INTUSEPSI
A. Pengertian
Intususepsi adalah invaginasi atau
masuknya bagian usus ke dalam perbatasan atau bagian yang lebih distal dari
usus (umumnya, invaginasi ileum masuk ke dalam kolon desendens). (Nettina, 2002)
Suatu intususepsi terjadi bila
sebagian saluran cerna terdorong sedemikian rupa sehingga sebagian darinya akan
menutupi sebagian lainnya hingga seluruhnya mengecil atau memendek ke dalam
suatu segmen yang terletak di sebelah kaudal. (Nelson, 1999)
B.
Etiologi
Penyebab
dari kebanyakan intususepsi tidak diketahui. Terdapat hubungan dengan infeksi –
infeksi virus adeno dan keadaan tersebut dapat mempersulit gastroenteritis.
Bercak – bercak peyeri yang banyak terdapat di dalam ileum mungkin berhubungan
dengan keadaan tersebut, bercak jaringan limfoid yang membengkak dapat
merangsang timbulnya gerakan peristaltic usus dalam upaya untuk mengeluarkan massa tersebut sehingga
menyebabkan intususepsi. Pada puncak
insidens penyakit ini, saluran cerna bayi juga mulai diperkenalkan dengan
bermacam bahan baru. Pada sekitar 5% penderita
dapat ditemukan penyebab – penyebab yang dikenali, seperti divertikulum
meckeli terbalik, suatu polip usus, duplikasi atau limfosarkoma. Secara jarang,
keadaan ini akan mempersulit purpura Henoch – Schonlein dengan sutau hematom intramural
yang bertindak sebagai puncak dari intususepsi. Suatu intususepsi pasca
pembedahan jarang dapat didiagnosis, intususepsi – intususepsi ini bersifat
iloileal.
C. Patofisiologi dan Pathways
Kebanyakan intususepsi adalah
ileokolik dan ileoileokolik, sedikit sekokolik dan jarang hanya ileal. Secara
jarang, suatu intususepsi apendiks membentuk puncak dari lesi tersebut. Bagian
atas usus, intususeptum, berinvaginasi ke dalam usus di bawahnya, intususipiens
sambil menarik mesentrium bersamanya ke dalam ansa usus pembungkusnya. Pada
mulanya terdapat suatu konstriksi mesentrium sehingga menghalangi aliran darah
balik. Penyumbatan intususeptium terjadi akibat edema dan perdarahan mukosa
yang menghasilkan tinja berdarah, kadang – kadang mengandung lendir. Puncak
dari intususepsi dapat terbentang hingga kolon tranversum desendens dan sigmoid
bahkan ke anus pada kasus – kasus yang terlantar. Setelah suatu intususepsi
idiopatis dilepaskan, maka bagian usus yang memebentuk puncaknya tampak edema
dan menebal, sering disertai suatu lekukan pada permukaan serosa yang
menggambarkan asal dari kerusakan tersebut. Kebanyakan intususepsi tidak
menimbulkan strangulasi usus dalam 24 jam pertama, tetapi selanjutnya dapat
mengakibatkan gangren usus dan syok.
D.
Manifestasi
Klinik
Umumnya bayi dalam keadaan sehat dan gizi
baik. Pada tahap awal muncul gejala strangulasi berupa nyeri perut hebat yang
tiba – tiba. Bayi menangis kesakitan saat serangan dan kembali normal di antara
serangan. Terdapat muntah berisi makanan/minuman yang masuk dan keluarnya darah
bercampur lendir (red currant jelly) per rektum. Pada palpasi abdomen
dapat teraba massa
yang umumnya berbentuk seperti pisang (silindris).
Dalam
keadaan lanjut muncul tanda obstruksi usus, yaitu distensi abdomen dan muntah hijau
fekal, sedangkan massa
intraabdomen sulit teraba lagi. Bila invaginasi panjang hingga ke daerah
rektum, pada pemeriksaan colok dubur mungkin teraba ujung invaginat seperti
porsio uterus, disebut pseudoporsio. Pada sarung tangan terdapat lendir dan darah.
