aktifitas pasien karena pada ketuban pecah dini juga
dapat disebabkan ibu terlalu banyak beraktivitas sehingga lebih rentan
terjadinya pecah.
·
Alamat
Untuk mengetahui pasien
tinggal dimana dan untuk menghindari kekeliruan bila ada dua orang pasien
dengan nama yang sama serta untuk keperluan kunjungan rumah bila perlu.
·
Identitas suami
Untuk mengetahui siapa yang bertanggung jawab bila
sewaktu – waktu dibutuhkan dan dalam pengambilan keputusan didalam keluarga.
Selain itu juga selama proses perawatan.
·
Alasan datang ke rumah sakit
Untuk mengetahui pasien
tersebut datang rujukan atau tidak, dan untuk mengetahui keluhan pasien.
·
Keluhan utama
Pada kasus ketuban pecah dini, keluhan utama yang
dirasakan adalah pengeluaran cairan yang berwarna jernih dan berbau khas yang
sedikit – sedikit atau sekaligus banyak yang dapat keluar kapan saja.
·
Riwayat kesehatan
-
Riwayat kesehatan sekarang
Pada kasus ketuban pecah dini dikaji hal-hal yang
berkaitan dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini misalnya penyakit
menular seperti infeksi genetalia, merupakan faktor predisposisi selaput
ketuban menjadi lemah.
-
Riwayat kesehatan lalu
Pada riwayat kesehatan lalu,
perlu dikaji mengenai riwayat kesempitan panggul karena juga merupakan salah
satu dari faktor predisposisi ketuban pecah dini.
-
Riwayat kesehatan keluaga
Untuk mengetahui kemungkinan adanya pengaruh penyakit
keluarga terhadap gangguan kesehatan pasien, misalnya: penyakit keturunan
menular, kelainan bawaan dan keturunan kembar, misalanya pada kehamilan kembar
dapat menyebabkan ketegangan rahim yang berlebihan atau tekanan intra uterin
yang meninggi secara mendadak sehingga selaput mudah pecah.
·
Riwayat obstetrik
-
Riwayat perkawinan
Untuk mengetahui lamanya
perkawinan dan adanya infertilitas yang membantu dalam pertimbangan pelaksanaan
tindakan.
-
Riwayat menstruasi
Untuk mengetahui hari pertama haid terakhir ( HPHT ) untuk
menentukan umur kehamilan yang sebenarnya karena pada ketuban pecah dini
biasanya terjadi pada usia kehamilan 36 minggu atau lebih dari 36 minggu.
-
Riwayat kehamilan sekarang
Ditanyakan apakah pasien
memerlukan pemeriksaan antenatal secara teratur. Ini berhubungan dengan
pemantauan kehamilan dan deteksi dini persalinan dengan ketuban pecah dini,
terutama pada keluhan karena untuk memastikan kalau itu benar ketuban pecah,
selain itu untuk mengetahui apakah mendapat imunisasi TT, obat-obat apa saja yang
dikonsumsi ibu selama hamil.
·
Riwayat kontrasepsi
Ditanyakan metode yang dipakai dan keluhannya karena
salah satu efek samping kontrasepsi adalah haid yang tidak teratur atau tidak
haid sehingga dapat menimbulkan ketidaktepatan dalam menentukan HPHT.
·
Pola pemenuhan kebutuhan
sehari-hari
-
Pola nutrisi
Bagaimana pola makan dan kebutuhan cairan, tersedianya
nutrisi berkaitan dengan kebutuhan metabolisme tubuh, karena masalah yang
berkaitan dengan pemenuhan nutrisi dan penyebabnya biasanya saling berkaitan.
-
Eliminasi
Menjelaskan pola dari
ekskresi, hal ini penting diketahui pola eliminasi dalam keadaan sebelum dan
selama hamil karena merupakan proses penting dalam tubuh, dan sampai
melahirkan.
-
Personal hygiene
Untuk mengetahui pola hidup
bersih dalam kehidupan sehari- hari ibu apakah kurang atau tidak karena pada
masa selama hamil sampai melahirkan rentan terhadap penyakit.
-
Pola aktivitas dan istirahat
Untuk mengetahui aktivitas ibu selama hamil dan saat
persalinan, pola istirahat juga karena kurang istirahat atau ibu merasa
kecapaian dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga dapat mempengaruhi
persalinan nantinya.
-
Pola kebutuhan seksual
Karena pada kasus ketuban pecah dini juga disebabkan
oleh kelainan bawaan seperti selaput ketuban yang tipis dan lemah, tulang
servikal dilatasi, membrane amnion mungkin rupture, perdarahan trimester III,
persalinan preterm, uterus distensi berlebihan.
·
Data psikososial
Hal ini penting untuk dikaji
karena untuk dapat mendukung pengidentifikasi masalah untuk menentukan
diagnosa, contohnya apakah pasien merasa cemas dengan keadaan ini.
4)
Data obyektif
·
Pemeriksaan umum
-
Keadaan umum perlu dikaji
karena pada keadaan umum ibu yang lemah dapat dikarenakan oleh infeksi yang
merupakan salah satu penyebab dan komplikasi ketuban pecah dini.
