Sunday, September 21, 2014

Karya Tulis Ilmiah : Gambaran Pengetahuan Keluarga Tentang Perawatan Lansia Dengan Hipertensi di Rumah

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1       Konsep Dasar Pengetahuan
2.1.1   Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan (knowledge) adalah hasil dari tahu manusia, yang sekadar menjawab pertanyaan “what”, misalnya apa air, apa manusia, apa malam, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2012).
Selengkapnya
            Pengetahuan adalah akumulasi pengalaman inderawi yang dicatat dalam otak masing-masing diberi nama setempat dan dikomunikasikan seperlunya secara abstrak tanpa menunjukkan benda yang bersangkutan secara fisik (Atmadilaga, 1993, yang dikutip oleh Budiman, 2011).
            Pengetahuan merupakan hasil mengingat suatu hal, termasuk mengingat kembali kejadian yang pernah dialami, baik secara sengaja maupun tidak di sengaja. Hal ini  terjadi setelah orang melakukan kontak atau pengamatan terhadap suatu objek tertentu (Mieke, 2011).
2.1.2   Tingkatan Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2010), Secara garis besarnya dibagi  6 tingkat pengetahuan, yakni :
a.  Tahu (know) :
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya : tahu bahwa buah tomat banyak mengandung vitamin C, jamban adalah tempat buang air besar, penyakit demam berdarah ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes agepti, dan sebagainya. Untuk mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan misalnya: apa tanda-tanda anak yang kurang gizi, apa penyebab penyakit TBC, bagaimana cara melakukan PSN (pemberantasan sarang nyamuk), dan sebagainya.
b.     Memahami (comprehension) :
Memahami suatu objek beukan sekadar  tahu terhadap objek tersebut, tidak sekadar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterprestasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut. Misalnya orang yang memahami cara pemberantasan penyakit demam berdarah, bukan hanya sekadar menyebutkan 3 M (mengubur, menutup, dan menguras), tetapi harus dapat menjelaskan mengapa harus menutup, menguras, dan sebagainya, tempat-tempat penampungan air tersebut.


c.      Aplikasi (application) :
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain. Misalnya seseorang yang telah paham tentang proses perencanaan, ia harus dapat membuat perencanaan program kesehatan ditempat ia bekerja atau dimana saja, orang yang telah paham metodologi penelitian, ia akan mudah membuat proposal penelitian dimana saja, dan seterusnya.

d.     Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui.Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya, dapat membedakan antara nyamuk Aedes Agepty dengan nyamuk biasa, dapat membuat diagram (flow chart) siklus cacing kremi, dan sebagainya.
e.     Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyususun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.Misalnya dapat membuat atau meringkas dengan kata-kata atau kalimat sendiri tentang hal-hal yang telah dibaca atau didengar, dan dapat membuat kesimpulan tentang artikel yang telah dibaca.

f.       Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu, penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku dimasyarakat.Misalnya seorang ibu dapat menilai atau menentukan seorang anak menderita malnutrisi atau tidak, seseorang dapat menilai manfaat ikut keluarga berencana bagi keluarga, dan sebagainya.
2.1.3   Pengukuran Pengetahuan
Pada penelitian ini, peneliti memilih penelitian kuantitatif sebagai pengukuran pengetahuan serta menggunakan metode angket tertutup, sebagai berikut :
1)    Penelitian kuantitatif
Penelitian kuantitatif pada umumnya akan mencari jawaban atas fenomena, yang menyangkut berapa banyak, berapa sering, berapa lama, dan sebagainya, maka metode yang peneliti lakukan adalah dengan metode angket tertutup.
2)    Angket tertutup
Instrumen atau alat ukurnya seperti wawancara, hanya jawaban responden disampaikan lewat tulisan. Metode pengukuran ini sering di sebut “self administered” atau metode mengisi sendiri.


2.1.4 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang. Menurut Mubarak (2007) ada tujuh faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu:
1.    Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain terhadap suatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya, jika seseorang tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan, informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan
2.    Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
3.    Umur
Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek psikis dan psikologis (mental). Pertumbuhan fisik secara garis besar ada empat kategori perubahan, yaitu perubahan ukuran, perubahan proporsi, hilangnya ciri-ciri lama dan timbulnya ciri-ciri baru.Ini terjadi akibat pematangan fungsi organ.Pada aspek psikologis dan mental, taraf berfikir seseorang semakin matang dan dewasa.
4.    Minat
Minat adalah kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu.Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam.
5.    Pengalaman
Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman yang kurang baik seseorang akan berusaha untuk melupakan, namun jika pengalaman terhadap obyek tersebut menyenangkan maka secara psikologis akan timbul kesan yang membekas dalam emosi sehingga menimbulkan sikap positif.
6.    Kebudayaan
Kebudayaan akan mempengaruhi pengetahuan masyarakat secara langsung. Apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk menjaga kebersihan lingkungan maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan.
7.    Informasi
Kemudahan memperoleh informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru.