E.
Pemeriksaan
Penunjang
1. Foto polos abdomen
memperlihatkan kepadatan seperti suatu massa
di tempat intususepsi.
2. Foto setelah pemberian enema
barium memperlihatkan gagguan pengisisan atau pembentukan cekungan pada ujung
barium ketika bergerak maju dan dihalangi oleh intususepsi tersebut.
3. Plat datar dari abdomen
menunjukkan pola yang bertingkat (invaginasi tampak seperti anak tangga).
4. Barium enema di bawah
fluoroskopi menunjukkan tampilan coiled spring pada usus.
5.
Ultrasonogram
dapat dilakukan untuk melokalisir area usus yang masuk.
F. Prinsip pengobatan dan managemen keperawatan
1.
Penurunan
dari intususepsi dapat dilakukan dengan suntikan salin, udara atau barium ke
dalam kolon. Metode ini tidak sering dikerjakan selama terdapat suatu resiko
perforasi, walaupun demikian kecil, dan tidak terdapat jaminan dari penurunan
yang berhasil.
2.
Reduksi
bedah :
a.
Perawatan
prabedah:
Ø
Rutin
Ø
Tuba
naso gastrik
Ø
Koreksi
dehidrasi (jika ada)
b.
Reduksi
intususepsi dengan penglihatan langsung, menjaga usus hangat dengan salin
hangat. Ini juga membantu penurunan edema.
c.
Plasma
intravena harus dapat diperoleh pada kasus kolaps.
d.
Jika
intususepsi tidak dapat direduksi, maka diperlukan reseksi dan anastomosis
primer.
3.
Penatalaksanaan
pasca bedah:
a. Rutin
b. Perawatan inkubator untuk
bayi yang kecil
c. Pemberian oksigen
d. Dilanjutkannya cairan
intravena
e. Antibiotika
f.
Jika
dilanjutkannya suatu ileostomi, drainase penyedotan dikenakan pada tuba
ileostomi hingga kelanjutan dari lambung dipulihkan.
g. Observasi fungsi vital
BAB
III
ASUHAN
KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a.
Pengkajian
fisik secara umum
b.
Riwayat
kesehatan
c.
Observasi
pola feses dan tingkah laku sebelum dan sesudah operasi
d.
Observasi
tingkah laku anak/bayi
e.
Observasi
manifestasi terjadi intususepsi:
-
Nyeri
abdomen paroksismal
-
Anak
menjerit dan melipat lutut ke arah dada
-
Anak
kelihatan normal dan nyaman selama interval diantara episode nyeri
-
Muntah
-
Letargi
-
Feses
seperti jeli kismis mengandung darah dan mucus, tes hemocculi positif.
-
Feses
tidak ada meningkat
-
Distensi
abdomen dan nyeri tekan
-
Massa terpalpasi yang seperti sosis
di abdomen
-
Anus
yang terlihat tidak biasa, dapat tampak seperti prolaps rectal.
-
Dehidrasi
dan demam sampai kenaikan 410C
-
Keadaan
seperti syok dengan nadi cepat, pucat dan keringat banyak
f.
Observasi
manifestasi intususepsi yang kronis
-
Diare
-
Anoreksia
-
Kehilangan
berat badan
-
Kadang
– kadang muntah
-
Nyeri
yang periodic
-
Nyeri
tanpa gejala lain
g. Kaji dengan prosedur
diagnostik dan tes seperti pemeriksaan foto polos abdomen, barium enema dan
ultrasonogram
2. Masalah Keperawatan
1.
Nyeri
berhubungan dengan invaginasi usus.
2. Syok hipolemik berhubungan
dengan muntah, perdarahan dan akumulasi cairan dan elektrolit dalam lumen.
3. Ansietas berhubungan dengan
kurangnya pengetahuan, lingkungan yang asing.