-
Tanda –tanda vital
a) Tekanan darah : untuk menilai apakah
pasien mengalami hipertensi atau sebaliknya pasien mengalami penurunan tekanan
darah.
b)
Suhu
: untuk menilai apakah terjadi infeksi atau tidak karena pengaruh salah satu
dari ketuban pecah dini. Bila terjadi infeksi maka suhu
tubuh menjadi meningkat.
c) Nadi: apakah nadi teratur atau tidak,
cepat atau lambat, biasanya bila suhu meningkat dan nadi cepat karena adanya
infeksi.
·
Pemeriksaan fisik
Lebih diutamakan pemeriksaan
pada daerah yang dibawah ini untuk menjaga diagnosa.
-
Kepala:
kulit kepala bersih atau tidak.
-
Muka:
pucat atau tidak, oedem tidak.
-
Mata:
apakah pucat atau tidak, oedem atau tidak, konjungtiva anemis atau tidak,
sclera ikterik tidak, penglihatan baik atau tidak.
-
Hidung:
bersih atau tidak, penciuman terganggu atau tidak, terdapat lender atau tidak,
ada polip atau tidak.
-
Telinga
bersih atau tidak, pendengaran baik atau tidak, terdapat cairan atau tidak.
-
Mulut:
bibir kering atau tidak, mulut bersih atau tidak, terdapat stomatitis atau
tidak.
-
Gigi:
bersih atau tidak, terdapat caries atau
tidak, gusi mudah berdarah atau tidak.
-
Leher:
terdapat pembesaran kelenjar tyroid atau tidak.
-
Ketiak:
terdapat pembesaran kelenjar limfe atau tidak.
-
Dada:
bentuknya bagaimana, terdapat retraksi dinding dada tidak, pernafasan teratur
atau tidak, bunyi jantung bagaimana.
-
Payudara:
terdapat benjolan atau tidak.
-
Perut:
terdapat luka bekas operasi atau tidak, terdapat pembesaran atau nyeri tekan
atau tidak.
-
Vulva:dari
faktor predisposisi ketuban pecah dini adalah infeksi pada genetalia.
-
Anus: terdapat hemoroid atau
tidak.
-
Ekstremitas atas dan bawah: bentuk simetris atau tidak,
terdapat kelainan anatomi fisiologi tidak, kaki oedem tidak, varices atau
tidak.
·
Pemeriksaan obstetrik
-
Muka:
terdapat kloasma gravidarum atau tidak, oedem atau tidak.
-
Payudara:
bentuknya bagaimana, aerola menghitam atau tidak, papilla menonjol atau tidak,
kolostrum sudah menonjol atau belum.
-
Perut:
a) Inspeksi: bentuknya bagaimana, terdapat
strie gravidarum atau tidak, ada linea atau tidak, ada bekas operasi atau
tidak.
b)
Palpasi:
Leopod I: tinggi fundus uteri
berapa sesuai dengan umur kehamilan tidak, pada bagian atas teraba bagian apa
dan bagaimana.
Leopod II: bagian kanan perut
ibu teraba apa dan bagaimana, kiri perut ibu teraba apa, ini untuk menentukan
posisi punggung janin.
Leopod III: bagian bawah perut
ibu teraba apa, masih bisa digoyang atau tidak,ini untuk menentukan presentasi
bagain bawah janin dalam panggul ibu dan sudah masuk pintu atas panggul belum.
Leopod IV: untuk mengetahui
apakah bagian bawah janin sudah masuk pintu
atas panggul ( PAP ) belum dan seberapa masuknya.
c)
Auskultasi:
DIJ: DIJ perlu dikaji untuk
mengetahui denyut jantung janin dalam keadaan normal atau distrees. Dengan
adanya insufisiensi plasenta maka janin mengalami hipoksia atau kekurangan
oksigen dan tekanan vena umbilicus. Hal ini disebut gawat janin. Pentingnya DIJ
adalah ada kaitanya dengan tindakan segera yaitu pengakhiran kehamilan.
-
TBJ ( taksiran berat janin)
Untuk menentukan taksiran
berat janin sesuai dengan umur kehamilan atau tidak, ini kemungkinan bayi bayi
menjadi besar atau makin kecil.
-
TFU ( tinggi fundus uteri )
TFU pada jehamilan perlu dikaji untuk mengetahui untuk
apakah bertambah tinggi atau mungkin mengalami
-
His:
karena untuk menentukan apakah persalinan dengan ketuban pecah dini perlu
segera diinduksi atau konservatif.
-
Pengeluaran
pervaginam: apakah cairan yang keluar berwarna putih keruh, jernih, kuning,
hijau atau kecoklatan dan keluar dengan secara sedikit-sedikit atau sekaligus
banyak.
-
Pemeriksaan dalam:
untuk mengetahui bagaimana keadaan vagina dan kemajuan
persalinan seperti penipisan serviks, konsistensi servik, kulit ketuban,
penurunan kepala apakah ada bagian yang menumbung, dan untuk mengetahui nilai
bishop score sebagai syarat dilakukan induksi persalinan dan tindakan
selanjutnya.
·
Pemeriksaan penunjang
Data penunjang merupakan data yang memperjelas atau
menguatkan data subyektif yang telah ada untuk menegakkan diagnosa, data
penunjang ditetapkan melalui pemeriksaan yang dilaksanakan sebagai bentuk
kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain seperti laboratorium untuk pemeriksaan
sel darah merah, apakah ibu mengalami anemia atau tidak.
b. Diagnosa keperawatan yang muncul pada
pasien dengan ketuban pecah dini (KPD).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada Ibu
5) Hipertermia berhubungan dengan infeksi
kerena paparan kuman pathogen.
6) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan
jalan lahir kontak terlalu lama dengan ekstrauteri.
7)
Ansietas berhubungan dengan
partus lama
8) Nyeri berhubungan dengan berkurangnya
cairan amnion (oligohidramnion).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada bayi
1) Kerusakan
pertukaran gas berhubungan dengan sesak napas yang diakibatkan
berkurangnya pemenuhan O2.
2) Resiko tinggi cedera terhadap janin
berhubungan dengan distress janin, hipoksia jaringan.
3) Hipotermia berhubungan dengan tidak
stabilnya suhu tubuh karena lemak bawah kulit berkurang.
b.
Intervensi keperawatan untuk
ibu
No
|
Diagnosa keperawatan
|
Tujuan
|
Rencana keperawatan
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
|||
|
Hipertermia berhubungan
dengan infeksi kerena paparan kuman pathogen.
|
Diharapkan klien mampu menunjukkan penurunan
suhu tubuh/suhu tubuh normal (36,5-370C) dengan kriteria hasil
sebagai berikut:
· Tanda-tanda vital dalam batas normal.
TD : 120/80 mmHg
RR : 18-24 x/menit
Nadi: 80-100 x/menit
Suhu : 36,5-370C.
· Pesien menunjukkan sikap rileks.
· Suhu tubuh pasien turun dengan
penggunaan antipiretik.
· Infeksi tidak terjadi.
|
v Observasi suhu tubuh
v Berikan kompres dengan durasi 20-30
menit. Biasanya paling baik dimulai dengan air hangat dan secara bertahap
tambahkan yang lebih dingin sampai suhu tercapai, tetapi tidak menyebabkan
menggigil.
v Gunakan tindakan pendinginan seperti:
-
Tingkatkan sirkulasi udara.
-
Kenakan pakaian berbahan
katun.
Kolaborasi
v Berikan antipiretik untuk menurunkan
hipertermi.
v Berikan antibiotik untuk meminimalkan
|
v Peningkatan suhu tubuh mengindikasikan
adanya infeksi.
v Menurunkan suhu tubuh secara bertahap.
v Mengurangi peningkatan suhu tubuh yang berlebihan.
|
|
Resiko tinggi infeksi
berhubungan dengan jalan lahir kontak terlalu lama dengan ekstrauteri.
|
Diharapkan klien mampu menunjukkan bebas dari
tanda-tanda infeksi dengan kriteria hasil sebagai berikut:
· Suhu tubuh normal 36,5-370C.
· Kontaminasi silang tidak terjadi.
· Cairan amniotic jernih, hamper tidak
berwarna dan berbau.
· Pada pemeriksaan laboratorium jumlah
leukosit dalam batas normal yaitu 5000-10000 mm3.
|
v Tekankan pentingnya cuci tangan yang
baik dan tepat.
v Gunakan teknik aseptik selama melakukan
pemeriksaan vagina (VT).
v Pantau tanda-tanda vital dan nilai
leukosit.
v Pantau dan gambarkan karakteristik dari
cairan amniotic.
|
v Menurunkan resiko yang menyebabkan
penyebaran agen infeksius.
v Membantu mencegah pertumbuhan bakteri,
membatasi kontaminasi dari pencapaian ke vagina.
v Dalam 4 jam setelah membrane rupture,
insiden korioamnionitis meningkat secara progresif, ditunjukkan dengan
perubahan TTV dan jumlah sel darah pulih.
v Pada infeksi cairan amnionitik menjadi lebih kental dan kuning pekat
dengan bau yang tidak sedap.
|
|
Ansietas berhubungan dengan partus lama
|
Diharapkan klien mampu menunjukkan berkurangnya
rasa cemas dan mampu mempertahankan koping yang positif dengan criteria hasil
sebagai berikut:
· Klien merasa tenang dan optimis dengan
persalinannya.
· Klien dapat Menggungkapkan pemahaman
situasi dan kemungkinan hasil akhir.
· Klien dapat menerapkan teknik relaksasi
seperti napas dalam dan distraksi efektif
· Klien tampak rileks, tanda-tanda vital
dalam batas normal
TD : 120/80 mmHg
RR : 18-24 x/menit
Nadi: 80-100 x/menit
Suhu : 36,5-370C.
|
v Jelaskan prosedur intervensi keperawatan
dan tindakan. Pertahankan komunikasi terbuka, diskusikan dengan klien
kemungkinan efek samping dan hasil, pertahankan sikap optimis.
v Orientasikan klien dengan pasangan pada
lingkungan persalinan.
v Anjurkan tehnik relaksasi seperti napas
dalam dan distraksi.
v Anjurkan penggungkapan rasa takut atau
masalah.
v Pantau tanda-tanda vital.
|
v Pengetahuan tentang alasan untuk aktifitas ini dapat
menurunkan rasa takut dari ketidaktahuan.
v Membantu klien dan orang terdekat merasa
mudah dan lebih nyaman pada sekitar kita.
v Memungkinkan klien untuk merileksasikan
otot-otot supaya tidak tegang.
v Dapat membantu menurunkan ansietas dan
merangsang identifikasi perilaku koping.
v TTV dapat berubah karena ansietas.
|
|
Nyeri berhubungan dengan
berkurangnya cairan amnion (oligohidramnion).
|
Diharapkan klien mampu menunjukkan penurunan
rasa nyeri/nyeri dapat ditoleransi dengan kriteria hasil sebagai berikut:
· Klien tampak rileks atau tenang terlihat
dari isyarat verbal dan nonverbal.
