Wednesday, July 10, 2013

ASKEP DEFISIT PERAWATAN DIRI

BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya.
Defisit perawatan diri merupakan suatu kondisi pada seseorang yang mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan/melewati aktivitas perawatan diri secara mandiri.

1.2  Tujuan Penulisan
1.      Untuk membahas tentang Defisit Perawatan Diri
2.      Untuk Pengetahuan Dasar Praktek Lapangan
3.      Untuk membahas Asuhan Keperawatan Jiwa dengan Defisit Perawatan Diri

1.3  Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini menggunakan penulisan metode studi pustaka, diskusi kelompok dan browsing internet.


PEMBAHASAN


2. 1 Masalah Utama
Defisit perawatan diri

2.2   Proses Terjadinya Masalah
2.2.1    Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri (Depkes 2000).
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).
Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya (Tarwoto dan Wartonah 2000).

2.2.2    Jenis–Jenis Perawatan Diri
1.        Kurang perawatan diri : Mandi / kebersihan
Kurang perawatan diri (mandi) adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas mandi/kebersihan diri.
2.        Kurang perawatan diri : Mengenakan pakaian / berhias
Kurang perawatan diri (mengenakan pakaian) adalah gangguan kemampuan memakai pakaian dan aktivitas berdandan sendiri.
3.        Kurang perawatan diri : Makan
Kurang perawatan diri (makan) adalah gangguan kemampuan untuk menunjukkan aktivitas makan.
4.        Kurang perawatan diri : Toileting
Kurang perawatan diri (toileting) adalah gangguan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas toileting sendiri (Nurjannah : 2004, 79).

2.2.3    Etiologi
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2000), Penyebab kurang perawatan diri adalah sebagai berikut :
1.        Kelelahan fisik
2.        Penurunan kesadaran

Menurut DepKes (2000: 20) Penyebab kurang perawatan diri adalah :
1.        Faktor Predisposisi
·      Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif terganggu.
·      Biologis
Penyakit kronis
yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.
·      Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
·      Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.

2.        Faktor Presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi defisit perawatan diri adalah kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perseptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.

Menurut Depkes (2000: 59) Faktor – faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah:
1.        Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
2.        Praktik Sosial
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
3.        Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
4.        Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik
dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
5.        Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
6.        Kebiasaan Seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain – lain.
7.        Kondisi Fisik atau Psikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.

Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene.
1.        Dampak Fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering terjadi adalah : gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.
2.        Dampak Psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.

2.2.4    Tanda dan Gejala
Menurut Depkes (2000: 20), Tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri adalah :
1.        Fisik
Badan bau, pakaian kotor, rambut dan kulit kotor, kuku panjang dan kotor, gigi kotor disertai, mulut bau, penampilan tidak rapi.
2.        Psikologis
Malas, tidak ada inisiatif, menarik diri, isolasi diri, merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
3.        Sosial
Interaksi kurang, kegiatan kurang, tidak mampu berperilaku sesuai norma, cara makan tidak teratur, BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri.

2.2.5    Pohon Masalah

Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri

Isolasi sosial

Defisit perawatan diri : mandi, berdandan

Harga diri rendah

2.2.6    Masalah Keperawatan
1.      Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
2.      Defisit perawatan diri : mandi, berdandan
3.      Isolasi sosial


2.2.7    Data yang Perlu Dikaji
1)  Data Subyektif
Mengatakan malas mandi, tak mau menyisir rambut, tak mau menggosok gigi, tak mau memotong kuku, tak mau berhias, tak bisa menggunakan alat mandi / kebersihan diri.
2)  Data Obyektif
Badan bau, pakaian kotor, rambut dan kulit kotor, kuku panjang dan kotor, gigi
kotor, mulut bau, penampilan tidak rapih, tak bisa menggunakan alat mandi.

2.2.8    Diagnosa Keperawatan
                    1) Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
  2) Defisit perawatan diri

       2.2.9   Strategi Pelaksanaan
1)      Proses Keperawatan
1.      Kondisi Klien
·      Data Sujektif
Klien mengatakan sudah mandi tapi tidak pakai sabun.
·      Data Objektif
-          Klien tampak kurang rapi
-          Kumis tampak berserakan
-          Rambut tidak rapi
-          Baju belum diganti
2.      Diagnosa Keperawatan
Defisit perawatan diri : berdandan
3.      Tujuan Umum : klien dapat mandiri dalam perawatan diri
Tujuan Khusus :
·         Klien dapat membina hubungan saling percaya
·         Klien dapat mengetahui pentingnya perawatan diri
·         Klien mampu melakukan berhias / berdandan
4.      Tindakan Keperawatan
·         Menjelaskan pentingnya kebersihan diri
·         Menjelaskan cara menjaga kebersihan diri
·         Membantu klien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri
·         Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan sehari-hari

