BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Pengetahuan
2.1.1 Pengertian
Pengetahuan
Pengetahuan (knowledge) adalah hasil dari tahu
manusia, yang sekadar menjawab pertanyaan “what”,
misalnya apa air, apa manusia, apa malam, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2012).
Selengkapnya
Selengkapnya
Pengetahuan adalah akumulasi
pengalaman inderawi yang dicatat dalam otak masing-masing diberi nama setempat
dan dikomunikasikan seperlunya secara abstrak tanpa menunjukkan benda yang
bersangkutan secara fisik (Atmadilaga, 1993, yang dikutip oleh Budiman, 2011).
Pengetahuan merupakan hasil
mengingat suatu hal, termasuk mengingat kembali kejadian yang pernah dialami,
baik secara sengaja maupun tidak di sengaja. Hal ini terjadi setelah orang melakukan kontak atau
pengamatan terhadap suatu objek tertentu (Mieke, 2011).
2.1.2 Tingkatan Pengetahuan
Menurut
Notoatmodjo (2010), Secara garis besarnya dibagi 6 tingkat pengetahuan, yakni :
a. Tahu
(know) :
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah
mengamati sesuatu. Misalnya : tahu bahwa buah tomat banyak mengandung vitamin
C, jamban adalah tempat buang air besar, penyakit demam berdarah ditularkan
melalui gigitan nyamuk aedes agepti, dan sebagainya. Untuk mengetahui atau
mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan
misalnya: apa tanda-tanda anak yang kurang gizi, apa penyebab penyakit TBC,
bagaimana cara melakukan PSN (pemberantasan sarang nyamuk), dan sebagainya.
b. Memahami (comprehension)
:
Memahami suatu objek beukan sekadar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekadar
dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterprestasikan
secara benar tentang objek yang diketahui tersebut. Misalnya orang yang memahami
cara pemberantasan penyakit demam berdarah, bukan hanya sekadar menyebutkan 3 M
(mengubur, menutup, dan menguras), tetapi harus dapat menjelaskan mengapa harus
menutup, menguras, dan sebagainya, tempat-tempat penampungan air tersebut.
c. Aplikasi (application)
:
Aplikasi
diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat
menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi
yang lain. Misalnya seseorang yang telah paham tentang proses perencanaan, ia
harus dapat membuat perencanaan program kesehatan ditempat ia bekerja atau
dimana saja, orang yang telah paham metodologi penelitian, ia akan mudah
membuat proposal penelitian dimana saja, dan seterusnya.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah
kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau memisahkan, kemudian mencari
hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek
yang diketahui.Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada
tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan, atau
memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas
objek tersebut. Misalnya, dapat membedakan antara nyamuk Aedes Agepty dengan
nyamuk biasa, dapat membuat diagram (flow chart) siklus cacing kremi, dan sebagainya.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk
suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam suatu hubungan
yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain
sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyususun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang telah ada.Misalnya dapat membuat atau meringkas dengan
kata-kata atau kalimat sendiri tentang hal-hal yang telah dibaca atau didengar,
dan dapat membuat kesimpulan tentang artikel yang telah dibaca.
f.
Evaluasi (evaluation)
Evaluasi
berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu objek tertentu, penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada
suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku dimasyarakat.Misalnya
seorang ibu dapat menilai atau menentukan seorang anak menderita malnutrisi
atau tidak, seseorang dapat menilai manfaat ikut keluarga berencana bagi
keluarga, dan sebagainya.
2.1.3 Pengukuran Pengetahuan
Pada penelitian ini, peneliti memilih
penelitian kuantitatif sebagai pengukuran pengetahuan serta menggunakan metode
angket tertutup, sebagai berikut :
1) Penelitian kuantitatif
Penelitian kuantitatif pada umumnya akan mencari jawaban
atas fenomena, yang menyangkut berapa banyak, berapa sering, berapa lama, dan
sebagainya, maka metode yang peneliti lakukan adalah dengan metode angket
tertutup.
2) Angket tertutup
Instrumen atau alat ukurnya seperti wawancara, hanya
jawaban responden disampaikan lewat tulisan. Metode pengukuran ini sering di
sebut “self administered” atau metode
mengisi sendiri.
2.1.4 Faktor – faktor yang Mempengaruhi
Pengetahuan
Ada
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang. Menurut Mubarak
(2007) ada tujuh faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu:
1. Pendidikan
Pendidikan berarti
bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain terhadap suatu hal agar
mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan
seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin
banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya, jika seseorang tingkat
pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap
penerimaan, informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan
2. Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan
dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara
langsung maupun secara tidak langsung.
3. Umur
Dengan bertambahnya
umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek psikis dan psikologis
(mental). Pertumbuhan fisik secara garis besar ada empat kategori perubahan,
yaitu perubahan ukuran, perubahan proporsi, hilangnya ciri-ciri lama dan
timbulnya ciri-ciri baru.Ini terjadi akibat pematangan fungsi organ.Pada aspek
psikologis dan mental, taraf berfikir seseorang semakin matang dan dewasa.
4. Minat
Minat adalah
kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu.Minat menjadikan
seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh
pengetahuan yang lebih mendalam.
5. Pengalaman
Pengalaman adalah
suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan
lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman yang kurang baik seseorang akan
berusaha untuk melupakan, namun jika pengalaman terhadap obyek tersebut
menyenangkan maka secara psikologis akan timbul kesan yang membekas dalam emosi
sehingga menimbulkan sikap positif.
6. Kebudayaan
Kebudayaan akan
mempengaruhi pengetahuan masyarakat secara langsung. Apabila dalam suatu
wilayah mempunyai budaya untuk menjaga kebersihan lingkungan maka sangat
mungkin masyarakat sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan
lingkungan.
7. Informasi
Kemudahan memperoleh
informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan
yang baru.
2.2 Teori
Perilaku
2.2.1 Teori “Preced-Preceed”
Teori ini dikembangkan oleh Lawrence Green, yang dirintis
sejak tahun 1980. Lawrence Greenmencoba
menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau
masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku (behaviour causes) dan faktor di luar
perilaku (non-behaviourcauses).
Selanjutnya perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yang dirangkum dalam
akronim PRECEDE: P redisposing, Enabling,
dan Reinforcing Causes in Educational Diagnosis and Evaluation. Precede ini
adalah merupakan arahan dalam menganalisis atau diagnosis dan evaluasi perilaku
untuk intervensi pendidikan (promosi) kesehatan. Precede adalah merupakan fase
dianosis masalah (Notoatmodjo, 2010)
Sedangkan PROCEED:
Policy, Regulatory, Organizational
Construct in Educational and Environmantal Development, adalah merupakan
arahan dalam perencanaan, implementasi, dan evaluasi pendidikan (promosi)
kesehatan. Apabila Preceedmerupakan
fase diagnosis masalah, maka Proceed adalah merupakan perencanaan, pelaksanaan
dan evaluasi Promosi Kesehatan.