· Klien dapat menerapkan teknik relaksasi
seperti napas dalam dan distraksi efektif.
· Klien menunjukkan perhatian dan
orientasi yang baik.
· Nyeri berada pada skala 0.
|
v Kaji derajat ketidaknyamanan melalui
isyarat verbal dan non verbal, perhatikan pengaruh budaya pada respons nyeri.
v Anjurkan penggunaan tehnik non farmakologis
seperti napas dalam, relaksasi.
v Berikan lingkungan yang tenang.
v Berikan analgesic bila ada program
medik.
|
v Tindakan dan reaksi nyeri adalah
individu dan berdasarkan pengalaman masa lalu, memahami perubahan fisiologis
dan latar belakang budaya.
v Membantu mengurangi nyeri
v Lingkungan yang kondusif dapat membantu
klien untuk beristirahat secar maksimal.
v Penggunaan agen farmakologis secara
tepat membantu klien mengurangi nyeri.
|
Intervensi keperawatan untuk bayi
No
|
Diagnosa keperawatan
|
Tujuan
|
Rencana keperawatan
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
|||
|
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan sesak
napas yang diakibatkan berkurangnya pemenuhan O2.
|
Diharapkan klien mampu menunjukkan perbaikan
pertukaran gas/pertukaran gas normal dengan kriteria hasil sebagai berikut:
· Mempertahankan kadar Po/Pco, dalam batas
normal (DBN).
· Suara napas normal.
· RR normal 30-60x/menit.
· Gas darah dalam batas normal.
|
v Tinjau ulang informasi yang berhubungan
dengan kondisi bayi, seperti lamanya persalinan, Apgar scor, obat-obatan yang
digunankan ibu selama kehamilan, termasuk betametason.
v Perhatikan usia gestasi, berat badan,
dan jenis kelamin.
v Kaji status pernapasan, perhatikan
tanda-tanda distress pernapasan (mis., takipnea, pernapasan cuping hidung,
ronki, atau krakels).
v Gunakan pemantau oksigen transkutan atau
oksimeter nadi.
v Hisap hidung dan orofaring dengan
hati-hati, sesuai kebutuhan.
v Pantau masukan dan haluaran cairan.
v Observasi terhadap tanda dan lokasi
sianosis.
v Pantau pemeriksaan laboratorium, dengan
tepat grafik seri GDA.
v Pantau jumlah pemberian oksigen dan
durasi pemberian.
v Catat fraksi oksigen dalam udara inspirasi
(FIO2) setiap jam.
v Mulai drinase postural, fisioterapi
dada, vibrasi lobus setiap 2 jam, sesuai indikasi, perhatikan toleransi bayi
terhadap prosedur.
v Berikan makanan dengan selang
nasogastrik atau orogastrik sebagai pengganti pemberian makanan dengan ASI,
bila tepat.
v Berikan obat-obatansesuai indikasi:
Natrium bikarbonat
Surfaktan (artificial atau eksogen).
|
v Persalinan lama meningkatkan resiko hipoksia,
dan depresi pernapasan dapat terjadi setelah pemberian atau penggunaan obat
oleh ibu.
v Noenatus lahir sebelum gestasi minggu
ke-30 beresiko tinggi terhadap terjadinya RDS.
v Takipnea menandakan distress pernapasan,
khususnya bila pernapasan lebih besar dari 60x/menit setelah 5 jam kehidupan
pertama.
v Memberikan pemantauan noninvasif konstan
terhadap kadar oksigen.
v Mungkin perlu untuk mempertahankan
kepatenan jalan napas.
v Dehidrasi merusak kemampuan untuk
membersihkan jalan napas saat mucus menjadi kental.
v Sianosis adalah tanda lanjut dari PaO2
rendah.
v Hipoksemia, hiperkapnia, dan asidosis
menurunkan produksi surfaktan.
v Kadar oksigen serum tinggi yang lama
disertai dengan tekanan tinggi yang lama diakibatkan dari IPPB dapat
mempredisposisikan bayi pada displasia bronkopulmonal.
v Jumlah oksigen yang diberikan,
diekspresikan sebagai FIO2 ditentukan secara individu,
berdasarkan sampel darah kapiler.
v Memudahkan penghilangan sekresi. Lama
waktu yang digunakan setiap lobus dihubungkan dengan toleransi bayi.
v Menurunkan kebutuhan oksigen,
meningkatkan istirahat, menghemat energi, menurunkan resiko aspirasi.
v Penggunaan natrium bikarbonat yang
hati-hati dapat membantu mengembalikan pH kedalam rentang normal.
v Mungkin diberikan pada kelahiran atau
setelah didiagnosis RDS untuk menurunkan beratnya kondisi dan komplikasi yang
berhubungan.
|
|
Resiko tinggi cedera janin
berhubungan dengan distress janin.
|
Diharapkan klien mampu mempertahankan kehamilan
sampai janin benar-benar viable untuk hidup dengan kriteria hasil sebagai
berikut:
· Tidak ada cedera yang terjadi pada
pasien.
|
v Auskultasi dan laporkan irama jantung
janin, perhatikan kekuatan , regularitas, dan frekuensi. Perhatikan adanya
perubahan pada gerakan janin. Catat perkiraan tanggal kelahiran ( PTK ) dan
tinggi fundus.