4. Inefektif termoregulasi
berhubungan dengan proses inflamasi, demam.
5. Nyeri berhubungan dengan
insisi pembedahan.
3. Perencanaan
a.
Preoperasi
©
Diagnosa
keperawatan: nyeri berhubungan dengan invaginasi usus.
Tujuan: berkurangnya rasa nyeri
sesuai dengan toleransi yang dirasakan anak.
Kriteria Hasil: anak
menunjukkan tanda – tanda tidak ada
nyeri atau ketidaknyamanan yang minimum.
Intervensi:
-
Observasi
perilaku bayi sebagai indikator nyeri, dapat peka rangsang dan sangat sensitif
untuk perawatan atau letargi atau tidak responsive.
-
Perlakuan
bayi dengan sangat lembut.
-
Jelaskan
penyebab nyeri dan yakinkan orangtua tentang tujuan tes diagnostik dan
pengobatan.
-
Yakinkan
anak bahwa analgesik yang diberikan akan mengurangi rasa nyeri yang dirasakan.
-
Jelaskan
tentang intususepsi dan reduksi hidrostatik usus yang dapat mengurangi
intususepsi.
-
Jelaskan
resiko terjadinya nyeri yang berulang.
-
Kolaborasi:
berikan analgesik untuk mengurangi rasa nyeri.
©
Diagnosa
keperawatan: syok hipovolemik berhubungan dengan muntah, perdarahan dan
akumulasi cairan dan elektrolit
dalam lumen.
Tujuan: volume sirkulasi
(keseimbangan cairan dan elektrolit) dapat dipertahankan.
Kriteria
Hasil: tanda – tanda syok hipovolemik tidak terjadi.
Intervensi:
-
Pantau
tanda vital, catat adanya hipotensi, takikardi, takipnea, demam.
-
Pantau
masukan dan haluaran.
-
Perhatikan
adanya mendengkur atau pernafasan cepat dan dangkal jika berada pada keadaan
syok.
-
Pantau
frekuensi nadi dengan cernat dan ketahui rentang nadi yang tepat untuk usia
anak.
-
Laporkan
adanya takikardi yang mengindikasikan syok.
-
Kurangi
suhu karena demam meningkatkan metabolisme dan membuat oksigenasi selama
anestesi menjadi lebih sulit.
-
Kolaborasi:
Lakukan
pemeriksaan laboratorium: Hb/Ht, elektrolit, protein, albumin, BUN, kreatinin.
Berikan
plasma/darah, cairan, elektrolit, diuretic sesuai indikasi untuk memelihara
volume darah sirkulasi.
©
Diagnosa
keperawatan: ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan, lingkungan yang
asing.
Tujuan: rasa
cemas pada anak dapat berkurang
Kriteria hasil:
anak dapat beristirahat dengan tenang dan melakukan prosedur tanpa cemas.
Intervensi:
-
Beri
pendidikan kesehatan sebelum dilakukan operasi untuk mengurangi rasa cemas.
-
Orientasikan
klien dengan lingkungan yang masih asing.
-
Pertahankan
ada orang yang selalu menemani klien untuk meningkatkan rasa aman.
-
Jelaskan
alasan dilakukan tindakan pembedahan.
-
Jelaskan
semua prosedur pembedahan yang akan dilakukan.
b.
Post
operasi
©
Diagnosa
keperawatan: nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan.
Tujuan:
berkurangnya rasa nyeri sesuai dengan toleransi pada anak.
Kriteria Hasil:
anak menunjukkan tanda – tanda tidak ada nyeri atau ketidaknyamanan yang
minimum.
Intervensi:
-
Hindarkan
palpasi area operasi jika tidak diperlukan.
-
Masukkan
selang rektal jika diindikasikan, untuk membebaskan udara.
-
Dorong
untuk buang air untuk mencegah distensi vesika urinaria.
-
Berikan
perawatan mulut untuk memberikan rasa nyaman.