Lebih lanjut Precede model ini dapat diuraikan bahwa
perilaku itu sendiri di tentukan atau terbentuk dari 3 faktor, yakni:
1)
Faktor-faktor
predisposisi (predisposing factors),
yakni terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai,
dan sebagainya
2)
Faktor-faktor pemungkin
(enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik , tersedia atau tidak
tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya
puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban, dan sebagainya.
3)
Faktor-faktor
pendorong atau penguat (reinforcing
factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau
petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
Disimpulkan bahwa
perilaku seseorang atau masyarakat tentanng kesehatan ditentukan oleh
pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau
masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu, ketersediaan fasilitas, sikap, dan
perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan
memperkuat terbentuknya perilaku (Notoatmodjo, 2010).
2.3 Konsep
Keluarga
2.3.1 Pengertian
Keluarga
Menurut WHO (1969) dikutip dalam
Iqbal (2012) keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling berhubungan
melalui pertalian darah, adopsi, atau perkawinan yang sah.
Menurut
Departemen Kesehatan RI(1998)
dikutip dalam Harmoko (2012)
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga
dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di bawah satu atap dalam keadaan
saling ketergantungan.
Menurut Salvicion G. Ballon dan Aracelis
Maglaya (1989) dikutip dalam Harmoko (2012) Keluarga adalah dua atau lebih
dari dua individu yang bergantung karena hubungan darah, hubungan perkawinan,
dan pengangkatan, dan mereka hidup dalam suatu rumah tangga berinteraksi satu
sama lain dan didalam perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahan
kan suatu kebudayaan.
Menurut Sayekti (1994) dikutip dalam Suprajitno (2004) keluarga adalah suatu
ikatan/ persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang berlainan
jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian dengan anak atau tanpa
anak, baik anaknya sendiri atau adopsi, dan tinggal dalam sebuah rumah tangga.
Menurut Friedman (1998) dikutip dalam Harmoko (2012) Keluarga adalah
kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan
emosional dan individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan peran dari
keluarga.
|
Menurut Harmoko(2012)Empat hal penting dalam karakteristik
keluarga adalah sebagai berikut:
1) Terdiri
atas dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah,
perkawinan, atau adopsi.
perkawinan, atau adopsi.
2) Anggota
keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisahmereka
tetap memperhatikan satu sama lain.
tetap memperhatikan satu sama lain.
3) Anggota
keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing
mempunyai peran social sebagai suami, isteri, anak, kakak dan adik.
mempunyai peran social sebagai suami, isteri, anak, kakak dan adik.
4) Mempunyai
tujuan untuk menciptakan, mempertahankanbudaya,
meningkatkan perkembangan fisik, psikologis, dan sosialanggota
keluarga.
meningkatkan perkembangan fisik, psikologis, dan sosialanggota
keluarga.
Berdasarkan pengertian diatas, maka penulis dapat
menyimpulkan bahwaKeluarga merupakan bagian terkecil dari komunitas
yang terdiri dari beberapa orang
yang masih memiliki hubungan darah atau kelompok sosial yang memiliki hubungan antar individu, terdapat
ikatan, kewajiban,serta tanggung jawab di antara individu satu terhadap individu yang lainnya
atau suatu sistem yang terdiri dari anggota yaitu ayah, ibu, dan anak yang
tinggal dalam satu rumah tangga dengan memiliki tujuan yang sama.
2.3.2 Struktur
Keluarga
Menurut Harmoko (2012) Strukturkeluarga menggambarkan bagaimana keluarga
melaksanakanan fungsi keluarga di masyarakat. Ada beberapa struktur keluarga
yang ada di Indonesia yang terdiri dari bermacam-macam, diantaranya adalah:
1) Patrilineal
Patrilineal adalah
keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa
generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur ayah.
2) Matrilineal
Matrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara
sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun
melalui jalur garis ibu.
sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun
melalui jalur garis ibu.
3) Matrilokal
Matrilokal adalah sepasang
suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah istri.
4) Patrilokal
Patrilokal dalah
sepasang suami isteri yang tinggal bersama keluarga sedarah suami.
5) Keluarga Kawinan
Adalah hubungan suami
isteri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga, dan beberapa sanak
2.3.3 Ciri-ciri
Struktur Keluarga
Menurut Harmoko (2012) ciri-ciri struktur keluarga adalah sebagai
berikut:
1) Terorganisasi
Saling berhubungan, saling ketergantungan antara anggota
keluarga.
2) Adanya
keterbatasan
Setiap anggota keluarga memiliki
kebebasan, tetapi mereka juga
mempunyai keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan tugas
masing-masing.
mempunyai keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan tugas
masing-masing.
3) Ada perbedaan dan kekhususan
Setiap anggota keluarga mempunyai peranan dan fungsinya masing
masing.
masing.
2.3.4 Tipe Keluarga
Menurut Harmoko (2012) Secara umum di Indonesia dikenal dua tipe keluarga, yaitu sebagai berikut
:
1) KeluargaTradisional.
(1)Keluarga inti, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri
dari suami,
istridan anak( kandung/angkat).
istridan anak( kandung/angkat).
(2) Keluarga
besar keluarga inti di tambah keluarga lain yang
mempunyai hubungan darah misalnya kakak, nenek, paman,
bibi.
mempunyai hubungan darah misalnya kakak, nenek, paman,
bibi.
(3) Single parent,
yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari satu
orangtua dengan anak (kandung/angkat). Kondisi ini dapat
disebabkan oleh kematian/perceraian.
orangtua dengan anak (kandung/angkat). Kondisi ini dapat
disebabkan oleh kematian/perceraian.
(4) Single adult,
yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suatu
orangdewasa.
orangdewasa.
(5) Keluarga lanjut usia, terdiri dari suami istri lanjut
usia.
2) Keluarga Non Tradisional.
(1)Cummune family,
yaitu keluarga yang lebih dari satu keluarga
tanpa pertalian darah hidup serumah.
tanpa pertalian darah hidup serumah.
(2)Orang tua(ayah) yang tidak ada ikatan perkawinan dan
anak
hidup bersama dalam satu rumah tangga.
hidup bersama dalam satu rumah tangga.
(3)Homoseksual, yaitu dua individu yang sejenis hidup bersama
dalam satu rumah.
dalam satu rumah.