v Siapkan ibu untuk prosedur pembedahan,
sesuai indikasi ( rujuk pada DK: cedera, resiko terhadap ibu )
v Bantu dengan ultrasonografi, bila
diindikasikan.
|
v Menandakan kesejahteraan janin. PTK
membantu memberikan perkiraan kasar tentang usia janin untuk membantu
merencanakan kesempatan viabilitas.
v Pemasangan jahitan servik dapat
mempertahankan kehamilan sampai janin mencapai tahap viabilitas
v Memberikan gambaran lebih akurat dari
maturitas dan usia gestasi janin.
|
|
Hipotermia berhubungan dengan tidak stabilnya
suhu tubuh karena lemak bawah kulit berkurang.
|
Diharapkan klien mampu menunjukkan peningkatan
suhu tubuh/suhu tubuh normal (36,5-370C) dengan kriteria hasil
sebagai berikut:
· Suhu 36,5-370C
· RR 30-60x/menit
· Nadi 120-140x/menit.
· Klien tidak mengalami stress dingin.
|
v Kaji suhu tubuh dengan sering.
v Tempatkan bayi pada penghangat, isolate,
incubator, tempat tidur terbuka dengan penyebaran hangat.
v Gunakan lampu pemanas selama prosedur.
v Kurangi pemajanan pada aliran udara,
hindari pembukaan pagar isolate yang tidak semestinya.
v Ganti pakaian atau linen tempat tidur
bila basah. Pertahankan kepala bayi tetap tertutup.
v Berikan penghangatan bertahap untuk bayi
dengan stress dingin.
|
v Hipotermia membuat bayi cenderung pada stress dingin.
v Mempertahankan lingkungan termonetral, membantu mencegah stress
dingin.
v Menurunkan kehilangan panas pada
lingkungan yang lebih dingin dari ruangan.
v Menurunkan kehilangan panas karena
konveksi/konduksi. Membatasi kehilangan panas.
v Menurunkan kehilangan melalui evaporasi.
v Peningkatan suhu tubuh yang cepat dapat
menyebabkan konsumsi oksigen berlebihan dan apnea.
|
BAB III
TINJAUAN KASUS
Ny. B 24 tahun G2 P1 A0 usia
gestasi 42 minggu, masuk RS 21 juni 2005 jam 9.45 dan anda melakukan pengkajian
pada jam 10.00 WIB. Dx medis serotinus dengan KPD. Dari pemeriksaan lab darah
positif terdapat gambaran seperti pakis dari cairan yang diambil pervaginam.
Pemeriksaan VT pembukaan 4, ketuban telah pecah, warna jernih. Blood slym (-).
Klien mengeluh mulas-mulas sejak tadi malem setelah sholat maghrib. Klien
mengaku cemas dengan keadaannya terlebih ini anak sangat diharapkan karena
menurut USG anaknya laki-laki. Klien menyatakan agar bayinya dapat lahir dengan
selamat. His 2x/10 menit durasi 20 menit. TD 100/70 mmHg, nadi kuat teratur
80x/menit, RR 20x/menit. T 37, 0 C, tampak klien berkeringat banyak, baju klien
basah dan lembab.
Soal A :
1.
Buat NCP sesuai dengan data
yang ada
2. Bagaimana dengan implementasi dan evaluasi
terkait dengan data berikut.
Pukul 14.00 WIB klien
dipersiapkan operasi sebelum anda bertukar dinas, tetapi menunggu dokternya.
Tampak klien semakin lemah TD 100/70 mmHg, nadi kuat 86x/menit, RR 24x/menit, T
37,0 C. pemeriksaan leukosit 13 ribu mm3. Klien cemas dengan
persalinannya. Anda memberikan penjelasan tentang operasi, cara napas dalam
bila nyeri timbul, tetapi klien tidak dapat berkonsentrasi karena cemasnya.
Klien dipasang IVFD NaCl 0.9% 20 tetes/menit, dan DC. His 2x/10 menit durasi 20
menit. Klien mulai dipuasakan sejak jam 12.00 WIB.
1. Apakah
terdapat diagnosa keperawatan yang baru
2. Bagaimana dengan prioritas Dx keperawatan
anda bila Dx baru dan buat NCPnya.
- Pengkajian
1.
Identitas Pasien
·
Nama : Ny. B
·
Umur : 24 tahun
·
Diagnosa
medis : Serotinus dengan Ketuban
Pecah Dini
·
Tanggal masuk RS : 21 juni 2005, pukul 9.45 WIB
·
Tanggal pengkajian : 21 juni 2005, pukul 10.00 WIB
2.
Keluhan Utama
·
Ny. B
mengeluh mulas-mulas sejak tadi malem setelah shalat magrib.
·
Ny. B
mengaku cemas dengan keadaannya terlebih ini anak yang sangat diharapkan karena
menurut USG anaknya laki-laki.
·
Ny. B
menyatakan agar bayinya dapat lahir dengan selamat.
3.
Riwayat Obstetrik
·
Gravit : 2
·
Partus : 1
·
Abortus : 0
4.
Pemeriksaan Umum
·
Kontraksi (His) : Regular
·
Frekuansi : 2x/10 menit
·
Durasi : 20 menit
·
TTV; Tensi :
100/70 mmHg
Nadi :
kuat teratur 80x/menit
Suhu :
37,00C
RR : 20x/menit
·
Klien
tampak banyak berkeringat, dan baju klien basah dan lembab.