2.2       Teori Perilaku
2.2.1   Teori “Preced-Preceed”
            Teori ini dikembangkan oleh Lawrence Green, yang dirintis sejak tahun 1980. Lawrence Greenmencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku (behaviour causes) dan faktor di luar perilaku (non-behaviourcauses). Selanjutnya perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yang dirangkum dalam akronim PRECEDE: P redisposing, Enabling, dan Reinforcing Causes in Educational Diagnosis and Evaluation. Precede ini adalah merupakan arahan dalam menganalisis atau diagnosis dan evaluasi perilaku untuk intervensi pendidikan (promosi) kesehatan. Precede adalah merupakan fase dianosis masalah (Notoatmodjo, 2010)
            Sedangkan PROCEED: Policy, Regulatory, Organizational Construct in Educational and Environmantal Development, adalah merupakan arahan dalam perencanaan, implementasi, dan evaluasi pendidikan (promosi) kesehatan. Apabila Preceedmerupakan fase diagnosis masalah, maka Proceed adalah merupakan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi Promosi Kesehatan.
            Lebih lanjut Precede model ini dapat diuraikan bahwa perilaku itu sendiri di tentukan atau terbentuk dari 3 faktor, yakni:
1)            Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yakni terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya
2)            Faktor-faktor pemungkin (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik , tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban, dan sebagainya.
3)            Faktor-faktor pendorong atau penguat (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentanng kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu, ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku (Notoatmodjo, 2010).
2.3       Konsep Keluarga
2.3.1   Pengertian Keluarga
            Menurut WHO (1969) dikutip dalam Iqbal (2012) keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui pertalian darah, adopsi, atau perkawinan yang sah.
Menurut Departemen Kesehatan RI(1998) dikutip dalam Harmoko (2012) Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
            Menurut Salvicion G. Ballon dan Aracelis Maglaya (1989) dikutip dalam Harmoko (2012) Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang bergantung karena hubungan darah, hubungan perkawinan, dan pengangkatan, dan mereka hidup dalam suatu rumah tangga berinteraksi satu sama lain dan didalam perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahan kan suatu kebudayaan.
Menurut Sayekti (1994) dikutip dalam  Suprajitno (2004) keluarga adalah suatu ikatan/ persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau seorang perempuan  yang sudah sendirian dengan anak atau tanpa anak, baik anaknya sendiri atau adopsi, dan tinggal dalam sebuah rumah tangga.
            Menurut Friedman (1998) dikutip dalam Harmoko (2012) Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan peran dari keluarga.


            Menurut Harmoko(2012)Empat hal penting dalam karakteristik keluarga adalah sebagai berikut:
1)    Terdiri atas dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan             darah,
perkawinan, atau adopsi.
2)    Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisahmereka
tetap memperhatikan satu sama lain.
3)    Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing
mempunyai peran social sebagai suami, isteri, anak, kakak dan adik.
4)    Mempunyai tujuan untuk menciptakan, mempertahankanbudaya,
meningkatkan perkembangan fisik, psikologis, dan sosialanggota
keluarga.
            Berdasarkan pengertian diatas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwaKeluarga merupakan bagian terkecil dari komunitas  yang terdiri dari  beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah atau kelompok sosial yang  memiliki hubungan antar individu, terdapat ikatan, kewajiban,serta tanggung jawab di antara individu satu terhadap  individu yang lainnya atau suatu sistem yang terdiri dari anggota yaitu ayah, ibu, dan anak yang tinggal dalam satu rumah tangga dengan memiliki tujuan yang sama.
2.3.2   Struktur Keluarga
            Menurut Harmoko (2012) Strukturkeluarga menggambarkan bagaimana keluarga melaksanakanan fungsi keluarga di masyarakat. Ada beberapa struktur keluarga yang ada di Indonesia yang terdiri dari bermacam-macam, diantaranya adalah:
1) Patrilineal
     Patrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur ayah.
2)    Matrilineal
Matrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara
sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun
melalui jalur garis ibu.
3) Matrilokal
     Matrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah istri.
4) Patrilokal
     Patrilokal dalah sepasang suami isteri yang tinggal bersama keluarga sedarah suami.
5) Keluarga Kawinan
      Adalah hubungan suami isteri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga, dan beberapa sanak
2.3.3   Ciri-ciri Struktur Keluarga
            Menurut Harmoko (2012) ciri-ciri struktur keluarga adalah sebagai berikut:
1) Terorganisasi
            Saling berhubungan, saling ketergantungan antara anggota keluarga.
2) Adanya keterbatasan
       Setiap anggota keluarga memiliki kebebasan, tetapi mereka juga
mempunyai keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan tugas
masing-masing.
3) Ada perbedaan dan kekhususan
            Setiap anggota keluarga mempunyai peranan dan fungsinya masing
masing.
2.3.4   Tipe Keluarga
            Menurut Harmoko (2012) Secara umum di Indonesia dikenal dua tipe keluarga, yaitu sebagai berikut :
1)   KeluargaTradisional.
(1)Keluarga inti, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suami,
istridan anak( kandung/angkat).
(2) Keluarga besar keluarga inti di tambah keluarga lain yang  
mempunyai hubungan darah misalnya kakak, nenek, paman,
bibi.
(3) Single parent, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari satu
orangtua dengan anak (kandung/angkat). Kondisi ini dapat
disebabkan oleh kematian/perceraian.
(4) Single adult, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suatu 
orangdewasa.
(5) Keluarga lanjut usia, terdiri dari suami istri lanjut usia.
2) Keluarga Non Tradisional.       
(1)Cummune family, yaitu keluarga yang lebih dari satu keluarga
tanpa pertalian darah hidup serumah.
(2)Orang tua(ayah) yang tidak ada ikatan perkawinan dan anak
hidup bersama dalam satu rumah tangga.
(3)Homoseksual, yaitu dua individu yang sejenis hidup bersama
dalam satu rumah.
2.3.5   Fungsi Keluarga
            Secara umum fungsi keluarga menurut Friedman (1988) dikutip dalam Suprajitno (2004) adalah sebagai berikut:
1)  Fungsi Afektif (the affective function) adalah sebagai fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga yang berhubungan dengan orang lain. Fungsi ini di butuhkan untuk perkembangan individu dan psikososial keluarga.
2) Fungsi Sosialisasi dan tempat sosialisasi (socialization and socialplacement function) adalah fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain diluar rumah.
3) Fungsi Reproduksi (the reproductive function) adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga
4) Fungsi Ekonomi (the economic function) yaitu keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi  dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
5) Fungsi Perawatan atau pemeliharaan Kesehatan (the health care function) yaitu fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas tinggi. Fungsi ini di kembangkan menjadi tugas keluarga di bidang kesehatan.