2.3.5 Fungsi Keluarga
Secara umum fungsi keluarga menurut
Friedman (1988) dikutip dalam Suprajitno (2004) adalah sebagai berikut:
1) Fungsi
Afektif (the affective function)
adalah sebagai fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu
untuk mempersiapkan anggota keluarga yang berhubungan dengan orang lain. Fungsi
ini di butuhkan untuk perkembangan individu dan psikososial keluarga.
2) Fungsi
Sosialisasi dan tempat sosialisasi (socialization
and socialplacement function) adalah fungsi mengembangkan dan tempat
melatih anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk
berhubungan dengan orang lain diluar rumah.
3) Fungsi Reproduksi (the
reproductive function) adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan
menjaga kelangsungan keluarga
4)
Fungsi Ekonomi (the economic function)
yaitu keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan
individu meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
5)
Fungsi Perawatan atau pemeliharaan Kesehatan (the health care function) yaitu fungsi untuk mempertahankan
keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas tinggi.
Fungsi ini di kembangkan menjadi tugas keluarga di bidang kesehatan.
2.4 Konsep Lansia
2.4.1 Definisi
Lansia
Lanjut usia adalah bagian
dari proses tumbuh kembang. Manusia tidak secara tiba-tiba, tetapi berkembang
dari bayi, anak-anak, dewasa, dan akhirnya menjadi tua (Azizah, 2011)
Lansia merupakan suatu
proses alami yang ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Semua orang akan
mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup manusia yang
terakhir (Azizah, 2011).
Kelompok lanjut usia adalah
kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas. Pada lanjut usia akan terjadi
proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti
dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat
bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi (Umiyatun
Nawawi, 2009)
2.4.2 Teori
– teori Proses Menua
Menurut
para ahli-ahli dibawah ini yang dikutip oleh Azizah (2011) teori-teori proses
penuaan secara umum dapat dibedakan menjadi dua yaitu teori penuaan secara
biologi dan teori penuaan psikososial.
2.4.2.1 Teori Biologi
a.
Teori Seluler
Kemampuan
sel hanya dapat membelah dalam jumlah tertentu dan kebanyakan sel-sel tubuh
“diprogram” untuk membelah 50 kali. Jika sebuah sel pada lansia dilepas dari
tubuh dan dibiakan di laboratorium, lalu diobservasi, jumlah sel-sel yang akan
membelah, jumlah sel yang akan membelah akan terlihat sedikit ( Spence &
Masson dalam Watson, 1992).
b. Teori
(Genetik Clock)
Menurut
teori ini menua telah diprogram secara genetik untuk species-species tertentu. Tiap species mempunyai di dalam
nuclei (inti selnya) suatu jam genetik yang telah diputar menurut suatu
replikasi tertentu. Jam ini akan menghitung mitosis dan menghentikan replikasi
sel bila tidak berputar, jadi menurut konsep ini bila jam kita berhenti kita
akan meninggal dunia, meskipun tanpa di sertai kecelakaan lingkungan atau
penyakit akhir yang katastrofal
Konsep
genetik clock didukung oleh kenyataan bahwa ini merupakan cara menerangkan
mengapa papa beberapa species terlihat adanya perbedaan harapan hidup yang
nyata. (misalnya manusia; 116 tahun, beruang; 47 tahun, kucing; 40 tahun,
anjing; 27 tahun, sapi; 20 tahun). Secara teoritis dapat dimungkinkan memutar
jam ini lagi meski hanya untuk beberapa
waktu dengan pengaruh-pengaruh dari luar, berupa peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit atau tindakan-tindakan tertentu.
Pengontrolah
genetik umu rupanya dikontrol dalam tingkat seluler, mengenai hal ini Hayflck
(1980) melakukan penelitian melalui kultur sel ini vitro yang menunjukkan bahwa
ada hubungan antara kemampuan membelah sel dalam kultur dengan umur spesies.
c.
Sintesis Protein (kolagen dan elastin)
Jaringan
seperti kulit dan kartilago kehilangan elastisitasnya pada lansia. Proses
kehilangan elastisitasnya pada lansia. Proses kehilangan elastisitas ini
dihubungkan dengan adanya perubahan kimia pada komponen protein dalam jaringan
tersebut. Pada lansia beberapa protein (kolagen dan kartilago, dan elastin pada
kulit) dibuat oleh tubuh dengan bentuk dan struktur yang berbeda dari protein
yang lebih muda. Contohnya banyak kolagen pada kartilago dan elastin pada kulit
yang kehilangan fleksibilitasnya serta menjadi lebih tebal, seiring dengan
bertambahnya usia. (Tortora & anagnostakos, 1990) hal ini dapat lebih mudah
dihubungkan dengan perubahan permukaan kulit yang kehilangan elastisitasnya dan
cemderung berkerut, juga terjadinya penurunan mobilitas dan kecepatan pada
sistem muskuloskletal.
d.
Keracunan Oksigen
Teori
tentang adanya sejumlah penurunan kemampuan sel di dalam tubuh untuk
mempertahankan diri dari oksigen yang mengandung zat racun dengan kadar yang
tinggi, tanpa mekanisme pertahanan diri tertentu. Ketidak mampuan
mempertahankan diri dari toksik tersebut membuat struktur membarn sel mengalami
perubahan dari rigid, serta terjadi kesalahan genetik. ( Tortora &
anagnostakos, 1990 ).
Membran
sel tersebut merupakan alat untuk memfasilitasi sel dalam berkomunikasi dengan
lingkungannya yang juga mengontrol proses pengambilan nutrien dengan proses
ekskresi zat toksik di dalam tubuh. Fungsi komponen protein pada membran sel
yang sangat penting bagi proses di atas, di pengaruhi oleh rigiditas membran
tersebut. Konsekuensi dari kesalahan genetik adalah adanya penurunan reproduksi
sel oleh mitosis yang mengakibatkan jumlah sel anak di semua jaringan dan organ
berkurang. Hal ini akan menyebabkan peningkatan kerusakan sistem tubuh.
e.
Sistem Imun
Kemampuan
sistem imun mengalami kemunduran pada masa penuaan. Walaupun demikian,
kemunduran kemampuan sistem yang terdiri dari sistem limfatik dan khususnya sel
darah putih, juga merupakan faktor yang berkonstribusi dalam proses penuaan.
Mutasi
yang berulang atau perubahan protein pasca translasi, dapat menyebabkan
berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri (self
recognition). Jika mutasi somatik menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen
permukaan sel, maka hal ini akan dapat menyebabkan sistem imun tubuh menganggap
sel yang mengalami perubahan tersebut sebagi sel asing dan menghancurkannya.