2)      Strategi Keperawatan
1.      Fase Orientasi
Selamat pagi bu, masih ingat dengan saya ? Ayo siapa nama saya ? Bagus... Bagaimana keadaan hari ini ? Nyenyak tidurnya tadi malam ?
2.      Fase Kerja
Ibu sudah mandi, bagus... sudah ganti baju ? Tapi mandinya pakai sabun gak ? Sikat gigi gak ? Menurut bapak kalau mandi itu harus bagaimana ? Apa untungnya mandi ? Kenapa kukunya panjang ? Terus bajunya kenapa belum diganti ? Ibu mau jika saya ajak mengganti baju dan memotong kuku ? Sekalian nanti saya ajarkan ibu cara mandi yang benar ya ? Kan ibu sudah rajin mandi, nanti kalau udah masuk dalam jadwal ya... mari kita ganti baju dan potong kuku.
3.      Fase Terminasi
·         Evaluasi Subjektif
Bagaimana perasaan ibu setelah berbincang-bincang tadi ?
·         Evaluasi Objektif
Coba ibu lakukan apa yang sudah kita pelajari tadi !
·         Rencana Tindak Lanjut
Jadi nanti kalau saya tidak ada diruangan, ibu bisa melakukan apa yang sudah kita pelajari tadi, dan jangan lupa memasukkannya dalam kegiatan harian ibu.
4.      Kontrak yang akan datang
·         Topik
Bagaimana kalau besok siang kita bertemu lagi untuk melatih kemampuan berdua yang ibu miliki ?
·         Waktu
Jam berapa kita akan bertemu ? Bagaimana kalau jam 11.00 wib ?
·         Tempat
Bagaimana kalau diruangan ini saja bu ? Sampai bertemu besok ya bu...

2.2.9    Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa 1      : Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri.
Tujuan Umum : Klien dapat meningkatkan minat dan motivasinya untuk memperhatikan kebersihan diri.
Tujuan Khusus :
TUK I             : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Intervensi        :
1.         Berikan salam setiap berinteraksi.
2.         Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berkenalan.
3.         Tanyakan nama dan panggilan kesukaan klien.
4.         Tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi.
5.         Tanyakan perasaan dan masalah yang dihadapi klien.
6.         Buat kontrak interaksi yang jelas.
7.         Dengarkan ungkapan perasaan klien dengan empati.
8.         Penuhi kebutuhan dasar klien.

TUK II            : Klien dapat mengenal tentang pentingnya kebersihan diri.
Intervensi        :
1.         Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik.
2.         Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan cara menjelaskan pengertian tentang arti bersih dan tanda- tanda bersih.
3.         Dorong klien untuk menyebutkan 3 dari 5 tanda kebersihan diri.
4.         Diskusikan fungsi kebersihan diri dengan menggali pengetahuan klien terhadap hal yang berhubungan dengan kebersihan diri.
5.         Bantu klien mengungkapkan arti kebersihan diri dan tujuan memelihara kebersihan diri.
6.         Beri reinforcement positif setelah klien mampu mengungkapkan arti kebersihan diri.
7.         Ingatkan klien untuk memelihara kebersihan diri seperti: mandi 2 kali pagi dan sore, sikat gigi minimal 2 kali sehari (sesudah makan dan sebelum tidur), keramas dan menyisir rambut, gunting kuku jika panjang.

TUK III           : Klien dapat melakukan kebersihan diri dengan bantuan perawat.
Intervensi        :
1.         Motivasi klien untuk mandi.
2.         Beri kesempatan untuk mandi, beri kesempatan klien untuk mendemonstrasikan cara memelihara kebersihan diri yang benar.
3.         Anjurkan klien untuk mengganti baju setiap hari.
4.         Kaji keinginan klien untuk memotong kuku dan merapikan rambut.
5.         Kolaborasi dengan perawat ruangan untuk pengelolaan fasilitas perawatan kebersihan diri, seperti mandi dan kebersihan kamar mandi.
6.         Bekerjasama dengan keluarga untuk mengadakan fasilitas kebersihan diri seperti odol, sikat gigi, shampoo, pakaian ganti, handuk dan sandal.

TUK IV           : Klien dapat melakukan kebersihan perawatan diri secara mandiri.
Intervensi        :
1.         Monitor klien dalam melakukan kebersihan diri secara teratur, ingatkan untuk mencuci rambut, menyisir, gosok gigi, ganti baju dan pakai sandal.

TUK V                        : Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri.
Intervensi        :
1.         Beri reinforcement positif jika berhasil melakukan kebersihan diri.