2.4       Konsep Lansia
2.4.1   Definisi Lansia
Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia tidak secara tiba-tiba, tetapi berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa, dan akhirnya menjadi tua (Azizah, 2011)
Lansia merupakan suatu proses alami yang ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir (Azizah, 2011).
Kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas. Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi (Umiyatun Nawawi, 2009)
2.4.2   Teori – teori Proses Menua
            Menurut para ahli-ahli dibawah ini yang dikutip oleh Azizah (2011) teori-teori proses penuaan secara umum dapat dibedakan menjadi dua yaitu teori penuaan secara biologi dan teori penuaan psikososial.
2.4.2.1 Teori Biologi
a.    Teori Seluler
Kemampuan sel hanya dapat membelah dalam jumlah tertentu dan kebanyakan sel-sel tubuh “diprogram” untuk membelah 50 kali. Jika sebuah sel pada lansia dilepas dari tubuh dan dibiakan di laboratorium, lalu diobservasi, jumlah sel-sel yang akan membelah, jumlah sel yang akan membelah akan terlihat sedikit ( Spence & Masson dalam Watson, 1992).
b.    Teori (Genetik Clock)
Menurut teori ini menua telah diprogram secara genetik untuk species-species  tertentu. Tiap species mempunyai di dalam nuclei (inti selnya) suatu jam genetik yang telah diputar menurut suatu replikasi tertentu. Jam ini akan menghitung mitosis dan menghentikan replikasi sel bila tidak berputar, jadi menurut konsep ini bila jam kita berhenti kita akan meninggal dunia, meskipun tanpa di sertai kecelakaan lingkungan atau penyakit akhir yang katastrofal
Konsep genetik clock didukung oleh kenyataan bahwa ini merupakan cara menerangkan mengapa papa beberapa species terlihat adanya perbedaan harapan hidup yang nyata. (misalnya manusia; 116 tahun, beruang; 47 tahun, kucing; 40 tahun, anjing; 27 tahun, sapi; 20 tahun). Secara teoritis dapat dimungkinkan memutar jam ini lagi meski hanya untuk beberapa  waktu dengan pengaruh-pengaruh dari luar, berupa peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit atau tindakan-tindakan tertentu.
Pengontrolah genetik umu rupanya dikontrol dalam tingkat seluler, mengenai hal ini Hayflck (1980) melakukan penelitian melalui kultur sel ini vitro yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara kemampuan membelah sel dalam kultur dengan umur spesies.
c.    Sintesis Protein (kolagen dan elastin)
Jaringan seperti kulit dan kartilago kehilangan elastisitasnya pada lansia. Proses kehilangan elastisitasnya pada lansia. Proses kehilangan elastisitas ini dihubungkan dengan adanya perubahan kimia pada komponen protein dalam jaringan tersebut. Pada lansia beberapa protein (kolagen dan kartilago, dan elastin pada kulit) dibuat oleh tubuh dengan bentuk dan struktur yang berbeda dari protein yang lebih muda. Contohnya banyak kolagen pada kartilago dan elastin pada kulit yang kehilangan fleksibilitasnya serta menjadi lebih tebal, seiring dengan bertambahnya usia. (Tortora & anagnostakos, 1990) hal ini dapat lebih mudah dihubungkan dengan perubahan permukaan kulit yang kehilangan elastisitasnya dan cemderung berkerut, juga terjadinya penurunan mobilitas dan kecepatan pada sistem muskuloskletal.
d.    Keracunan Oksigen
Teori tentang adanya sejumlah penurunan kemampuan sel di dalam tubuh untuk mempertahankan diri dari oksigen yang mengandung zat racun dengan kadar yang tinggi, tanpa mekanisme pertahanan diri tertentu. Ketidak mampuan mempertahankan diri dari toksik tersebut membuat struktur membarn sel mengalami perubahan dari rigid, serta terjadi kesalahan genetik. ( Tortora & anagnostakos, 1990 ).
Membran sel tersebut merupakan alat untuk memfasilitasi sel dalam berkomunikasi dengan lingkungannya yang juga mengontrol proses pengambilan nutrien dengan proses ekskresi zat toksik di dalam tubuh. Fungsi komponen protein pada membran sel yang sangat penting bagi proses di atas, di pengaruhi oleh rigiditas membran tersebut. Konsekuensi dari kesalahan genetik adalah adanya penurunan reproduksi sel oleh mitosis yang mengakibatkan jumlah sel anak di semua jaringan dan organ berkurang. Hal ini akan menyebabkan peningkatan kerusakan sistem tubuh.
e.    Sistem Imun
Kemampuan sistem imun mengalami kemunduran pada masa penuaan. Walaupun demikian, kemunduran kemampuan sistem yang terdiri dari sistem limfatik dan khususnya sel darah putih, juga merupakan faktor yang berkonstribusi dalam proses penuaan.