Perubahan inilah yang menjadi dasar terjadinya peristiwa autoimun (Goldstein,
1989).
Hasilnya
dapat pula berupa reaksi antigen antibody yang luas mengenai jaringan-jaringan
beraneka ragam, efek menua jadi akan menyebabkan reaksi histoinkomtabilitas
pada banyak jaringan. Salah satu bukti yang ditemukan ialah bertambahnya
prevalensi auto antibody bermacam-macam pada orang lanjut usia (Brocklehurst,
1987). Disisi lain sistem imun sendiri daya pertahanannya mengalami penurunan
pada proses menua, daya serangnya terhadap, sel kanker menjadi menurun,
sehingga sel kanker leluasa membelah-belah. Inilah yang menyebabkan kanker yang
meningkat sesuai dengan meningkatnya umur (Suhana, 1994).
f.
Mutasi Somatik (Teori Error Catastrophe)
Sekarang
sudah umum diketahui bahwa radiasi dan zat kimia dapat memperpendek umur,
sebaliknya menghindari terkenanya radiasi atau tercemar zat kimia yang bersifat
karsiogenik atau toksik dapat memperpanjang umur. Menurut teori ini terjadinya
mutasi yang progresif pada DNA sel somatik akan menyebabkan terjadinya penurunan
kemampuan fungsional sel tersebut.
g.
Teori
Menua Akibat Metabolisme
Menurut
MC Kay et all ( 1995 ) yang dikutip yang Azizah ( 2011 ), pengurangan “intake”
kalori pada rodentia muda akan menghambat pertumbuhan dan memperpanjang umur.
Perpanjangan umur karena jumlah kalori tersebut antara lain disebabkan karena
menurunnya salah satu atau beberapa proses metaboisme. Terjadi penurunan
pengeluaran hormon yang merangsang pruferasi sel misalnya insulin dan hormon
perumbuhan. Modifikasi cara hidup yang kurang bergerak menjadi lebih banyak
bergerak mungkin dapat juga meningkatkan umur panjang. Hal ini menyerupai
hewan yang hidup dialam bebas yang
banyak bergerak dibanding dengan hewan laboratorium yang kurang bergerak dan
banyak makan. Hewan dialam bebas lebih panjang umurnya daripada hewan
laboratorium (Suhara, 1994 dikutip Oleh Azizah, 2011).
h.
Kerusakan Akibat Radikal Bebas
Radikal
bebas (RB) dapat terbentuk dialam bebas , dan didalam tubuh di fagosit (pecah), dan sebagai produk
sampingan di dalam rantai pernafasan di dalam mitokondria. Untuk organisasi
aerobik radikal bebas terutama terbentuk pada waktu respirasi (aerob)di dalam mitokondria. Karena 90 %
oksigen yang di ambil tubuh termasuk di dalam mitokondria . Waktu terjadi
proses respirasi tersebut oksigen dilibatkan dalam mengubah bahan bakar menjadi
ATP, melalui enzim respirasi di dalam
mitokondria, maka radikal bebas (RB) akan dihasilkan sebagai zat antara. RB
yang terbentuk adalah: superoksida (O2), radikal hidroksi (OH), dan juga
peroksida dengan DNA, protein, asam lemak tak jenuh, seperti dalam membran sel,
dan dengan gugus SH. Walaupun telah ada sistem penangkal, namun sebagian RB
tetap lolos, bahkan makin lanjut usia makin banyak RB terbentuk sehingga proses
pengrusakan terus terjadi., kerusakan organel sel semakin banyak dan akhirnya
sel mati.
Oleh
karena itu ada beberapa peluang yang memungkinkan kita dapat mengintervensi,
supaya proses menua dapat diperlambat. Yang paling banyak kemungkinannya ialah
mencegah meningkatnya radikal bebas, manipulasi sistem imun tubuh, metabolisme,
makanan.
2.4.2.2 Teori
Psikologis
a) Aktivitas
atau Kegiatan (Activity Theory)
Seseorang
yang dimasa mudanya aktif dan terus memelihara keaktifannya setelah menua.
Sense of integrity yang dibangun dimasa mudanya tetap terpelihara sampai tua.
Teori ini menyatakan bahwa pada lanjut usia yang sukses adalah mereka yang
aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial. Ukuran optimum (pola hidup)
dilanjutkan pada cara hidup dari usia lanjut. Mempertahankan hubungan antara
sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut
usia (Nugroho, 2000).
b) Kepribadian
berlanjut (Continuity Theory)
Dasar
kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Identity pada lansia yang sudah mantap
memudahkan dalam memelihara hubungan dengan masyarakat, melibatkan diri dengan
masalah di masyarakat, keluarga dan hubungan interpersonal. Pada teori ini
menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat
di pengaruhi oleh tipe personality yang
dimilikinya (Kuntjoro, 2002).
c) Teori
Pembebasan (Disengagement Theory)
Putusnya
pergaulan atau hubungan dengan masyarakat dan kemunduran individu dengan
individu lainnya (Nugroho, 2000). Teori ini menyatakan bahwa dengan
bertambahnya usia, seseorang secara pelan tetapi pasti mulai melepaskan diri
dari kehidupan sosialnya atau menarik
diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi
sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun secara kuantitas
sehingga sering terjadi kehilangan ganda (triple
loss), yakni:
2.4.3 Batasan-batasan
Lanjut Usia
1)
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang
dikutip oleh Wahjudi Nugroho (2012) lanjut usia meliputi :
a) Usia Pertengahan (middle age) ( 45-59 tahun)
b) Lanjut
usia (erderly)
(60-74 tahun)
c) Lanjut
usia tua (old) (75-90 tahun)
d) Usia
sangat tua (very old) (di atas 90
tahun)
2)
Menurut Umiyatun Nawawi (2009)
Departemen Kesehatan
menggolongkan tingkatan lansia menjadi
tiga kelompok, yaitu:
a) Kelompok
lansia dini (55-64 tahun), merupakan kelompok yang baru memasuki lansia
b) Kelompok
lansia (65 tahun ke atas)
c) Kelompok
lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun.
2.4.4 Perubahan-perubahan
yang terjadi pada lanjut usia
Semakin bertambahnya umur
manusia, terjadi proses penuaan secara degeneratif yang akan berdampak
pada perubahan-perubahan pada diri
manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaa, sosial,
dan seksual (Azizah, 2011).