TUK VI           : Klien dapat dukungan keluarga dalam meningkatkan kebersihan diri.
Intervensi        :
1.         Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien menjaga kebersihan diri.
2.         Diskusikan bersama keluarga tentang tindakanyang telah dilakukan klien selama di RS dalam menjaga kebersihan dan kemajuan yang telah dialami di RS.
3.         Anjurkan keluarga untuk memutuskan memberi stimulasi terhadap kemajuan yang telah dialami di RS.
4.         Jelaskan pada keluarga tentang manfaat sarana yang lengkap dalam menjaga kebersihan diri klien.
5.         Anjurkan keluarga untuk menyiapkan sarana dalam menjaga kebersihan diri.
6.         Diskusikan bersama keluarga cara membantu klien dalam menjaga kebersihan diri.
7.         Diskusikan dengan keluarga mengenai hal yang dilakukan misalnya: mengingatkan pada waktu mandi, sikat gigi, mandi, keramas, dan lain-lain.

Diagnosa 2      : Defisit Perawatan Diri (kebersihan diri, berdandan, makan, BAB/BAK).
Tujuan Umum : Pasien tidak mengalami defisit perawatan diri.
Tujuan Khusus :
1.         Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri
2.         Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik
3.         Pasien mampu melakukan makan dengan baik
4.         Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri
Intervensi        :
1.         Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri
a.       Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri
b.      Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri
c.       Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri
d.      Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri
2.         Melatih pasien berdandan/berhias
Untuk pasien laki – laki, latihannya meliputi :
a.       Berpakaian
b.      Menyisir rambut
c.       Bercukur
Untuk pasien wanita, latihannya meliputi :
a.    Berpakaian
b.    Menyisir rambut
c.    Berhias
3.         Melatih pasien makan secara mandiri
a.       Menjelaskan cara mempersiapkan makan
b.      Menjelaskan cara makan yang tertib
c.       Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan
d.      Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik
4.         Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri
a.       Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
b.      Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK
c.       Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK

Diagnosa 3      : Isolasi Sosial
Tujuan Umum : Klien tidak terjadi perubahan sensori persepsi.
Tujuan Khusus :
TUK I               : Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Intervensi         :
1.         Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, memperkenalkan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kesepakatan dengan jelas tentang topik, tempat dan waktu.
2.         Beri perhatian dan penghaargaan: temani klien walau tidak menjawab.
3.         Dengarkan dengan empati: beri kesempatan bicara, jangan terburu-buru, tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien.

TUK II            : Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri.
Intervensi        :
1.         Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya.
2.         Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri atau mau bergaul.
3.         Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta penyebab yang muncul.
4.         Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya.

TUK  III          : Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Intervensi        :
1.         Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan orang lain.
2.         Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan prang lain.
3.         Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
4.         Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain.
5.         Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain.
6.         Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan orang lain.
7.         Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
8.         Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.

TUK  IV          : Klien dapat melaksanakan hubungan sosial.
Intervensi        :
1.         Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain.
2.         Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain.
3.         Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai.
4.         Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan.
5.         Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu.
6.         Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan.
7.         Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan.

TUK  IV          : Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain.
Intervensi        :
1.         Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan orang lain.
2.         Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan dengan orang lain.
3.         Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan manfaat berhubungan dengan oranglain.


2.2.9    Kasus
Klien Ny. R berumur 59 tahun datang ke Rumah Sakit Jiwa Bogor diantar oleh keluarganya. Keluarga klien mengatakan klien malas untuk mandi dan berdandan, merasa lebih nyaman dengan kondisi seperti ini (tidak mau mandi). Klien mengatakan bila mandi rasanya dingin dan badan kaku semua. Klien tampak rambut acak-acakan dan banyak kutu, kuku panjang dan hitam. Kulit kotor, tampak malas untuk menyisir rambut dan ganti pakaian harus disuruh petugas.

A. Pengkajian
a) Identitas Klien
1) Nama klien              : Ny. R
2) Umur                       : 59 tahun
3) Jenis kelamin           : Perempuan
4) Agama                     : Islam
5) Alamat                    : Jl. Ir. Soekarno, Bogor, Jawa Barat

                    b) Riwayat Kesehatan
                        1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluarga klien mengatakan klien malas untuk mandi dan berdandan, merasa lebih nyaman dengan kondisi seperti ini (tidak mau mandi). Klien mengatakan bila mandi rasanya dingin dan badan kaku semua. Klien tampak rambut acak-acakan dan banyak kutu, kuku panjang dan hitam. Kulit kotor, tampak malas untuk menyisir rambut dan tidak pernah mau ganti pakaian.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
                Keluarga klien mengatakan klien tidak mau mandi dan mengurus diri sejak
    3 bulan yang lalu, semenjak terjadi peristiwa perselingkuhan antara  
    suaminya dan rekan kerja suaminya.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
    Keluarga klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami
    gangguan kesehatan jiwa seperti ini.