5.
Pemeriksaan Khusus (obstetrik)
·
Pemeriksaan VT
-
Pembukaan 4 cm
-
Ketuban telah pecah, warna
jernih
-
Blood slym (-)
·
Pemeriksaan laboratorium
-
Darah
positif terdapat gambaran seperti pakis dari cairan yang diambil pervaginam.
- Analisa Data
No
|
Data Fokus
|
Etiologi
|
Masalah keperawatan
|
1.
2.
3.
|
Data subyektif
-
Klien
mengeluh mulas-mulas sejak tadi malam setelah shalat magrib.
Data Obyektif
-
Pembukaan serviks 4 cm
-
His
2x/menit durasi 20 menit.
-
Tensi : 100/70 mmHg
-
Nadi : kuat teratur 80x/menit
-
RR : 20x/menit
-
Kontraksi uterus regular
Data Subyektif
-
Klien
mengaku cemas dengan keadaannya terlebih ini anak yang sangat diharapkan karena
menurut USG anaknya laki-laki.
-
Klien
menyatakan agar bayinya dapat lahir dengan selamat.
Data obyektif
-
Tensi : 100/70 mmHg
-
Nadi : kuat teratur 80x/menit
-
RR : 20x/menit
-
Klien
tampak berkeringat dan baju klien basah dan lembab
Data subyektif
-
Data obyektif
-
Dari pemeriksaan jam 10.00
-
Suhu : 37,00C
-
Ketuban telah pecah, warna
jernih
-
Blood slym (-)
-
Pemeriksaan
laboratorium Darah positif menunjukkan gambaran seperti pakis dari cairan
yang diambil pervaginam.
|
Stimulasi ujung saraf parasimpatis dan simpatis
sekunder terhadap dilatasi serviks dan kontraksi uterus.
Krisis situasi, kurangnya pengetahuan terhadap
proses persalinan.
Terbukannya jalan lahir dengan ekstrauteri.
|
Nyeri
Ansietas
Resiko tinggi infeksi
|
- Prioritas Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan stimulasi ujung
saraf simpatis dan parasimpatis sekunder terhadap dilatasi serviks kontraksi
uterus.
2. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi
dan kurangnya pengetahuan tentang proses persalinan.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan
terbukanya jalan lahir dengan ekstrauteri.
- Rencana Asuhan Keperawatan
No
|
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan
|
Rencana keperawatan
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
|||
1.
|
Nyeri berhubungan dengan stimulasi ujung saraf
simpatis dan parasimpatis sekunder terhadap dilatasi serviks dan kontraksi
uterus.
|
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4x1
jam klien diharapkan mampu mengkontrol
nyeri dengan kriteria hasil sebagai berikut:
· Klien melaporkan nyeri berkurang dengan
skala nyeri 2.
· Klien dapat menggunakan teknik relaksasi
dan distraksi untuk mengontrol nyeri. Keluarga bisa menerapkan teknik masasse
abdomen untuk mengurangi nyeri.
· Klien tidak mengalami distensi kandung
kemih.
· Pasien tampak lebih rileks terlihat dari
isyarat verbal atau nonverbalnya.
|
v Kaji derajat ketidaknyamanan melalui isyarat verbal dan nonverbal.
v
Bantu dalam menggunakan
tehnik relaksasi seperti
napas dalam dan distraksi dengan tepat atau dengan masasse abdomen
v
Bantu
tindakan kenyamanan (mis, gosokan punggung/kaki, tekanan sacral, istirahat
punggung, perubahan posisi).
v
Anjurkan
klien berkemih tiap 1-2 jam.
v
Hitung
frekuensi, intensitas, dan durasi kontraksi uterus setiap 10 menit.
|
v Tindakan dan reaksi nyeri adalah
individual dan berdasarkan pengalaman masa lalu.
v Dapat memblok impuls nyeri dalam korteks
serebral melalui respon kondisi dan stimulasi kutan.
v Meningkatkan relaksasi. Perubahan posisi
secara periodic mencegah iskemia jaringan dan/atau kekakuan otot dan
meningkatkan kenyamanan.
v Mempertahankan kandung kemih bebas
distensi, dapat menyebabkan ketidaknyamana.
v Memantau kemajuan persalinan dan
memberikan informasi untuk klien.
|
2.
|
Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan
kurangnya pengetahuan tentang proses persalinan.
|
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x1
jam klien diharapkan mampu menunjukkan/melaporkan ansietas berkurang dengan
kriteria hasil sebagai berikut:
· Klien melaporkan ansietas berkurang
dengan skala kecemasan 0.
· Klien dapat menggunakan teknik relaksasi
dan distraksi untuk mengontrol nyeri dengan efektif.
· Klien tampak lebih tenang dan tidak
gelisah terlihat dari isyarat verbal atau nonverbalnya
· Kooperatif dalam setiap tindakan.