Perubahan fisik dan fungsi
akibat proses menua menurut Wahjudi Nugroho (2012) yaitu :
1. Sel
·
Jumlah sel menurun/lebih sedikit
·
Ukuran sel lebih besar
·
Jumlah cairan tubuh dan cairan intraselular
berkurang
·
Proporsi protein di otak, otot, ginjal,
darah, dan hat menurun
·
Jumlah sel otak menurun
·
Mekanisme perbaikan sel terganggu
·
Otak menjadi atrofi, beratnya berkurang 5-10%
·
Lekukan otak akan menjadi lebih dangkal dan
melebar
2.
Sistem
persarafan
·
Menurun hubungan persarafan
·
Berat otak menurun 10-20% (sel saraf otak
setiap orang berkurang setiap harinya)
·
Respons dan waktu untuk bereaksi lambat,
khususnya terhadap stress.
·
Saraf panca-indra mengecil
·
Penglihatan berkurang, pendengaran
menghilang, saraf penciuman dan perasa mengecil, lebih sensitif terhadap
perubahan suhu, dan rendahnya ketahanan terhadap dingin.
·
Kurang sensitif terhadap sentuhan
·
Defisit memori
3.
Sistem
pendengaran
·
Gangguan pendengaran. Hilangnya daya
pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada yang
tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia
di atas umur 65 tahun.
·
Membran timpani menjadi atrofi menyebabkan
otosklerosis
·
Terjadi pengumpulan serumen, dapat mengeras
karena meningkatnya keratin
·
Fungsi pendengaran semakin menurun pada
lanjut usia yag mengalami ketegangan/stres.
·
Tinitus (bising yang bersifat mendengung,
bisa bernada tinggi atau rendah, bisa terus-menerus atau intermiten).
·
Vertigo (perasaan tidak stabil yang terasa
seperti bergoyang atau berputar.
4.
Sistem
penglihatan
·
Sfingter pupil timbul sklerosis dan respons
terhadap sinar menghilang
·
Kornea lebih berbentuk sferis (bola)
·
Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa),
menjadi katarak, jelas menyebabkan gangguan penglihatan.
·
Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya
adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat, susah melihat dalam gelap.
·
Penurunan/hilangnya daya akomodasi, dengan
manifestasi presbiopa, seseorang sulit melihat dekat yang dipengaruhi
berkurangnya elastisitas lensa.
·
Lapang pandang menurun: luas pandangan
berkurang.
·
Daya membedakan warna menurun, terutama warna
biru atau hijau pada skala.
5.
Sistem
kardiovaskular
·
Katup jantung menebal dan menjadi kaku.
·
Elastisitas dinding aorta menurun.
·
Kemampuan jantung memompa darah menurun 1%
setiap tahun sesudah berumur 20 tahun. Hal ini menyebabkan kontraksi dan volume
menurun (frekuensi denyut jantung maksimal = 200 – umur)
·
Curah jantung menurun (isi semenit jantung
menurun)
·
Kehilangan elastisitas pembuluh darah,
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi berkurang, perubahan posisi
dari tidur ke duduk (duduk ke berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah menurun
menjadi 65 mmHg (mengakibatkan pusing mendadak)
·
Kinerja jantung lebih rentan terhadap kondisi
dehidrasi dan perdarahan.
·
Tekanan darah meningggi akibat resistensi
pembuluh darah perifer meningkat. Sistole normal ±170 mmHg.
6.
Sistem
pengaturan suhu tubuh
Pada
pengaturan suhu, hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu tersmostat, yaitu
menetapkan suatu suhu tertentu. Kemunduran terjadi berbagai faktor yang
mempengaruhinya. Yang sering ditemui antara lain:
·
Temperatur tubuh menurun (hipotermia) secara
fisiologis ±35ºC ini akibat metabolisme yang menurun.
·
Pada kondisi ini, lanjut usia akan merasa
kedinginan dan dapat pula menggigil, pucat, dan gelisah.
·
Keterbatasan refleks mengiggil dan tidak
dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi penurunan aktivitas otot
7.
Sistem
pernafasan
·
Otot pernapasan mengalami kelemahan akibat
atrofi, kehilangan kekuatan, dan menjadi kaku.
·
Aktifitas silia menurun
·
Paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu
meningkat, menarik napas lebih berat, kapasitas pernapasan maksimum menurun
dengan kedalaman bernapas menurun.
·
Ukuran alveoli melebar (membesar secara
progresif) dan jumlah berkurang
·
Berkurangnya elastisitas bronkus
·
Oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mmHg
·
Karbon dioksida pada arteri tidak berganti.
Pertukaran gas terganggu.
·
Refleks dan kemampuan untuk batuk berkurang
·
Sensitivitas terhadap hipoksia dan
hiperkarbia menurun
·
Sering terjadi emfisema senilis
·
Kemampuan pegas dinding dada dan kekuatan
otot
pernapasan menurun seiring pertambahan
usia.
8.
Sistem
pencernaan
·
Kehilangan gigi, penyebab utama periodontal disease yang biasa terjadi
setelah umur 30 tahun.
·
Indra pengecap menurun, adanya iritasi
selaput lendir yang kronis, atrofi indra pengecap (±80%), hilangnya
sensitivitas saraf pengecap lidah, terutama rasa manis, asam, dan pahit.
·
Esofagus melebar
·
Rasa lapar menurun (sensitivitas lapar
menurun), asam lambung menurun, mortilitas dan waktu pengosongan lambung
menurun.
·
Peristaltik lemah dan biasanya timbul
konstipasi.
·
Fungsi absorpsi melemah (daya absorpsi
terganggu, terutama karbohidrat).
·
Hati semakin mengecil dan tempat penyimpanan
menurun, aliran darah berkurang.
9.
Sistem
reproduksi
Wanita
·
Vagina mengalami kontraktur dan mengecil
·
Ovari menciut, uterus mengalami atrofi
·
Atrofi payudara
·
Atrofi vulva
·
Selaput lendir vagina menurun, permukaan
menjadi halus, sekresi berkurang, sifatnya , menjadi alkali dan terjadi
perubahan warna.
Pria
·
Testis masih dapat memproduksi spermatozoa,
meskipun ada penurunan secara berangsur-angsur.
·
Dorongan seksual menetap sampai usia di atas
70 tahun, asal kondisi kesehatannya baik, yaitu:
-
Kehidupan seksual dapat diupayakan sampai
masa lanjut usia.
-
Hubungan seksual secara teratur membantu
mempertahankan kemampuan seksual
-
Tidak perlu cemas karena prosesnya alamiah
-
Sebanyak ±75% pria usia di atas 65 tahun
mengalami pembesaran prostat.