.                                  B. Analisa Data
Data
Problem
Etiologi
DS:
-          Pasien mengatakan malas untuk mandi dan berdandan, merasa lebih nyaman dengan kondisi seperti ini ( tidak mau mandi).
-          Pasien mengatakan bila mandi rasanya dingin dan badan kaku semua.
-          Pasien mengatakan malas mandi dan berdandan sebab pasangan saya selingkuh dengan orang lain, buat apa saya mandi dan cantik.

DO:
-          Bila diminta mandi klien marah – marah.
-          Keadaan pasien tampak bau, kebutuhan mandi pasien selalu dimandikan oleh petugas dengan dimotivasi bahkan sambil dipaksa.
-          Pasien tampak rambut acak-acakan dan banyak kutu, kuku panjang dan hitam.
-          Kulit kotor, tampak malas untuk menyisir rambut dang anti pakaian harus disuruh petugas.

-           
Defisit perawatan diri :  mandi, berdandan dan berpakaian
Penurunan Motivasi

C. Pohon Masalah

Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri

Isolasi sosial

Defisit perawatan diri : mandi, berdandan

Harga diri rendah



.      D. Diagnosa Keperawatan Utama
Defisit perawatan diri : mandi, berdandan dan berpakaian

    E.  Intervensi pada Kasus Utama
Tujuan Umum : Klien mampu melakukan perawatan diri : higiene.
Tujuan Khusus :
1) Klien dapat menyebutkan pengertian dan tanda tanda kebersihan diri
Tindakan :
1.1. Diskusikan bersama klien tentang pengertian bersih dan tanda tanda bersih
1.2. Beri reinforcement positif bila klien mampu melakukan hal yang positif.

2) Klien dapat menyebutkan penyebab tidak mau menjaga kebersihan diri
Tindakan :
2.1. Bicarakan dengan klien penyebab tidak mau menjaga kebersihan diri
2.2. Diskusikan akibat dari tidak mau menjaga kebersihan diri

3) Klien dapat menyebutkan manfaat higiene
Tindakan :
3. 1. Diskusikan bersama klien tentang manfaat higiene
3.2. Bantu klien mengidentifikasikan kemampuan untuk menjaga kebersihan diri

4) Klien dapat menyebutkan cara menjaga kebersihan diri
Tindakan :
4. 1. Diskusikan dengan klien cara menjaga kebersihan diri : mandi 2x sehari (pagi
        dan sore) dengan memakai sabun mandi, gosok gigi minimal 2x sehari dengan
        pasta gigi, mencuci rambut minimal 2x seminggu dengan sampo, memotong
        kuku minimal 1x seminggu, memotong rambut minimal 1 x sebulan.
4.2. Beri reinforcement positif bila klien berhasil

5) Klien dapat melaksanakan perawatan diri higiene dengan bantuan minimal
Tindakan :
5. 1. Bimbing klien melakukan demonstrasi tentang cara menjaga kebersihan diri
5.2.  Dorong klien untuk melakukan kebersihan diri dengan bantuan minimal

6) Klien dapat melakukan perawatan diri higiene secara mandiri
Tindakan :
6. 1. Beri kesempatan klien untuk membersihkan diri secara bertahap
6.2.  Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya setelah membersihkan diri
6.3  Bersama klien membuat jadwal menjaga kebersihan diri
6.4. Bimbing klien untuk melakukan aktivitas higiene secara teratur

7) Klien mendapat dukungan keluarga
Tindakan :
7. 1. Beri pendidikan kesehatan tentang merawat klien untuk kebersihan diri melalui
        pertemuan keluarga
7.2. Beri reinforcement positif atas partisipasi aktif keluarga

F. Catatan Perkembangan
Nama klien      : Ny. R
Umur               : 59 tahun
Ruangan          : Utari

Catatan Perkembangan
No
Diagnosa Kep
Implementasi
Evaluasi / SOAP
1.



















2.
















3.














4.
Defisit perawatan diri
Jum’at, 15/3/2013
Pukul 13.00 wib

















Pukul 13.45 wib
















Sabtu, 16/3/2013
Pukul 10.15 wib













Defisit perawatan diri
Rabu, 20/03/2012
Pukul 12. 30 wib
SP 1
1. Menjelaskan
    pentingnya kebersihan
    diri.
2. Membantu pasien
    mempraktekkan cara 
    menjaga kebersihan.
3. Menjelaskan cara
    menjaga kebersihan.
4. Menganjurkan klien
    memasukkan dalam
    jadwal kegiatan harian.







 
1. Mengevaluasi jadwal
    kegiatan harian klien.
2. Membantu klien
    mempraktekkan cara
   makan yang baik.
3. Menganjurkan klien
    memasukkan dalam
    jadwal kegiatan harian.