-
Lubrikasi
lubang hidung untuk mengurangi iritasi.
-
Berikan
posisi yang nyaman pada anak jika tidak ada kontraindikasi.
-
Kolaborasi:
Berikan analgesi
untuk mengatasi rasa nyeri.
Berikan
antiemetik sesuai pesanan untuk rasa mual dan muntah.
©
Diagnosa
keparawatan: inefektif termoregulasi berhubungan dengan proses inflamasi,
demam.
Tujuan:
termoregulasi tubuh anak normal.
Kriteria Hasil:
tidak ada tanda – tanda kenaikan suhu.
Intervensi:
-
Gunakan
tindakan pendinginan untuk mengurangi demam, sebaiknya 1 jam setelah pemberian
antipiretik.
-
Meningkatkan
sirkulasi udara.
-
Mengurangi
temperatur lingkungan.
-
Menggunakan
pakaian yang ringan / tipis.
-
Paparkan
kulit terhadap udara.
-
Gunakan
kompres dingin pada kulit.
-
Cegah
terjadi kedinginan, bila anak menggigil tambahkan pakaian.
-
Monitor
temperatur.
-
Kolaborasi:
berikan antipiretik sesuai dengan berat badan bayi.
4. Evaluasi
a.
Nyeri
pada abdomen dapat berkurang
b. Syok hipovolemik dapat
teratasi dengan segera melakukan koreksi terhadap keseimbangan cairan dan
elektrolit.
c. Obstrusi usus dapat teratasi
untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.
PATHWAYS INTUSUSEPSI
Infeksi virus adeno
Pembengkakan bercak jaringan limfoid
Peristaltik usus meningkat
Usus berinvaginasi ke dalam usus dibawahnya
Edema dan
perdarahan mukosa Peregangan
usus
Sumbatan/obstruksi usus Pemajanan
reseptor nyeri
Akumulasi gas dan cairan di dalam lumen
sebelah proksimal
dari letak obstruksi Nyeri
Distensi
Muntah
Kehilangan cairan dan elektrolit
Volume ECF menurun
Syok hipovolemik
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berbagai gangguan yang terdapat
pada saluran pencernaan bayi dan anak salah satunya adalah adanya obstruksi
pada usus dan hal ini mencakup mekanik maupun paralitik. Sedangkan intususepsi
merupakan salah satu bentuk gangguan obstruksi usus yang sifatnya mekanik.
Intususepsi
merupakan gangguan saluran pancernaan yang dimanifestasikan dengan terjadinya
invaginasi usus ke dalam bagian usus di bawahnya. Masalah yang utama muncul
yaitu terjadinya rasa nyeri abdomen yang paroksismal. Serta terjadinya gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit hingga terjadi syok hipovolemik.
B. Saran
Dalam memberikan perawatan kepada
bayi atau anak dengan gangguan saluran pencernaan obstruksi usus mekanik ini
yaitu intususepsi harus diperhatikan ancaman yang dapat muncul selain rasa
nyeri yaitu resiko terjadinya syok yang dapat menyebabkan kematian. Sehingga
tenaga kesehatan harus benar – benar memperhatikan tanda – tanda yang mengarah
ke arah syok.
DAFTAR PUSTAKA
Staf
Pengajar Ilmu kesehatan masyarakat. Ilmu kesehatan anak. Jakarta : Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Kedokteran UI, 1985
Pilliteri, Adele. Child
health nursing, care of the child and family, Los Angeles California ,
Lippincott, 1999
Wong, Donna L, Marilyn
Hockenberry- Eaton, Wilson- Winkelstein, Wong’s essentials of pediatric
nursing, America, Mosby, 2001
Nettina, Sandra M. Pedoman
Praktik Keperawatan. Alih bahasa Setiawan,dkk. Jakarta , 2001
Wong, Donna L. Wong and
Whaley’s clinical Manual Of Pediatric Nursing. St. Louis Nissori: Mosby, 1996
No comments :
Post a Comment