Mutasi yang berulang atau perubahan protein pasca translasi, dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri (self recognition). Jika mutasi somatik menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel, maka hal ini akan dapat menyebabkan sistem imun tubuh menganggap sel yang mengalami perubahan tersebut sebagi sel asing dan menghancurkannya. Perubahan inilah yang menjadi dasar terjadinya peristiwa autoimun (Goldstein, 1989).
Hasilnya dapat pula berupa reaksi antigen antibody yang luas mengenai jaringan-jaringan beraneka ragam, efek menua jadi akan menyebabkan reaksi histoinkomtabilitas pada banyak jaringan. Salah satu bukti yang ditemukan ialah bertambahnya prevalensi auto antibody bermacam-macam pada orang lanjut usia (Brocklehurst, 1987). Disisi lain sistem imun sendiri daya pertahanannya mengalami penurunan pada proses menua, daya serangnya terhadap, sel kanker menjadi menurun, sehingga sel kanker leluasa membelah-belah. Inilah yang menyebabkan kanker yang meningkat sesuai dengan meningkatnya umur (Suhana, 1994).
f.     Mutasi Somatik (Teori Error Catastrophe)
Sekarang sudah umum diketahui bahwa radiasi dan zat kimia dapat memperpendek umur, sebaliknya menghindari terkenanya radiasi atau tercemar zat kimia yang bersifat karsiogenik atau toksik dapat memperpanjang umur. Menurut teori ini terjadinya mutasi yang progresif pada DNA sel somatik akan menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan fungsional sel tersebut.
Mekanisme pengontrolan genetik  dalam tingkat sub seluler dan molekular yang bisa disebut juga hipotesis “Error Catastrophe” menurut hipotesis tersebut menua disebabkan oleh kesalahan-kesalahan yang beruntun. Sepanjang kehidupan setelah berlangsung dalam waktu yang cukup lama, terjadi kesalahan dalam proses transkripsi (DNA       RNA) maupun dalam proses translasi (RNA                      protein/enzim) kesalahan tersebut akan menyebabkan terbentuknnya enzim yang salah. Kesalahan tersebut dapat berkembang secara eksponensial dan akan menyebabkan  terjadinya reaksi metabolisme yang salah, sehingga akan mengurangi fungsional sel. Apalagi jika tejadi pula kesalah dalam proses translasi (pembuatan protein), maka terjadi kesalahan yang makin banyak, sehingga terjadi katastrop (Constantinides, 1994 dikutip oleh Azizah, 2011).
g.    Teori Menua Akibat Metabolisme
Menurut MC Kay et all ( 1995 ) yang dikutip yang Azizah ( 2011 ), pengurangan “intake” kalori pada rodentia muda akan menghambat pertumbuhan dan memperpanjang umur. Perpanjangan umur karena jumlah kalori tersebut antara lain disebabkan karena menurunnya salah satu atau beberapa proses metaboisme. Terjadi penurunan pengeluaran hormon yang merangsang pruferasi sel misalnya insulin dan hormon perumbuhan. Modifikasi cara hidup yang kurang bergerak menjadi lebih banyak bergerak mungkin dapat juga meningkatkan umur panjang. Hal ini menyerupai hewan  yang hidup dialam bebas yang banyak bergerak dibanding dengan hewan laboratorium yang kurang bergerak dan banyak makan. Hewan dialam bebas lebih panjang umurnya daripada hewan laboratorium (Suhara, 1994 dikutip Oleh Azizah, 2011).
h.    Kerusakan Akibat Radikal Bebas
Radikal bebas (RB) dapat terbentuk dialam bebas , dan didalam tubuh di fagosit (pecah), dan sebagai produk sampingan di dalam rantai pernafasan di dalam mitokondria. Untuk organisasi aerobik radikal bebas terutama terbentuk pada waktu respirasi (aerob)di dalam mitokondria. Karena 90 % oksigen yang di ambil tubuh termasuk di dalam mitokondria . Waktu terjadi proses respirasi tersebut oksigen dilibatkan dalam mengubah bahan bakar menjadi ATP, melalui enzim     respirasi di dalam mitokondria, maka radikal bebas (RB) akan dihasilkan sebagai zat antara. RB yang terbentuk adalah: superoksida (O2), radikal hidroksi (OH), dan juga peroksida dengan DNA, protein, asam lemak tak jenuh, seperti dalam membran sel, dan dengan gugus SH. Walaupun telah ada sistem penangkal, namun sebagian RB tetap lolos, bahkan makin lanjut usia makin banyak RB terbentuk sehingga proses pengrusakan terus terjadi., kerusakan organel sel semakin banyak dan akhirnya sel mati.
Oleh karena itu ada beberapa peluang yang memungkinkan kita dapat mengintervensi, supaya proses menua dapat diperlambat. Yang paling banyak kemungkinannya ialah mencegah meningkatnya radikal bebas, manipulasi sistem imun tubuh, metabolisme, makanan.