-
2.5 Hipertensi
2.5.1 Pengertian
Hipertensi
Hipertensi atau yang
lebih dikenal dengan sebutan penyakit darah tinggi adalah keadaan dimana
tekanan darah seseorang berada diatas batas normal atau optimal yaitu 120 mmHg
untuk sistolik dan 80 mmHg untuk diastolik (Wirawan, 2013)
Tekanan darah tinggi atau
yang disebut dengan hipertensi merupakan kondisi dimana tekanan darah sistolik
sama atau lebih tinggi dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih tinggi dari 90
mmHg, yang terjadi karena menurunnya elastisitas arteri pada proses menua (
Vina dan Fitrah, 2010)
Menurut Diana (2006),
Tekanan darah tinggi merupakan tekanan darah yang melebihi tekanan darah yang
dapat diterima pada kelompok usia tertentu. Biasanya hipertensi tidak
menimbulkan gejala dan sering ditemukan hanya dengan pemeriksaan darah rutin,
kecuali tekanan darah sangat tinggi yang dapat menyebabkan pandangan menjadi
kabur, atau sakit kepala.
Menurut WHO yang dikutip
oleh Ramadhan (2008), tekanan darah dianggap normal bila kurang dari 135/85
mmHg, sedangkan dikatakan hipertensi bila lebih dari 140/90 mmHg, dan di antara
nilai tersebut dikatakan normal tinggi.
Tabel 2.1 Klasifikasi
Tekanan Darah
Klasifikasi
Tekanan Darah
|
Tekanan
Sistolik dan Diastolik (mmHg)
|
Normal
|
< 120 dan < 80
|
Pre hipertensi
|
120 – 139 dan 80 – 89
|
Hipertensi Stadium I
|
140 – 159 dan 90 – 99
|
Hipertensi Stadium II
|
> 160 dan > 100
|
Sumber: Ramadhan, 2008
2.5.2 Tanda
/ Gejala Hipertensi
Tanda dan gejala hipertensi pada lansia secara
umum adalah
1) Sakit
kepala
2) Perdarahan
hidung
3) Vertigo
4) Mual
muntah
5) Perubahan
penglihatan
6) Kesemutan
pada kaki dan tangan
7) Sesak
nafas
8) Kejang
atau koma
9) Nyeri
dada
Pada sebagian besar
penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun secara tidak sengaja
beberapa gejala terjadi secara bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan
tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah
sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan;
yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang
dengan tekanan darah yang normal (Wirawan, 2013).
Pada gejala hipertensi yang
semakin kronis akan muncul gejala, seperti :
1) Ensefalopati
hipertensif
2) Hemiplegi
3) Gangguan
penglihatan dan pendengaran
4) Pareses
dan facialis
5) Penurunan
kesadaran
Gejala pada tekanan darah
tinggi yang memasuki stadium kronis atau akut dan menimbulkan gejala seperti
diatas, membuat beberapa penderita hipertensi ini sampai dalam keadaan koma.
Apabila dilakukan
pemeriksaan secara fisik, umumnya tidak ditemui kelainan apapun selain tekanan
darah semakin tinggi, namun dapat pula ditemukan perubahan pada retina mata,
seperti terjadi perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh
darah, dan pada keadaan yang sangat kronis mengakibatkan edema pupil mata
(Wirawan, 2013).
2.5.3 Komplikasi Hipertensi
Komplikasi
dari hipertensi dapat mempengaruhi semua organ, terutama jantung. Pada Jantung
bisa terjadi: gagal jantung, angina pectoris, infark jantung dan kematian
mendadak (Wirawan, 2013).
2.5.4 Diet Lansia dengan Hipertensi
Pada penderita hipertensi dimana
tekanan darah tinggi >140/90 mmHg, selain pemberian obat-obatan anti
hipertensi perlu terapi dietetik dan merubah gayah hidup. Tujuan
penatalaksanaan diet adalah untuk membantu menurunkan tekanan darah dan
mempertahankan tekanan darah normal. Disamping itu, diet juga ditujukan untuk
menurunkan faktor resiko lain seperti berat badan yang berlebih, tingginya
kadar lemak kolesterol dan asam urat dalam darah (Rismayanti, 2012).
Prinsip diet pada penderita
hipertensi adalah sebagai berikut:
1) Makanan
beraneka ragam dan gizi seimbang.
2) Jenis
dan komposisi makanan diseuaikan dengan kondisi penderita.
3) Jumlah
garam dibatasi sesuai dengan kesehatan penderita dan jenis makanan dalam daftar
diet.
Yang
dimaksud dengan garam disini adalah garam natrium yang terdapat dalam hampir
semua bahan makanan yang berasal dari hewan dan tumbuh-tumbuhan. Salah satu
sumber utama garam natrium adalah garam dapur. Oleh karena itu, dianjurkan konsumsi garam dapur tidak lebih dari ¼ - ½
sendok teh/hariatau dapat menggunakan garam lain diluar natrium.
(Rismayanthi, 2012)
2.5.4.1
Mengatur Menu Makanan (Rismayanthi, 2012)
Mengatur
menu makanan sangat dianjurkan bagi penderita hipertensi untuk menghindari dan
membatasi makanan yang dapat meningkatkan kadar kolesterol darah serta
meningkatkan tekanan darah, sehingga penderita tidak mengalami stroke atau infark
jantung. Makanan yang harus dihindari atau dibatasi adalah:
1)
Makanan yang berkadar lemak jenuh tinggi
(otak, ginjal, paru, minyak kelapa, gajih)
2)
Makanan yang diolah dengan menggunakan garam
natrium (biscuit, craker, keripik dan makanan kering yang asin)
3)
Makanan dan minuman dalam kaleng (sarden,
sosis, korned, sayuran serta buah-buahan dalam kaleng, softdrink)
4)
Makanan yang diawetkan (dendeng, asinan
sayur/buah, abon, ikan asin, pindang, udang kering, telur asin, selai kacang)
5)
Susu full cream, mentega, margarine, keju
mayonaise, serta sumber protein hewani yang tinggi kolesterol seperti daging
merah (sapi/kambing), kuning telur, kulit ayam)
6)
Bumbu-bumbu seperti kecap, maggi, terasi,
saus tomat, saus sambal, tauco serta bumbu penyedap lain yang mengandung garam
natrium.
7)
Alkohol dan makanan yang mengandung alkohol
seperti durian dan tape
2.5.4.2
Petunjuk Penggunaan Garam untuk Penderita Hipertensi menurut Rismayanthi(2012)
terdapat 3 diet:
1)
Diet rendah garam I : untuk penderita
hipertensi berat dianjurkan untuk tidak menambahkan garam dapur dalam makanan
2) Diet
rendah garam II : ditujukan untuk penderita hipertensi sedang. Garam dianjurkan
¼ sendok
teh garam dapur
3) Diet
rendah garam III : ditujukan untuk penderita hipertensi ringan (diastole kurang
dari 100 mmHg), garam dapur di anjurkan ½
sendok teh
2.5.4.3
Tips Pemberian Makanan Bagi Lansia dengan Hipertensi menurut Rismayanthi (2012)
1) Hendaknya
lansia makan dengan porsi kecil tapi sering
2) Makanlah
makanan yang mudah dicerna
3) Hindari
makanan yang terlalu manis, gurih goreng-gorengan.