· Tekanan darah dalam batas normal 120/90
mmHg.
|
v
Kaji
tingkat ansietas melalui isyarat verbal dan nonverbal.
v
Berikan
dukungan intrapartal secara kontinyu, yakinkan pada klien bahwa klien selalu
didampingi oleh keluarga.
v
Anjurkan
teknik relaksasi seperti napas dalam dan distraksi.
v Bimbing klien untuk berdoa
v
Pantau
Tekanan darah (TD) dan nadi sesuai indikasi.
v
Pantau
pola kontraktilitas uterus; laporkan disfungsi persalinan.
v Anjurkan klien untuk mengungkapkan
perasaan, masalah, dan rasa takutnya.
|
v Mengidentifikasi tingkat intervensi yang
perlu. Ansietas mempengaruhi teknik penggunaan koping.
v Membantu menurunkan ketegangan klien.
v Membantu dalam menurunkan ansietas dan
meningkatkan rasa kontrol.
v Meningkatkan keyakinan klien dalam
mengahadapi prosedur persalinan.
v Stress mengaktifkan system
adrenokortikal hipofisis-hipotalamik, yang meningkatkan retensi dan resorbsi
natrium dan air dalam meningkatkan natrium.
v Pola kontraksi hipertonik atau hiponik
dapat terjadi bila stress menetap dan memperpanjang pelepasan katekolamin.
v Stress, rasa takut, dan ansietas
mempunyai efek yang dalam pada proses persalinan.
|
3.
|
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan
terbukanya jalan lahir dengan ekstrauteri.
|
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24
jam diaharapkan klien mampu menunjukkan bebas dari tanda-tanda nyeri dengan
kriteria hasil sebagai berikut:
· Suhu tubuh normal 36,5-370C.
· Kontaminasi silang dapat tidak terjadi.
· Cairan amniotic jernih, hampir tidak
berwarna dan berbau.
· Pada pemeriksaan laboratorium jumlah
leukosit dalam batas normal yaitu 5000-10000 mm3.
|
v Gunakan teknik aseptik selama melakukan
pemeriksaan vagina (VT).
v Pantau tanda-tanda vital dan nilai
leukosit.
v
Pantau
dan gambarkan karakteristik dari cairan amniotic.
|
v Membantu mencegah pertumbuhan bakteri,
membatasi kontaminasi dari pencapaian ke vagina.
v Dalam 4 jam setelah membrane rupture,
insiden korioamnionitis meningkat secara progresif, ditunjukkan dengan
perubahan TTV dan jumlah sel darah pulih.
v Pada infeksi cairan amnionitik menjadi lebih kental dan kuning pekat
dengan bau yang tidak sedap.
|
- Implementasi dan evaluasi
No Dx
|
Tanggal/pukul
|
Implementasi
|
Evaluasi
|
TTD
|
|
21 Juni 2005
10.45 WIB
21 Juni 2005
11.00 WIB
21 Juni 2005
11.30 WIB
|
1. Mengakaji derajat nyeri/ketidaknyamanan
melaui isyarat verbal dan nonverbal.
2. Bantu dalam menggunakan tehnik relaksasi
seperti napas dalam dan distraksi dengan tepat atau dengan masasse abdomen
3. Membantu tindakan kenyamanan dengan
gosokan punggung/tekanan sacral, perubahan posisi.
4. Menganjurkan klien berkemih tiap 1-2
jam.
5.
Melakukan monitoring his
setiap 10 menit
1. Mengakaji tingkat ansietas melalui
isyarat verbal dan nonverbal.
2. Memberikan dukungan selama klien
mengahadapi proses persalinan.
3. Menganjurkan teknik pernapasan yang
efektif terutama saat kontraksi uterus.
4.
Bimbing klien untuk berdoa.
5.
Mengukur tekanan darah.
6. Memcatat pola kontraktilitas uterus
setiap 30 menit; dan disfungsi persalinan.
7. Dorong klien untuk mengungkapkan
perasaan, masalah, dan rasa takutnya.
1. Gunakan teknik aseptik selama melakukan
pemeriksaan VT.
2. Mengukur tanda-tanda vital dan lakukan
pemeriksaan darah lengkap.
3.
Mencatat karakteristik dari
cairan amnion
|
S :
-------
O :
§ His/kontraksi regular 2x/10 menit durasi
20 menit
§ TTV : nadi 86x/menit, RR 24x/menit, T 370C,
TD 100/70 mmHg.
A :
Gangguan rasa nyaman nyeri
belum teratasi
P :
§ Kaji ulang derajat nyeri/ketidaknyamanan
melaui isyarat verbal dan nonverbal.
§ Ajarkan teknik napas dalam bila nyari
timbul.
§ Berikan bantuan pada klien untuk
meningkatkan tindakan kenyamanan gosokan punggung/tekanan sacral, perubahan
posisi.
§ Ulangi pemantauan his tiap 30 menit
sekali.
S :
Klien mengatakan cemas dengan persalinannya.
O :
§ Klien tampak tidak dapat konsentrasi
dengan cemasnya.
§ Klien dipersiapkan untuk operasi
§ TTV : nadi 86x/menit, RR 24x/menit, T 370C,
TD 100/70 mmHg.
A :
Ansietas belum teratasi
P :
§ Berikan penjelasan tentang operasi yang
akan dilakukan.
S :
------
O :
§ Suhu tubuh 370C
§ Klien dipasang IVFD NaCl 0,9% 20
tetes/menit
§ DC (Dower catether)
§ Pada pemeriksaan laboratorium jumlah
leukosit yaitu 13 ribu mm3.
A :
Resiko infeksi belum terjadi
P :
§ Tekankan penggunaan teknik asepsis dalam
melakukan pemeriksaan VT.
§ Kaji ulang karakteristik dari cairan
amniotik.