2.4.2.2 Teori Psikologis
a)    Aktivitas atau Kegiatan (Activity Theory)
Seseorang yang dimasa mudanya aktif dan terus memelihara keaktifannya setelah menua. Sense of integrity yang dibangun dimasa mudanya tetap terpelihara sampai tua. Teori ini menyatakan bahwa pada lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial. Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari usia lanjut. Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia (Nugroho, 2000).

b)    Kepribadian berlanjut (Continuity Theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Identity pada lansia yang sudah mantap memudahkan dalam memelihara hubungan dengan masyarakat, melibatkan diri dengan masalah di masyarakat, keluarga dan hubungan interpersonal. Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat di pengaruhi oleh tipe personality yang dimilikinya (Kuntjoro, 2002).
c)    Teori Pembebasan (Disengagement Theory)
Putusnya pergaulan atau hubungan dengan masyarakat dan kemunduran individu dengan individu lainnya (Nugroho, 2000). Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara pelan tetapi pasti mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik  diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun secara kuantitas sehingga sering terjadi kehilangan ganda (triple loss), yakni:
2.4.3   Batasan-batasan Lanjut Usia
1)    Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang dikutip oleh Wahjudi Nugroho (2012) lanjut usia meliputi :
a)    Usia  Pertengahan (middle age) ( 45-59 tahun)
b)    Lanjut usia  (erderly) (60-74 tahun)
c)    Lanjut usia tua (old) (75-90 tahun)
d)    Usia sangat tua (very old) (di atas 90 tahun)
2)    Menurut Umiyatun Nawawi (2009)
Departemen Kesehatan menggolongkan tingkatan lansia menjadi   tiga kelompok, yaitu:
a)    Kelompok lansia dini (55-64 tahun), merupakan kelompok yang baru memasuki lansia
b)    Kelompok lansia (65 tahun ke atas)
c)    Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun.
2.4.4   Perubahan-perubahan yang terjadi pada lanjut usia
Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara degeneratif yang akan berdampak pada  perubahan-perubahan pada diri manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaa, sosial, dan seksual (Azizah, 2011).
Perubahan fisik dan fungsi akibat proses menua menurut Wahjudi Nugroho (2012) yaitu :
1.    Sel
·         Jumlah sel menurun/lebih sedikit
·         Ukuran sel lebih besar
·         Jumlah cairan tubuh dan cairan intraselular berkurang
·         Proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hat menurun
·         Jumlah sel otak menurun
·         Mekanisme perbaikan sel terganggu
·         Otak menjadi atrofi, beratnya berkurang 5-10%
·         Lekukan otak akan menjadi lebih dangkal dan melebar
2.    Sistem persarafan
·         Menurun hubungan persarafan
·         Berat otak menurun 10-20% (sel saraf otak setiap orang berkurang setiap harinya)
·         Respons dan waktu untuk bereaksi lambat, khususnya terhadap stress.
·         Saraf panca-indra mengecil
·         Penglihatan berkurang, pendengaran menghilang, saraf penciuman dan perasa mengecil, lebih sensitif terhadap perubahan suhu, dan rendahnya ketahanan terhadap dingin.
·         Kurang sensitif terhadap sentuhan
·         Defisit memori
3.    Sistem pendengaran
·         Gangguan pendengaran. Hilangnya daya pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia di atas umur 65 tahun.
·         Membran timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis
·         Terjadi pengumpulan serumen, dapat mengeras karena meningkatnya keratin
·         Fungsi pendengaran semakin menurun pada lanjut usia yag mengalami ketegangan/stres.
·         Tinitus (bising yang bersifat mendengung, bisa bernada tinggi atau rendah, bisa terus-menerus atau intermiten).
·         Vertigo (perasaan tidak stabil yang terasa seperti bergoyang atau berputar.
4.    Sistem penglihatan
·         Sfingter pupil timbul sklerosis dan respons terhadap sinar menghilang
·         Kornea lebih berbentuk sferis (bola)
·         Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa), menjadi katarak, jelas menyebabkan gangguan penglihatan.
·          Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat, susah melihat dalam gelap.
·         Penurunan/hilangnya daya akomodasi, dengan manifestasi presbiopa, seseorang sulit melihat dekat yang dipengaruhi berkurangnya elastisitas lensa.
·         Lapang pandang menurun: luas pandangan berkurang.
·         Daya membedakan warna menurun, terutama warna biru atau hijau pada skala.
5.    Sistem kardiovaskular
·         Katup jantung menebal dan menjadi kaku.
·         Elastisitas dinding aorta menurun.
·         Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun. Hal ini menyebabkan kontraksi dan volume menurun (frekuensi denyut jantung maksimal = 200 – umur)
·         Curah jantung menurun (isi semenit jantung menurun)
·         Kehilangan elastisitas pembuluh darah, efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi berkurang, perubahan posisi dari tidur ke duduk (duduk ke berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg (mengakibatkan pusing mendadak)
·         Kinerja jantung lebih rentan terhadap kondisi dehidrasi dan perdarahan.
·         Tekanan darah meningggi akibat resistensi pembuluh darah perifer meningkat. Sistole normal ±170 mmHg.
6.    Sistem pengaturan suhu tubuh
Pada pengaturan suhu, hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu tersmostat, yaitu menetapkan suatu suhu tertentu. Kemunduran terjadi berbagai faktor yang mempengaruhinya. Yang sering ditemui antara lain:
·         Temperatur tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis ±35ºC ini akibat metabolisme yang menurun.
·         Pada kondisi ini, lanjut usia akan merasa kedinginan dan dapat pula menggigil, pucat, dan gelisah.
·         Keterbatasan refleks mengiggil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi penurunan aktivitas otot
7.    Sistem pernafasan
·         Otot pernapasan mengalami kelemahan akibat atrofi, kehilangan kekuatan, dan menjadi kaku.
·         Aktifitas silia menurun
·         Paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik napas lebih berat, kapasitas pernapasan maksimum menurun dengan kedalaman bernapas menurun.
·         Ukuran alveoli melebar (membesar secara progresif) dan jumlah berkurang
·         Berkurangnya elastisitas bronkus
·         Oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mmHg
·         Karbon dioksida pada arteri tidak berganti. Pertukaran gas terganggu.
·         Refleks dan kemampuan untuk batuk berkurang
·         Sensitivitas terhadap hipoksia dan hiperkarbia menurun
·         Sering terjadi emfisema senilis
·         Kemampuan pegas dinding dada dan kekuatan otot
pernapasan menurun seiring pertambahan usia.

8.    Sistem pencernaan
·         Kehilangan gigi, penyebab utama periodontal disease yang biasa terjadi setelah umur 30 tahun.
·         Indra pengecap menurun, adanya iritasi selaput lendir yang kronis, atrofi indra pengecap (±80%), hilangnya sensitivitas saraf pengecap lidah, terutama rasa manis, asam, dan pahit.
·         Esofagus melebar
·         Rasa lapar menurun (sensitivitas lapar menurun), asam lambung menurun, mortilitas dan waktu pengosongan lambung menurun.
·         Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.
·         Fungsi absorpsi melemah (daya absorpsi terganggu, terutama karbohidrat).
·         Hati semakin mengecil dan tempat penyimpanan menurun, aliran darah berkurang.
9.    Sistem reproduksi
Wanita
·         Vagina mengalami kontraktur dan mengecil
·         Ovari menciut, uterus mengalami atrofi
·         Atrofi payudara
·         Atrofi vulva
·         Selaput lendir vagina menurun, permukaan menjadi halus, sekresi berkurang, sifatnya , menjadi alkali dan terjadi perubahan warna.
Pria
·         Testis masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun ada penurunan secara berangsur-angsur.
·         Dorongan seksual menetap sampai usia di atas 70 tahun, asal kondisi kesehatannya baik, yaitu:
-          Kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut usia.
-          Hubungan seksual secara teratur membantu mempertahankan kemampuan seksual
-          Tidak perlu cemas karena prosesnya alamiah
-          Sebanyak ±75% pria usia di atas 65 tahun mengalami pembesaran prostat.
-           
2.5       Hipertensi
2.5.1   Pengertian Hipertensi
            Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan sebutan penyakit darah tinggi adalah keadaan dimana tekanan darah seseorang berada diatas batas normal atau optimal yaitu 120 mmHg untuk sistolik dan 80 mmHg untuk diastolik (Wirawan, 2013)
Tekanan darah tinggi atau yang disebut dengan hipertensi merupakan kondisi dimana tekanan darah sistolik sama atau lebih tinggi dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih tinggi dari 90 mmHg, yang terjadi karena menurunnya elastisitas arteri pada proses menua ( Vina dan Fitrah, 2010)
Menurut Diana (2006), Tekanan darah tinggi merupakan tekanan darah yang melebihi tekanan darah yang dapat diterima pada kelompok usia tertentu. Biasanya hipertensi tidak menimbulkan gejala dan sering ditemukan hanya dengan pemeriksaan darah rutin, kecuali tekanan darah sangat tinggi yang dapat menyebabkan pandangan menjadi kabur, atau sakit kepala.
Menurut WHO yang dikutip oleh Ramadhan (2008), tekanan darah dianggap normal bila kurang dari 135/85 mmHg, sedangkan dikatakan hipertensi bila lebih dari 140/90 mmHg, dan di antara nilai  tersebut dikatakan normal tinggi.

Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah
Klasifikasi Tekanan Darah
Tekanan Sistolik dan Diastolik (mmHg)
Normal
< 120 dan < 80
Pre hipertensi
120 – 139 dan 80 – 89
Hipertensi Stadium I
140 – 159 dan 90 – 99
Hipertensi Stadium II
> 160 dan > 100
Sumber: Ramadhan, 2008
2.5.2   Tanda / Gejala Hipertensi
 Tanda dan gejala hipertensi pada lansia secara umum adalah
1)     Sakit kepala
2)     Perdarahan hidung
3)     Vertigo
4)     Mual muntah
5)     Perubahan penglihatan
6)     Kesemutan pada kaki dan tangan
7)     Sesak nafas
8)     Kejang atau koma
9)     Nyeri dada
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi secara bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal (Wirawan, 2013).
Pada gejala hipertensi yang semakin kronis akan muncul gejala, seperti :
1)     Ensefalopati hipertensif
2)     Hemiplegi
3)     Gangguan penglihatan dan pendengaran
4)     Pareses dan facialis
5)     Penurunan kesadaran
Gejala pada tekanan darah tinggi yang memasuki stadium kronis atau akut dan menimbulkan gejala seperti diatas, membuat beberapa penderita hipertensi ini sampai dalam keadaan koma.
Apabila dilakukan pemeriksaan secara fisik, umumnya tidak ditemui kelainan apapun selain tekanan darah semakin tinggi, namun dapat pula ditemukan perubahan pada retina mata, seperti terjadi perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada keadaan yang sangat kronis mengakibatkan edema pupil mata (Wirawan, 2013).

2.5.3   Komplikasi Hipertensi
            Komplikasi dari hipertensi dapat mempengaruhi semua organ, terutama jantung. Pada Jantung bisa terjadi: gagal jantung, angina pectoris, infark jantung dan kematian mendadak (Wirawan, 2013).           
2.5.4   Diet Lansia dengan Hipertensi
            Pada penderita hipertensi dimana tekanan darah tinggi >140/90 mmHg, selain pemberian obat-obatan anti hipertensi perlu terapi dietetik dan merubah gayah hidup. Tujuan penatalaksanaan diet adalah untuk membantu menurunkan tekanan darah dan mempertahankan tekanan darah normal. Disamping itu, diet juga ditujukan untuk menurunkan faktor resiko lain seperti berat badan yang berlebih, tingginya kadar lemak kolesterol dan asam urat dalam darah (Rismayanti, 2012).
            Prinsip diet pada penderita hipertensi adalah sebagai berikut:
1)  Makanan beraneka ragam dan gizi seimbang.
2)  Jenis dan komposisi makanan diseuaikan dengan kondisi penderita.
3)  Jumlah garam dibatasi sesuai dengan kesehatan penderita dan jenis makanan dalam daftar diet.
Yang dimaksud dengan garam disini adalah garam natrium yang terdapat dalam hampir semua bahan makanan yang berasal dari hewan dan tumbuh-tumbuhan. Salah satu sumber utama garam natrium adalah garam dapur. Oleh karena itu, dianjurkan konsumsi garam dapur tidak lebih dari ¼ - ½ sendok teh/hariatau dapat menggunakan garam lain diluar natrium. (Rismayanthi, 2012)
2.5.4.1 Mengatur Menu Makanan (Rismayanthi, 2012)
Mengatur menu makanan sangat dianjurkan bagi penderita hipertensi untuk menghindari dan membatasi makanan yang dapat meningkatkan kadar kolesterol darah serta meningkatkan tekanan darah, sehingga penderita tidak mengalami stroke atau infark jantung. Makanan yang harus dihindari atau dibatasi adalah:
1)     Makanan yang berkadar lemak jenuh tinggi (otak, ginjal, paru, minyak kelapa, gajih)
2)     Makanan yang diolah dengan menggunakan garam natrium (biscuit, craker, keripik dan makanan kering yang asin)
3)     Makanan dan minuman dalam kaleng (sarden, sosis, korned, sayuran serta buah-buahan dalam kaleng, softdrink)
4)     Makanan yang diawetkan (dendeng, asinan sayur/buah, abon, ikan asin, pindang, udang kering, telur asin, selai kacang)
5)     Susu full cream, mentega, margarine, keju mayonaise, serta sumber protein hewani yang tinggi kolesterol seperti daging merah (sapi/kambing), kuning telur, kulit ayam)
6)     Bumbu-bumbu seperti kecap, maggi, terasi, saus tomat, saus sambal, tauco serta bumbu penyedap lain yang mengandung garam natrium.
7)     Alkohol dan makanan yang mengandung alkohol seperti durian dan tape
2.5.4.2 Petunjuk Penggunaan Garam untuk Penderita Hipertensi menurut Rismayanthi(2012) terdapat 3 diet:
1)     Diet rendah garam I : untuk penderita hipertensi berat dianjurkan untuk tidak menambahkan garam dapur dalam makanan
2)     Diet rendah garam II : ditujukan untuk penderita hipertensi sedang. Garam dianjurkan ¼ sendok teh garam dapur
3)     Diet rendah garam III : ditujukan untuk penderita hipertensi ringan (diastole kurang dari 100 mmHg), garam dapur di anjurkan ½  sendok teh
2.5.4.3 Tips Pemberian Makanan Bagi Lansia dengan Hipertensi menurut Rismayanthi (2012)
1)     Hendaknya lansia makan dengan porsi kecil tapi sering
2)     Makanlah makanan yang mudah dicerna
3)     Hindari makanan yang terlalu manis, gurih goreng-gorengan.
4)     Makan makanan yang lunak untuk lansia yang kondisi giginya kurang baik
2.5.5   Penanganan hipertensi
2.5.5.1 Pengobatan hipertensi Berdasarkan Jenisnya (Wirawan, 2013)
            Olahraga lebih banyak dihubungkan dengan pengobatan hipertensi, karena olah raga isotonik (seperti bersepeda, jogging, aerobic) yang teratur dapat memperlancar peredaran darah sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Olahraga juga dapat digunakan untuk mengurangi / mencegah asupan garam ke dalam tubuh (tubuh yang berkeringat akan mengeluarkan garam lewat kulit)
       Pengobatan hipertensi secara garis besar  dibagi menjadi 2 jenis yaitu:
1)     Pengobatan non obat (non farmakologis)
Pengobatan non farmakologis kadang-kadang dapat mengontrol tekanan darah sehingga pengobatan farnakologis menjadi tidak diperlukan atau sekurang-kurangnya ditunda. Sedangkan pada keadaan dimana obat anti hipertensi diperlukan, pengobatan non farmakologis dapat dipakai sebagai pelengkap untuk mendapatkan efek pengobatan yang lebih baik. Pengobatan non farmakologis diantaranya adalah:
1.      Diet rendah garam/kolesterol/lemak jenuh
2.      Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh
Nasehat pengurangan garam, harus memperhatikan kebiasaan makan penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit dilaksanakan. Cara pengobatan ini hendaknya tidak dipakai sebagai pengobatan tunggal, tetapi lebih baik digunakan sebagai pelengkap pada pengobatan farmakologis
3.    Ciptakan keadaan rileks
Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat mengontrol sistem saraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah
4.    Melakukan olahraga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit sebanyak 3-4 kali seminggu
5.    Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol
2)    Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis)
Obat-obatan anti hipertensi. Terdapat banyak jenis obat anti hipertensi yang beredar saat ini. Untuk pemilihan obat yang tepat diharapkan menghubungi dokter.