4) Makan
makanan yang lunak untuk lansia yang kondisi giginya kurang baik
2.5.5 Penanganan hipertensi
2.5.5.1
Pengobatan hipertensi Berdasarkan Jenisnya (Wirawan, 2013)
Olahraga lebih banyak dihubungkan
dengan pengobatan hipertensi, karena olah raga isotonik (seperti bersepeda,
jogging, aerobic) yang teratur dapat memperlancar peredaran darah sehingga
dapat menurunkan tekanan darah. Olahraga juga dapat digunakan untuk mengurangi
/ mencegah asupan garam ke dalam tubuh (tubuh yang berkeringat akan
mengeluarkan garam lewat kulit)
Pengobatan hipertensi secara garis
besar dibagi menjadi 2 jenis yaitu:
1) Pengobatan
non obat (non farmakologis)
Pengobatan
non farmakologis kadang-kadang dapat mengontrol tekanan darah sehingga
pengobatan farnakologis menjadi tidak diperlukan atau sekurang-kurangnya
ditunda. Sedangkan pada keadaan dimana obat anti hipertensi diperlukan,
pengobatan non farmakologis dapat dipakai sebagai pelengkap untuk mendapatkan
efek pengobatan yang lebih baik. Pengobatan non farmakologis diantaranya
adalah:
1.
Diet rendah garam/kolesterol/lemak jenuh
2.
Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh
Nasehat
pengurangan garam, harus memperhatikan kebiasaan makan penderita. Pengurangan
asupan garam secara drastis akan sulit dilaksanakan. Cara pengobatan ini
hendaknya tidak dipakai sebagai pengobatan tunggal, tetapi lebih baik digunakan
sebagai pelengkap pada pengobatan farmakologis
3.
Ciptakan keadaan rileks
Berbagai
cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat mengontrol sistem
saraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah
4.
Melakukan olahraga seperti senam aerobik atau
jalan cepat selama 30-45 menit sebanyak 3-4 kali seminggu
5.
Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi
alkohol
2) Pengobatan
dengan obat-obatan (farmakologis)
Obat-obatan anti hipertensi. Terdapat banyak jenis obat
anti hipertensi yang beredar saat ini. Untuk pemilihan obat yang tepat
diharapkan menghubungi dokter.
1.
Diuretik
Obat-obatan
jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (lewat kencing)
sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung
menjadi lebih ringan. Contoh obatannya adalah Hidroklorotiazid.
2.
Penghambat Simpatetik
Golongan
obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf simpatis (saraf yang bekerja
pada saat kita beraktivitas). Contoh obatnya adalah : Metildopa, Klonidin dan Reserpin.
3.
Vasodilator
Obat golongan ini
bekerja langsung pada pembuluh darah
dengan relaksasi otot polos (otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan
ini adalah: Prasosin, Hidralasin. Efek samping yang kemungkinan akan terjadi
dari pemberian obat ini adalah: sakit kepala dan pusing.
2.5.5.2
Strategi Terapi Hipertensi (Wirawan, 2013).
Hipertensi mungkin dapat
dikendalikan dengan terapi obat (non farmakoterapi) atau terapi dengan obat
(farmakoterapi). Semua pasien tanpa memperhatikan apakah terapi dengan obat
dibutuhkan, sebaiknya dipertimbangkan juga untuk terapi tanpa obat, caranya
antara lain:
1)
Mengendalikan berat badan
2)
Pembatasan asupan garam (Sodium/Na) dan lemak
jenuh ke dalam tubuh
3)
Menjaga kondisi tubuh agar tetap rileks
(tidak stress) dan olahraga teratur.
4)
Serta meninggalkan kebiasaan merokok dan
minum alkohol.
5)
Ramuan tradisional : Kunyit (rimpang), labu
air (daging dan sari buah), selada air (semua bagian), ceplukan (semua bagian),
alang-alang (akar), mengkudu (buah), jeruk nipis (air buah), kumis kucing
(daun), ketumbar mengsi (biji), pegagan (daun dan akar), buah merag (sari
buah), mimba, sembung, temputung (daun) dan daun salam
2.6 Perawatan
Lansia di Rumah
Menurut
Hastings (2006), klasifikasi Perawatan Lansia di Rumah ada beberapa macam, di
antaranya:
2.6.1 Mobilitas
Semakin
lama lansia dapat tetap mandiri dan menangani semua aktivitas sehari-hari
sendiri, akan semakinbaik. Pergi belanja, menemui teman, atau jalan-jalan ke
bioskop, atau ke perkumpulan sosial,
semuanya membantu menjaga lansia tetap melakukan aktivitas yang aktif di dalam
hidupnya. Kenyamanan tungkai kaki sangat penting untuk mobilitas. Lansia harus
menggunakan sepatu yang pas, bertumit rendah, dan harus mengunjungi tempat
perawatan kaki dan tangan dengan teratur, untuk memastikan bahwa kuku jari
mereka tetap dalam kondisi yang baik-kuku kaki cenderung menebal dan lebih
sulit dirawat seiring dengan pertambahan usia
2.6.1.1
Berkebun
Berkebun
adalah aktivitas yang banyak dinikmati orang, tentunya memberikan kesenangan
yang sangat besar dari akhirnya; berkebun menjaga pikiran dan tubuh tetap
aktif, menstimulasi nafsu makan, dan menciptakan perasaan mandiri dan prestasi.
Ide yang baik untuk berpikir ke depan dan merencanakan berkebun bila sudah
lansia. Tempat bunga dapat ditinggikan sehingga mudah perawatannya. Terdapat
berbagai jenis kneelers(kursi panjang
untuk berlutut) untuk individu yang mengalami kesulitan membungkuk dan
peralatan yang bergagang panjang juga merupakan peralatan berkebun yang
berguna.
2.6.1.2
Tip Praktis
1) Fasilitasi
lansia berpakaian dengan lebih mudah tanpa bantuan, dengan lebih mudah tanpa
bantuan, dengan mengganti resleting dan kancing dengan Velcro dan memberikan alat pengunci pakaian di bagian depan
2) Alat
bantu pemakaian sepatu, sisir dan sikat harus memiliki gagang yang panjang dan
penjepit kuku lebih mudah dipakai, daripada gunting kuku.