  
SP III
1. Mengevaluasi jadwal
    kegiatan harian pasien
2. Menjelaskan cara
    eliminasi yang baik
3. Membantu klien
    mempraktekkan cara
    eliminasi yang baik







SP IV
1. Mengevaluasi jadwal
    kegiatan harian klien
2. Menjelaskan cara
    berdandan
3. Membantu klien
    mempraktekkan cara
    berdandan
4. Menganjurkan klien
    memasukkan dalam
    jadwal kegiatan harian

S : saat ditanya, klien
     mengatakan tidak pernah mau
     mandi.
O : - penampilan klien tidak
        rapi
      - rambut acak-acakan
      - wajah kusam
      - tercium bau badan
 A : - klien belum mampu
          merawat diri
       - klien belum terlalu
         mengerti tentang
         pentingnya merawat diri
P :
PK : menganjurkan klien untuk
        menjaga kebersihan dirinya
PP : membantu klien cara     
       membersihkan dirinya

S : keluarga mengatakan
     sebelum dan sesudah makan
     klien tidak mau cuci tangan
O : - tampak klien makan
        berserakan
      - klien tidak mencuci tangan
        setelah makan
 A : - SP I belum sepenuhnya
       - klien belum mampu
         melakukan SP II
P :
PK : praktekkan cara makan
        yang baik
PP : membantu klien
       mempraktekkan evaluasi


S : saat ditanya seputar
     BAB/BAK, klien
     mengatakan melakukan pada
     tempatnya
O : - klien sudah sedikit tampak
        rapi
      - gigi klien masih kuning
      - BAB/BAK tertib, bersih
A : SP I, II, III, sudah mulai  
      mampu dilakukan
P : menganjurkan klien untuk
     tetap melakukan SP I tanpa
     mengabaikan SP II dan SP III


S : klien mengatakan tidak mau
     mandi dan sikat gigi
O : - klien tampak lusuh
 - rambut terlihat acak
   acakan
A : klien sudah mulai mampu
      melakukan SP I, II, III, IV
      tetapi belum sepenuhnya
P : - menganjurkan klien untuk
        memasukkan dalam jadwal
        harian
     - berikan reinforment atas
       usaha yang klien lakukan















BAB III
PENUTUP

3.1       Kesimpulan
Defisit perawatan diri merupakan suatu kondisi pada seseorang yang mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan/melewati aktivitas perawatan diri secara mandiri.
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri (Depkes 2000).

3.2                   Saran
1)   Sebagai mahasiswa/mahasiswi calon perawat agar dapat lebih memperdalam ilmu
                  serta wawasan mengenai gangguan jiwa pada klien dengan defisit perawatan diri
      dan dapat mengaplikasikannya dalam dunia keperawatan.
2)   Bagi masyarakat agar lebih peduli dan berpartisipasi dalam menjaga kesehatan
      dan jangan mengabaikan tanda dan gejala yang muncul sebagai penyakit yang
      wajar tetapi segera periksakan kedokter atau pelayanaan kesehatan yang terdekat
      untuk mencegah komplikasi dan prognosis yang buruk.

                                                         



ASKEP SYNDROME DOWN

BAB I
PENDAHULUAN
                                                                                                   

A.    LATAR BELAKANG

Sindrom down merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling banyak terjadi pada manusia. Angka kejadian pada tahun 1994 mencapai 1.0 - 1.2 per 1000 kelahiran dan pada 20 tahun yang laludilaporkan 1,6 per 1000 kelahiran. Kebanyakan anak dengan sindrom down dilahirkan oleh wanita yang berusia datas 35 tahun. Sindrom down dapat terjadi pada semua ras. Dikatakan angka kejadian pada orang kulit putih lebih tinggi dari orang hitam (Soetjiningsih). Sumber lain mengatakan bahwa angka kejadian 1,5 per 1000 kelahiran, ditemukan pada semua suku dan ras, terdapat pada penderita retardasi mental sekitar 10 %, secara statistik lebih banyak di lahirkan oleh ibu yang berusia lebih dari 30 tahun, prematur dan pada ibu yang usianya terlalu muda (Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI).
          Kejadian sindrom Down dianggarkan pada 1 setiap 800 hingga 1 setiap 1000 kelahiran. Pada 2006, Pusat Kawalan Penyakit (Center for Disease Control) menganggarkan kadar sehingga 1 setiap 733 kelahiran hidup di Amerika Sarikat. Sekitar 95% dari penyebab sindrom down adalah kromosom 21. Sindrom Down berlaku dikalangan semua ethnik dan semua golongan tahap ekonomi. memberi kesan kepada risiko kehamilan bayi dengan sindrom Down. Pada ibu berusia antara 20 hingga 24, risikonya adalah 1/1490; pada usia 40 risikonya adalah 1/60, dan pada usia 49 risikonya adalah 1/11. Sungguhpun risiko meningkat dengan usia ibu, 80% kanak-kanak dengan sindrom Down dilahirkan pada wanita bawah usia 35, menunjukkan kesuburan keseluruhan kumpulan usia tersebut. Selain usia ibu, tiada faktor risiko lain diketahui (wikipedia melayu).
  1. TUJUAN PENULISAN
1.      Tujuan Umum
o   Diharapkan kepada mahasiswa/I agar mengetahui apa saja masalah-masalah anak dengan down sindrom
2.      Tujuan Khusus
o   Diharapkan mahasiswa memahami dan mengerti tentang ciri-ciri penyakit ini, selain itu mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan anak dengan down sindrom
