1.    Diuretik
Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (lewat kencing) sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan. Contoh obatannya adalah Hidroklorotiazid.
2.    Penghambat Simpatetik
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf simpatis (saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas). Contoh obatnya adalah : Metildopa, Klonidin dan Reserpin.
3.    Vasodilator
Obat golongan ini bekerja  langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos (otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini adalah: Prasosin, Hidralasin. Efek samping yang kemungkinan akan terjadi dari pemberian obat ini adalah: sakit kepala dan pusing.
2.5.5.2 Strategi Terapi Hipertensi (Wirawan, 2013).
            Hipertensi mungkin dapat dikendalikan dengan terapi obat (non farmakoterapi) atau terapi dengan obat (farmakoterapi). Semua pasien tanpa memperhatikan apakah terapi dengan obat dibutuhkan, sebaiknya dipertimbangkan juga untuk terapi tanpa obat, caranya antara lain:


1)     Mengendalikan berat badan
2)     Pembatasan asupan garam (Sodium/Na) dan lemak jenuh ke dalam tubuh
3)     Menjaga kondisi tubuh agar tetap rileks (tidak stress) dan olahraga teratur.
4)     Serta meninggalkan kebiasaan merokok dan minum alkohol.
5)     Ramuan tradisional : Kunyit (rimpang), labu air (daging dan sari buah), selada air (semua bagian), ceplukan (semua bagian), alang-alang (akar), mengkudu (buah), jeruk nipis (air buah), kumis kucing (daun), ketumbar mengsi (biji), pegagan (daun dan akar), buah merag (sari buah), mimba, sembung, temputung (daun) dan daun salam
2.6       Perawatan Lansia di Rumah
            Menurut Hastings (2006), klasifikasi Perawatan Lansia di Rumah ada beberapa macam, di antaranya:
2.6.1   Mobilitas
            Semakin lama lansia dapat tetap mandiri dan menangani semua aktivitas sehari-hari sendiri, akan semakinbaik. Pergi belanja, menemui teman, atau jalan-jalan ke bioskop, atau  ke perkumpulan sosial, semuanya membantu menjaga lansia tetap melakukan aktivitas yang aktif di dalam hidupnya. Kenyamanan tungkai kaki sangat penting untuk mobilitas. Lansia harus menggunakan sepatu yang pas, bertumit rendah, dan harus mengunjungi tempat perawatan kaki dan tangan dengan teratur, untuk memastikan bahwa kuku jari mereka tetap dalam kondisi yang baik-kuku kaki cenderung menebal dan lebih sulit dirawat seiring dengan pertambahan usia
2.6.1.1 Berkebun
Berkebun adalah aktivitas yang banyak dinikmati orang, tentunya memberikan kesenangan yang sangat besar dari akhirnya; berkebun menjaga pikiran dan tubuh tetap aktif, menstimulasi nafsu makan, dan menciptakan perasaan mandiri dan prestasi. Ide yang baik untuk berpikir ke depan dan merencanakan berkebun bila sudah lansia. Tempat bunga dapat ditinggikan sehingga mudah perawatannya. Terdapat berbagai jenis kneelers(kursi panjang untuk berlutut) untuk individu yang mengalami kesulitan membungkuk dan peralatan yang bergagang panjang juga merupakan peralatan berkebun yang berguna.
2.6.1.2 Tip Praktis
1)  Fasilitasi lansia berpakaian dengan lebih mudah tanpa bantuan, dengan lebih mudah tanpa bantuan, dengan mengganti resleting dan kancing dengan Velcro dan memberikan alat pengunci pakaian di bagian depan
2)  Alat bantu pemakaian sepatu, sisir dan sikat harus memiliki gagang yang panjang dan penjepit kuku lebih mudah dipakai, daripada gunting kuku.
3)  Letakkan alat di kamar mandi untuk membantu penderita keluar atau masuk dengan cara yang mudah, serta letakkan alas di lantainya untuk mencegah tergelincir atau jatuh
4)  Pasang pegangan tangan di dekat kamar mandi, shower, dan toilet dengan mudah.
5)  Naikkan ketinggian tempat duduk toilet sehingga membantu lansia untuk lebih mandiri.
6)  Alat bantu berjalan berupa walking frame atau tongkat akan membantu seseorang yang berdiri tidak tegap.
7)  Pastikan bahwa ketinggian tempat tidur: apabila terlalu tinggi, lansia harus menjejakan kakinya ketika bangun dari tempat tidur; apabila terlalu rendah, individu harus mengangkat tubuhnya, ketika ia bangun dari tempat tidur
8)  Kursi lansia harus memiliki alas yang tidak terlalu rendah – sekitar 45 sampai 65 cm dari tanah dan tidak terlalu dalam, sehingga dapat bangun dengan mudah. Kursi tersebut harus memiliki sandaran punggung yang tinggi dan memiliki sandaran punggung yang tinggi dan memiliki sandaran tangan yang kokoh untuk membantu lansia berdiri dengan cara mendorong pegangan tangan tersebut. Apabila perihal kursi ini menjadi masalah, kursi peloncat yang otomatis (ejection seat) dapat membantu.