3) Letakkan
alat di kamar mandi untuk membantu penderita keluar atau masuk dengan cara yang
mudah, serta letakkan alas di lantainya untuk mencegah tergelincir atau jatuh
4) Pasang
pegangan tangan di dekat kamar mandi, shower,
dan toilet dengan mudah.
5) Naikkan
ketinggian tempat duduk toilet sehingga membantu lansia untuk lebih mandiri.
6) Alat
bantu berjalan berupa walking frame atau
tongkat akan membantu seseorang yang berdiri tidak tegap.
7) Pastikan
bahwa ketinggian tempat tidur: apabila terlalu tinggi, lansia harus menjejakan
kakinya ketika bangun dari tempat tidur; apabila terlalu rendah, individu harus
mengangkat tubuhnya, ketika ia bangun dari tempat tidur
8) Kursi
lansia harus memiliki alas yang tidak terlalu rendah – sekitar 45 sampai 65 cm
dari tanah dan tidak terlalu dalam, sehingga dapat bangun dengan mudah. Kursi
tersebut harus memiliki sandaran punggung yang tinggi dan memiliki sandaran
punggung yang tinggi dan memiliki sandaran tangan yang kokoh untuk membantu
lansia berdiri dengan cara mendorong pegangan tangan tersebut. Apabila perihal
kursi ini menjadi masalah, kursi peloncat yang otomatis (ejection seat) dapat membantu.
2.6.2 Keamanan Rumah
Lansia
terutama rentan terhadap terjadinya kecelakaan. Jatuh adalah masalah terumum
dan lansia sering menyakiti dirinya sendiri dengan cukup parah akibat jatuh,
yang tampaknya hanya insiden ringan, karena tulang mereka rapuh dan dengan
demikian menjadi lebih mudah patah.
1) Pastikan
bahwa tidak ada sisi karpet yang licin, atau agak terlipat, yang dapat
menyebabkan lansia tersandung
2) Lantai
jangan terlalu sering di pel dan jangan terlalu licin
3) Jalanan
dan anak tangga harus terang; rapikan mainan anak-anak, dan barang-barang lain
yang tertinggal di sekitarnya.
4) Perapian
harus memiliki seorang penjaga dan minyak pemanas tidak boleh berada di posisi
yang tidak aman.
5) Tabung
gas dan kompor harus diperiksa dengan teratur, untuk melihat adanya kebocoran;
gas dan kompor minyak hanya boleh digunakan di dalam ruangan yang ventilasinya
adekuat-lansia dapat tidak menyadari, bahwa terjadi sesuatu yang tidak benar.
6) Letakkan
persediaan obat dalam tempat yang aman dan pastikan bahwa lansia dapat membaca
label obat tersebut. Terutama jika lansi menggunakan pil tidur, pertahankan
agar botol tetap berada di lemari obat dan bukan diletakkan di samping tempat
tidur untuk mencegah terjadinya pemakaian yang berlebihan secara tidak sengaja.
2.6.3 Masalah Pendengaran
Sering kali, pendegaran lansia tidak
setajam dahulu. Bicara perlahan-lahan dan jelas, dan lihat langsung ke arah
lansia. Siap-siap untuk mengulangi perkataan, tanpa menyinggungnya sampai
lansia benar-benar mengerti, dan dengarkan perkataan lansia. Apabila
pendengaran lansia berkurang secara signifikan, ia mungkin membutuhkan sebuah
alat bantu pendengaran. Apabila individu tidak dapat menggunakan alat bantu
pendengaran, mungkin dapat digunakan terompet telinga dengan tabung yang
fleksibel atau mikrofon, amplifier kecil dan earphonemungkin jawaban terhadap masalah.
2.6.4 Perawatan Lansia dengan Hipertensi
Tekanan
darah tinggi merupakan tekanan darah darah yang melebihi tekanan darah yang
dapat diterima pada kelompok usia tertentu. Biasanya hipertensi tidak
menimbulkan gejala dan sering ditemukan hanya dengan pemeriksaa tekanan darah
rutin, kecuali tekanan darah sangat tinggi yang dapat menyebabkan pandangan
menjadi kabur, atau sakit kepala. Dengan demikian, setiap inidividu harus
memeriksakan tekanan darahnya secara rutin.
2.6.4.1
Perawatan Lansia dengan Hipertensi di rumah
Menurut Diana (2006), apabila individu yang sedang di rawat mengalami
tekanan darah tinggi, motivasi ia untuk:
1. Berhenti
merokok
2. Menurunkan
tekanan darah jika dokter berpikir bawha hal ini akan berguna
3. Kurangi
asupan garam dalam diet
4. Usahakan
untuk mengurangi jumlah stres dengan menyediakan waktu untuk relaks, banyak
tidur, bekerja dalam rentang waktu yang rasional, dan sedapat mungkin menghindari
situasi yang diketahui dapat menyebabkan stres, atau dapat menyebabkan
kecemasan.
Sedangkan menurut
Siti Maryam, ddk, (2010), perawatan lansia dengan hipertensi di rumah, yaitu:
1. Hindari
makanan berlemak tinggi (gajih, usus, kulit ayam)
2. Senam
secara teratur, minimal 3 kali seminggu
3. Hindari
stress dan lakukan relaksasi autogenik
4. Dekatkan
diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa
5. Apabila
mendapat obat medis, minum sesuai aturan
6. Konsumsi
obat herbal tradisional:
a.
Seledri (tidak boleh lebih dari 1-10 gr per
hari, karena dapat menyebabkan penurunan tekanan darah drastis). Caranya:
seledri cuci bersih, beri satu sendok makan air matang, peras dan minum airnya.
b.
Bawang
putih (tidak melebihi dari 3-5 siung sehari). Caranya: bawang putih dikupas,
boleh diiris-iris dan langsung ditelan. Apabila dikunyah akan terasa pedas.
c.
Minuman sereh (teh sereh yang kering atau
sereh basah/segar)
d.
Rebusan air daun salam. Rebus 10 daun salam
dalam 2 gelas air dan angkat bila air rebusan telah menjadi 1 gelas. Minum 2
kali sehari (pagi dan sore).
7. Berikut minuman jus yang dapat dibuat di rumah
untuk mencegah penyakit tekanan darah tinggi pada lansia menurut Fitrah dan Vina (2010):
a. Minum
sari jus wortel 3 kali sehari
b. Minum
1 buah ketimun di jus, tambahkan jus seledri secukupnya minum 2 kali sehari
c.
Minum jus yang dihidangkan dari 1 buah apel,
1 lobak kecil, air perasan yang diambil dari 75 gram seledri yang telah di jus,
No comments :
Post a Comment