§ Observasi TTV dan lakukan pemeriksaan
darah lengkap.
|
|
BAB IV
PEMBAHASAN
Setelah dilakukan intervensi
keperawatan pada Ny. B tidak terdapat diagnosa keperawatan yang baru tetapi
dari hasil evaluasi, proiritas diagnosa keperawatannya berubah dari :
1. Nyeri berhubungan dengan stimulasi ujung
saraf simpatis dan parasimpatis sekunder terhadap dilatasi serviks.
2. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi
dan kurangnya pengetahuan tentang proses persalinan.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan
terbukanya jalan lahir dengan ekstrauteri.
Menjadi :
1. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi
dan kurangnya pengetahuan tentang proses persalinan.
2. Nyeri berhubungan dengan stimulasi ujung
saraf simpatis dan parasimpatis sekunder terhadap dilatasi serviks.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan
terbukanya jalan lahir dengan ekstrauteri.
Untuk rencana asuhan
keperawatannnya sama dengan intervensi yang dilakukan dalam menurunkan kecemasan
pada Ny. B yang telah diberikan oleh perawat. Perubahan
prioritas diagnosa keperawatan utama yang terjadi
pada Ny. B ini dari Nyeri berhubungan dengan stimulasi ujung saraf simpatis dan
parasimpatis sekunder terhadap dilatasi serviks dan kontraksi uterus menjadi Ansietas
berhubungan dengan krisis situasi dan kurangnya pengetahuan tentang proses
persalinan terjadi karena pasien tidak dapat berkonsentrasi dengan kecemasannya
walaupun intervensi keperawatan sudah diberikan, selain itu pasien dipersiapkan untuk melakukan
operasi untuk menolong klien dan bayinya. Untuk itu diharapkan dari tenaga
medis khususnya perawat harus memberikan informasi yang adekuat dan dukungan
intrapartal baik itu dukungan spiritual maupun psikologis selama pasien di
rumah sakit.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A.
SIMPULAN
1.
Kehamilan Serotinus
Kehamilan postterm merupakan
kehamilan yang berlangsung selama 42 minggu atau lebih sejak awal periode haid
yang diikuti oleh ovulasi 2 minggu kemudian. Meskipun kehamilan postterm
ini mungkin mencakup 10 persen dari seluruh kehamilan, sebagian di antaranya
mungkin tidak benar-benar postterm, tetapi lebih disebabkan oleh
kekeliruan dalam memperkirakan usia gestasional. Sekali lagi nilai informasi
yang tepat mengenai lama kehamilan cukup jelas, karena pada umumnya semakin
lama janin yang benar-benar postterm itu berada didalam rahim, semakin besar pula resiko bagi janin
dan bayi baru lahir untuk mengalami gangguan yang berat (Cunningham, 1995).
Etiologi dari kehamilan serotinus
sampai saat ini belum diketahui secara pasti beberapa faktor yang dikemukakan
penyebab kehamilan serotinusadalah:
§ Ketidaktentuan tanggal menstruasi, ketidakmampuan ibu mengingat
HPHT.
§ Faktor hormonal
§ Faktor herediter
2.
Ketuban Pecah Dini
Ketuban pecah
dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan mulai dan
ditunggu satu jam sebelum dimulainya tanda persalinan. Waktu sejak pecah
ketuban sampai terjadi kontraksi rahim ( periode laten ). ( manuaba, 2001 ).
Etologi
dari ketuban pecah dini adalah belum jelas dan tidak dapat dipastikan apa
penyebabnya, akan tetapi penyebab ketuban pecah dini mempunyai dimensi multifaktor
dijabarkan sebagai berikut:
§ Servik inkompeten
§ Infeksi
§ Ketegangan rahim berlebihan
§ Kelainan letak janin dalam rahim
§ Kelainan bawaan dari selaput ketuban
§ Kemungkinan kesempitan panggul
B.
SARAN
Pada ibu hamil diharapkan untuk lebih
meningkatkan kesejahteraan ibu dan janinnya selama kehamilan dengan pemeriksaan
kehamilan secara teratur sehingga gangguan dan resiko selama kehamilan dapat
dideteksi secara dini oleh tenaga kesehatan. Dan bagi keluarga khususnya suami
, ibu agar dapat berpartisipasi dalam pemberian support mental dan motivasi
pada ibu haml dalam mengahadapi kehamilan serotinus ataupun ketuban pecah dini
(KPD).
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, Mac Donald, Gant. 1995. Obstetri Williams.
Jakarta: EGC
Depkes RI. 2001. Standart
Pelayanan kebidanan.
Doenges, E. Marilyn. 2001. Rencana
Perawatan Maternal/Bayi. Jakarta : EGC.
Koniak, M Reeder. 1992. Maternity Nursing Family,
Newborn, and Woman’s Health Care. Philadelpia: J. B. Lippincott Company.
Lowdermilk & Shannon, E Perry. 2000. Maternity
& Woman’s Health Care. Philadelpia: Mosby.
Manuaba, Ida Bagus Gde. 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan
dan Keluarga Berencana. Jakarta: EGC.
Mochtar, Rustam. 1998. Simposium
Obstetri. Jilid I. Jakarta: EGC.
Prawirohardjo, S. 2002.
Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta:
Bina Pustaka FKUI.
Prawirohardjo, S. 2002. Buku
Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Bina
Pustaka FKUI.
Wiknjosastro, H. 1999. Ilmu
Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
http//www.pdpersi.com.ketubanpecahdini.
No comments :
Post a Comment