BAB II
PEMBAHASAN


A . Definisi dan Pengertian
Down syndrome adalah cacat bawaan yang disebabkan oleh adanya kelainan kromosom autosomal, yaitu kelebihan kromosom X. Sindrom ini juga disebut Trisomy 21, karena 3 dari 21 kromosom yang normal tergantikan oleh kromosom abnormal.
B.  Etiologi
1.      Genetik
Diperkirakan terdapat predisposisi genetik terhadap Non Disjunctional (translokasi kromosom 21 dan 15). Bukti yang mendukung teori ini adalah berdasarkan atas hasil penelitian epidemologi yang menyatakan adanya peningkatan resiko ulang bila di dalam keluarga terdapat anak dengan Down syndrome
2.      Radiasi
Radiasi menjadi salah satu penyebab terjadinya Non Disjunctional pada Down syndrome. Uchida (1981) menyatakan bahwa sekitar 30 % ibu yang melahirkan anak dengan Down syndrome pernah mengalami radiasi pada daerah perut sebelum terjadinya konsepsi
  1. Infeksi
Infeksi juga dikatakan menjadi salah satu penyebab terjadinya Down syndrome, tetapi belum ada penelitian yang dapat memastikannya
  1. Auto Imun
Autoimun juga dipekirakan sebagai salah satu penyebab Down syndrome, terutama autoimun tyroid
  1. Usia Ibu
Apabila usia ibu diatas 35 tahun ketika terjadi konsepsi, diperkirakan terdapat perubahan hormonal tubuh yang nantinya dapat menyebabkan Non Disjunctional pada kromosom, misalnya adanya peningkatan sekresi androgen, menurunnya kadar hidroepiandrosteron, menurunnya konsentrasi estradiolsistemik, perubahan konsentrasi reseptor hormon dan peningkatan kadar LH dan FSH secara tiba-tiba sebelum dan selama menopause
  1. Usia Ayah
Down syndrome dilaporkan bahwa sekitar 20%- 30% dari prosentase total disebabkan oleh adanya pengaruh dari usia ayah, tetapi korelasinya tidak setinggi usia ibu.
C. Patofisiologi
Temuan kasus Down syndrome yang pasti belum diketahui penyebabnya. Fakta menunjukkan bahwa kelebihan kromosom menyebabkan perubahan dalam proses normal yang mengatur embrionesis. Riset membuktikan bahwa kromosom 21 berperan dalam membentuk raut wajah. Hal ini berhubungan denga beberapa RM dan beberapa kelainan multi sistem seperti kerusakan hati bawaan, kerusakan penglihatan dan pendengaran, Nasopharingeal dan ketidaknormalan Gastro Intestinal seperti Atrioventrikuler canal, Impertorate anus dan Tracheoesophageal fistula. Akhirnya kelebihan kromosom juga mengubah neurotransmiter dalam sistem kolinergik, mengakibatkan penuaan dini dan penyakit Alzheimer’s Disease.
Meskipun penyebab yang spesifik belum diketahui, kehamilan yang terlambat (terjadi konsepsi ketika ibu sudah berusia 35 tahun keatas) juga menjadi faktor predisposisi. Usia ayah juga memberikan andil, tetapi tidak sekuat pengaruh dari faktor kehamilan ibu.


D. Tanda dan Gejala
Anak dengan kelainan Down syndrome memiliki ciri ciri :
1.      Pada saat lahir terdapat kelemahan otot dan hipotonia
  1. Bentuk tulang asimetris
  2. Bagian belakang kepala mendatar
  3. Lesi pada iris
  4. Kepala lebih kecil dari pada ukuran normal
  5. Hidung datar, lidah menjulur, mata sipit, dan terdapat lipatan kulit yang berbentuk bundar pada sudut mata sebelah dalam
  6. Tangan pendek dan lebar dengan jari tangan yang memiliki satu garis tangan pada telapak
  7. Jari kelingking terdiri dari dua segmen yang melengkung ke dalam
  8. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan
  9. Keterbelakangan mental
  10. Pada bayi ditemukan kelainan jantung bawaan dan kelainan saluran pencernaan seperti atresia deudenum.