2.6.2   Keamanan Rumah
            Lansia terutama rentan terhadap terjadinya kecelakaan. Jatuh adalah masalah terumum dan lansia sering menyakiti dirinya sendiri dengan cukup parah akibat jatuh, yang tampaknya hanya insiden ringan, karena tulang mereka rapuh dan dengan demikian menjadi lebih mudah patah.
1)  Pastikan bahwa tidak ada sisi karpet yang licin, atau agak terlipat, yang dapat menyebabkan lansia tersandung
2)  Lantai jangan terlalu sering di pel dan jangan terlalu licin
3)  Jalanan dan anak tangga harus terang; rapikan mainan anak-anak, dan barang-barang lain yang tertinggal di sekitarnya.
4)  Perapian harus memiliki seorang penjaga dan minyak pemanas tidak boleh berada di posisi yang tidak aman.
5)  Tabung gas dan kompor harus diperiksa dengan teratur, untuk melihat adanya kebocoran; gas dan kompor minyak hanya boleh digunakan di dalam ruangan yang ventilasinya adekuat-lansia dapat tidak menyadari, bahwa terjadi sesuatu yang tidak benar.
6)  Letakkan persediaan obat dalam tempat yang aman dan pastikan bahwa lansia dapat membaca label obat tersebut. Terutama jika lansi menggunakan pil tidur, pertahankan agar botol tetap berada di lemari obat dan bukan diletakkan di samping tempat tidur untuk mencegah terjadinya pemakaian yang berlebihan secara tidak sengaja.
2.6.3   Masalah Pendengaran
            Sering kali, pendegaran lansia tidak setajam dahulu. Bicara perlahan-lahan dan jelas, dan lihat langsung ke arah lansia. Siap-siap untuk mengulangi perkataan, tanpa menyinggungnya sampai lansia benar-benar mengerti, dan dengarkan perkataan lansia. Apabila pendengaran lansia berkurang secara signifikan, ia mungkin membutuhkan sebuah alat bantu pendengaran. Apabila individu tidak dapat menggunakan alat bantu pendengaran, mungkin dapat digunakan terompet telinga dengan tabung yang fleksibel atau mikrofon, amplifier kecil dan earphonemungkin jawaban terhadap masalah.
2.6.4   Perawatan Lansia dengan Hipertensi
            Tekanan darah tinggi merupakan tekanan darah darah yang melebihi tekanan darah yang dapat diterima pada kelompok usia tertentu. Biasanya hipertensi tidak menimbulkan gejala dan sering ditemukan hanya dengan pemeriksaa tekanan darah rutin, kecuali tekanan darah sangat tinggi yang dapat menyebabkan pandangan menjadi kabur, atau sakit kepala. Dengan demikian, setiap inidividu harus memeriksakan tekanan darahnya secara rutin.
2.6.4.1 Perawatan Lansia dengan Hipertensi di rumah
              Menurut Diana (2006), apabila individu yang sedang di rawat mengalami tekanan darah tinggi, motivasi ia untuk:
1.  Berhenti merokok
2.  Menurunkan tekanan darah jika dokter berpikir bawha hal ini akan berguna
3.  Kurangi asupan garam dalam diet
4.  Usahakan untuk mengurangi jumlah stres dengan menyediakan waktu untuk relaks, banyak tidur, bekerja dalam rentang waktu yang rasional, dan sedapat mungkin menghindari situasi yang diketahui dapat menyebabkan stres, atau dapat menyebabkan kecemasan.
Sedangkan menurut Siti Maryam, ddk, (2010), perawatan lansia dengan hipertensi di rumah, yaitu:
1.  Hindari makanan berlemak tinggi (gajih, usus, kulit ayam)
2.  Senam secara teratur, minimal 3 kali seminggu
3.  Hindari stress dan lakukan relaksasi autogenik
4.  Dekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa
5.  Apabila mendapat obat medis, minum sesuai aturan
6.  Konsumsi obat herbal tradisional:
a.     Seledri (tidak boleh lebih dari 1-10 gr per hari, karena dapat menyebabkan penurunan tekanan darah drastis). Caranya: seledri cuci bersih, beri satu sendok makan air matang, peras dan minum airnya.
b.    Bawang putih (tidak melebihi dari 3-5 siung sehari). Caranya: bawang putih dikupas, boleh diiris-iris dan langsung ditelan. Apabila dikunyah akan terasa pedas.
c.     Minuman sereh (teh sereh yang kering atau sereh basah/segar)
d.     Rebusan air daun salam. Rebus 10 daun salam dalam 2 gelas air dan angkat bila air rebusan telah menjadi 1 gelas. Minum 2 kali sehari (pagi dan sore).
7.  Berikut minuman jus yang dapat dibuat di rumah untuk mencegah penyakit tekanan darah tinggi pada lansia menurut  Fitrah dan Vina (2010):
a.  Minum sari jus wortel 3 kali sehari
b.  Minum 1 buah ketimun di jus, tambahkan jus seledri secukupnya minum 2 kali sehari
c.   Minum jus yang dihidangkan dari 1 buah apel, 1 lobak kecil, air perasan yang diambil dari 75 gram seledri yang telah di jus,


No comments :

Post a Comment