E. Faktor Resiko
Yang mendasari kelainan trisomi 21 pada kromosom masih menjadi tanda tanya, tetapi para ahli mendapatkan bahwa faktor usia pada saat hamil merupakan faktor resiko yang bermakna.  Wanita yang hamil pada usia 35 ke atas merupakan golongan yang memiliki faktor resiko yang lebih tinggi.
Wanita yang sedang hamil dan berusia lebih dari 35 tahun mempunyai kemungkinan 1/ 350 untuk mepunyai anak yang akan menderita kelainan Down syndrome dan wanita yang berusia lebih dari 40 tahun mempunyai kemungkinan 1/ 100 untuk mempunyai anak dengan kelainan Down syndrome.
F. Pemeriksaan Diagnostik
1        Diagnosa prenatal dengan tes DNA dan analisa corionic villi
2        Pengujian fisik dari karakter Down syndrome yang menonjol
3        Tes dignostik terutuma pada jantung dan gastro intestinal  untuk mendeteksi ketidak normalan.
G. Penatalaksanaan
Penanganan gejala spesifik digunakan karena tidak ada obat untuk kelainan ini. Penatalaksanaan difokuskan pada pengaturan suhu, pemberian makanan, memonitor jantung, gastro intestinal dan kelainan wajah yang dapat dikoreksi.
1.      Penanganan secara medis
a.       Pendengarannya : sekitar 70-80 % anak syndrom down terdapat gangguan pendengaran dilakukan tes pendengaran oleh THT sejak dini.
b.      Penyakit jantung bawaan
c.       Penglihatan : perlu evaluasi sejak dini.
d.      Nutrisi : akan terjadi gangguan pertumbuhan pada masa bayi / prasekolah.
e.       Kelainan tulang : dislokasi patela, subluksasio pangkal paha / ketidakstabilan atlantoaksial. Bila keadaan terakhir ini sampai menimbulkan medula spinalis atau bila anak memegang kepalanya dalam posisi seperti tortikolit, maka perlu pemeriksaan radiologis untuk memeriksa spina servikalis dan diperlukan konsultasi neurolugis.
2.      Pendidikan
a.       Intervensi dini
Program ini dapat dipakai sebagai pedoman bagi orang tua untuk memberi lingkunga yang memeadai bagi anak dengan syndrom down, bertujuan untuk latihan motorik kasar dan halus serta petunjuk agar anak mampu berbahasa. Selain itu agar ankak mampu mandiri sperti berpakaian, makan, belajar, BAB/BAK, mandi,yang akan memberi anak kesempatan.
b.      Taman bermain
Misal dengan peningkatan ketrampilan motorik kasar dan halus melalui bermain dengan temannya, karena anak dapat melakukan interaksi sosial dengan temannya.
c.       Pendidikan khusus (SLB-C)
Anak akan mendapat perasaan tentang identitas personal, harga diri dan kesenangan. Selain itu mengasah perkembangan fisik, akademis dan  dan kemampuan sosial, bekerja dengan baik dan menjali hubungan baik.
3.      Penyuluhan pada orang tua

H. Pengkajian.
1.      Selama masa neonatal yang perlu dikaji :
a.    Stabilisasi suhu
b.  Kesulitan pemberian makanan
c.   Penyesuaian orang tua terhadap diagnosis
d.      Adanya kelainan yang berhubungan dengan sistem jantung, pernafasan dan sistem gastro intestinal
e.   Kemampuan orang tua untuk merawat bayi baru lahir.
  1. Pengkajian kemampuan kognitif dan perkembangan mental anak dengan menggunakan  standart usia
  2. Tes pendengaran dan penglihatan
  3. Pengkajian terhadap kemampuan anak untuk berkomunikasi
  4. Pengkajian terhadap kemampuan motorik
  5. Penyesuaian keluarga terhadap diagnosis dan kemajuan perkembangan mental anak.

I. Diagnosa Keperawatan

1.   Secara umum masalah yang dapat ditemukan pada penderita kelainan Down Syndrome :

a.       Perubahan termoregulasi berhubungan dengan hipotonik otot dan postur tubuh yang melebar
b.      Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kesulitan pemberian makan karena lidah yang menjulur dan langit langit/ palatum yang tinggi
c.       Tidak efektinya koping keluarga berhubungan dengan besarnya tekanan emosional dan finansial untuk merawat anak dengan kelainan secara kognitif, kondisi kronis, dan kesedihan karena kehilangan anak “sempurna“
d.      Defisit pengetahuan (orang tua) berhubungan dengan perawatan neonatus atau infant dirumah.







2. Spesifik untuk RM :
a.       Resiko terhadap cedera berhubungan dengan ketidakmampuan mengantispasi bahaya
b.      Perubahan tumbuh kembang berhubungan dengan kemampuan menelan yang lemah dan fungsi kognitif yang tidak normal
c.       Perubahan perawatan berhubungan dengan anak dengan retardasi mental Interaksi sosial yang lemah berhubungan dengan ketidakmampuan untuk menciptakan dan membina hubungan sosial

J. Intervensi Keperawatan
1.    Anak akan menjaga suhu tubuh WNL dan tidak akan mengalami pernafasan yang membahayakan yang berhubungan dengan hipotermi
2.      Anak akan mengkonsumsi nutrisi yang memadai yang ditunjukkan oleh berat WNL dan hidrasi yang memadai.
3.      Keluarga turut berperan dalam perawatan anak, sikap yang santai dan kemampuan untuk mendiskusikan rencana realistik untuk masa depan
4.      Keluarga mengerti kebutuhan-kebutuhan bayi dengan down syndrom dan mendemonstrasikan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan itu.

K. Implementasi
1.        Menyediakan pengaturan suhu yang memadai
a.       Memonitor suhu tubuh tiap 6 jam pertama setelah kelahiran dan sesudahnya 4 jam sekali
b.      Menempatkan bayi yang baru lahir dalam pemanas sampai suhu tubuh mencapai 360 0C
c.       Membungkus bayi dengan selimut yang hangat dan menempatkan dalam posisi menyamping
d.      Memonitor pertambahan angka respirasi, trauma dingin, dan lain-lainnya.
2.   Menyediakan nutrisi yang memadai
a.       Menilai kemampuan anak untuk menelan
b.      Mengubah kelembutan puting susu yang diperlukan untuk menelan
c.       Mendudukkan bayi dengan tegak dipangkuan saat memberi makan
d.      Memonitor adanya kemungkinan tercekik pada saat pemberian makan dan sendawa
e.       Tidurkan miring setelah pemberian makan
f.       Menginstruksikan kepada orang tua tentang teknik memberi makan yang baik.
3.   Menguatkan ikatan orang tua dan anak
a.       Mendorong orang tua untuk mengungkapkan perasaan rasa takut dan perhatian
b.      Menilai pengertian orang tua terhadap kondisi anak
c.       Menjadi pendengar yang aktif, mendorong orang tua untuk bertanya lalu menjawab sesuai dengan kemampuan dan pemahaman
d.      Mendorong partisipasi aktif orang tua dalam perawatan anak semasa di rumah sakit dan memberikan dukungan bantuan yang positif
e.       Memberikan penerimaan masyarakat secara layak
f.       Meningkatkan pengertian orang tua terhadap kebutuhan anak.




L.  Evaluasi

A.    Anak mendapat nutrisi yang cukup / adekuat
B.     Pendengaran dan penglihatan anak dapat terdeteksi sejak dini dan dapat dievaluasi secara rutin
C.     Keluarga turut serta aktif dalam perawatan anak syndrom down dengan baik
D.    Anak mampu bersosialisasi dan berinteraksi dengan baik sehingga anak dapat menjalin hubungan baik  dengan orang lain




BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
o   Kejadian sindrom Down dianggarkan pada 1 setiap 800 hingga 1 setiap 1000 kelahiran. Pada 2006, Pusat Kawalan Penyakit (Center for Disease Control) menganggarkan kadar sehingga 1 setiap 733 kelahiran hidup di Amerika Sarikat. Sekitar 95% dari penyebab sindrom down adalah kromosom 21. Sindrom Down berlaku dikalangan semua ethnik dan semua golongan tahap ekonomi. memberi kesan kepada risiko kehamilan bayi dengan sindrom Down. Pada ibu berusia antara 20 hingga 24, risikonya adalah 1/1490; pada usia 40 risikonya adalah 1/60, dan pada usia 49 risikonya adalah 1/11. Sungguhpun risiko meningkat dengan usia ibu, 80% kanak-kanak dengan sindrom Down dilahirkan pada wanita bawah usia 35, menunjukkan kesuburan keseluruhan kumpulan usia tersebut. Selain usia ibu, tiada faktor risiko lain diketahui (wikipedia melayu).
o    Down syndrome adalah cacat bawaan yang disebabkan oleh adanya kelainan kromosom autosomal, yaitu kelebihan kromosom X. Sindrom ini juga disebut Trisomy 21, karena 3 dari 21kromosom yang normal tergantikan oleh kromosom abnormal
B.     SARAN

Dalam melakukan perawatan pada anak dengan syndrome down, seorang perawat harus mempu mengajak keluarga untuk aktif berpartisipasi dalam setiap kegiatan keperawatan. Hal ini ditujukan untuk memberikan pendidikan kepada keluarga karena setelah keluar dari rumah sakit maka keluargalah yang dituntut untuk bisa melakukan perawatan home care