Wednesday, July 10, 2013

ASKEP SYNDROME DOWN

BAB I
PENDAHULUAN
                                                                                                   

A.    LATAR BELAKANG

Sindrom down merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling banyak terjadi pada manusia. Angka kejadian pada tahun 1994 mencapai 1.0 - 1.2 per 1000 kelahiran dan pada 20 tahun yang laludilaporkan 1,6 per 1000 kelahiran. Kebanyakan anak dengan sindrom down dilahirkan oleh wanita yang berusia datas 35 tahun. Sindrom down dapat terjadi pada semua ras. Dikatakan angka kejadian pada orang kulit putih lebih tinggi dari orang hitam (Soetjiningsih). Sumber lain mengatakan bahwa angka kejadian 1,5 per 1000 kelahiran, ditemukan pada semua suku dan ras, terdapat pada penderita retardasi mental sekitar 10 %, secara statistik lebih banyak di lahirkan oleh ibu yang berusia lebih dari 30 tahun, prematur dan pada ibu yang usianya terlalu muda (Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI).
          Kejadian sindrom Down dianggarkan pada 1 setiap 800 hingga 1 setiap 1000 kelahiran. Pada 2006, Pusat Kawalan Penyakit (Center for Disease Control) menganggarkan kadar sehingga 1 setiap 733 kelahiran hidup di Amerika Sarikat. Sekitar 95% dari penyebab sindrom down adalah kromosom 21. Sindrom Down berlaku dikalangan semua ethnik dan semua golongan tahap ekonomi. memberi kesan kepada risiko kehamilan bayi dengan sindrom Down. Pada ibu berusia antara 20 hingga 24, risikonya adalah 1/1490; pada usia 40 risikonya adalah 1/60, dan pada usia 49 risikonya adalah 1/11. Sungguhpun risiko meningkat dengan usia ibu, 80% kanak-kanak dengan sindrom Down dilahirkan pada wanita bawah usia 35, menunjukkan kesuburan keseluruhan kumpulan usia tersebut. Selain usia ibu, tiada faktor risiko lain diketahui (wikipedia melayu).
  1. TUJUAN PENULISAN
1.      Tujuan Umum
o   Diharapkan kepada mahasiswa/I agar mengetahui apa saja masalah-masalah anak dengan down sindrom
2.      Tujuan Khusus
o   Diharapkan mahasiswa memahami dan mengerti tentang ciri-ciri penyakit ini, selain itu mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan anak dengan down sindrom
















BAB II
PEMBAHASAN


A . Definisi dan Pengertian
Down syndrome adalah cacat bawaan yang disebabkan oleh adanya kelainan kromosom autosomal, yaitu kelebihan kromosom X. Sindrom ini juga disebut Trisomy 21, karena 3 dari 21 kromosom yang normal tergantikan oleh kromosom abnormal.
B.  Etiologi
1.      Genetik
Diperkirakan terdapat predisposisi genetik terhadap Non Disjunctional (translokasi kromosom 21 dan 15). Bukti yang mendukung teori ini adalah berdasarkan atas hasil penelitian epidemologi yang menyatakan adanya peningkatan resiko ulang bila di dalam keluarga terdapat anak dengan Down syndrome
2.      Radiasi
Radiasi menjadi salah satu penyebab terjadinya Non Disjunctional pada Down syndrome. Uchida (1981) menyatakan bahwa sekitar 30 % ibu yang melahirkan anak dengan Down syndrome pernah mengalami radiasi pada daerah perut sebelum terjadinya konsepsi
  1. Infeksi
Infeksi juga dikatakan menjadi salah satu penyebab terjadinya Down syndrome, tetapi belum ada penelitian yang dapat memastikannya
  1. Auto Imun
Autoimun juga dipekirakan sebagai salah satu penyebab Down syndrome, terutama autoimun tyroid
  1. Usia Ibu
Apabila usia ibu diatas 35 tahun ketika terjadi konsepsi, diperkirakan terdapat perubahan hormonal tubuh yang nantinya dapat menyebabkan Non Disjunctional pada kromosom, misalnya adanya peningkatan sekresi androgen, menurunnya kadar hidroepiandrosteron, menurunnya konsentrasi estradiolsistemik, perubahan konsentrasi reseptor hormon dan peningkatan kadar LH dan FSH secara tiba-tiba sebelum dan selama menopause
  1. Usia Ayah
Down syndrome dilaporkan bahwa sekitar 20%- 30% dari prosentase total disebabkan oleh adanya pengaruh dari usia ayah, tetapi korelasinya tidak setinggi usia ibu.
C. Patofisiologi
Temuan kasus Down syndrome yang pasti belum diketahui penyebabnya. Fakta menunjukkan bahwa kelebihan kromosom menyebabkan perubahan dalam proses normal yang mengatur embrionesis. Riset membuktikan bahwa kromosom 21 berperan dalam membentuk raut wajah. Hal ini berhubungan denga beberapa RM dan beberapa kelainan multi sistem seperti kerusakan hati bawaan, kerusakan penglihatan dan pendengaran, Nasopharingeal dan ketidaknormalan Gastro Intestinal seperti Atrioventrikuler canal, Impertorate anus dan Tracheoesophageal fistula. Akhirnya kelebihan kromosom juga mengubah neurotransmiter dalam sistem kolinergik, mengakibatkan penuaan dini dan penyakit Alzheimer’s Disease.
Meskipun penyebab yang spesifik belum diketahui, kehamilan yang terlambat (terjadi konsepsi ketika ibu sudah berusia 35 tahun keatas) juga menjadi faktor predisposisi. Usia ayah juga memberikan andil, tetapi tidak sekuat pengaruh dari faktor kehamilan ibu.


D. Tanda dan Gejala
Anak dengan kelainan Down syndrome memiliki ciri ciri :
1.      Pada saat lahir terdapat kelemahan otot dan hipotonia
  1. Bentuk tulang asimetris
  2. Bagian belakang kepala mendatar
  3. Lesi pada iris
  4. Kepala lebih kecil dari pada ukuran normal
  5. Hidung datar, lidah menjulur, mata sipit, dan terdapat lipatan kulit yang berbentuk bundar pada sudut mata sebelah dalam
  6. Tangan pendek dan lebar dengan jari tangan yang memiliki satu garis tangan pada telapak
  7. Jari kelingking terdiri dari dua segmen yang melengkung ke dalam
  8. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan
  9. Keterbelakangan mental
  10. Pada bayi ditemukan kelainan jantung bawaan dan kelainan saluran pencernaan seperti atresia deudenum.

E. Faktor Resiko
Yang mendasari kelainan trisomi 21 pada kromosom masih menjadi tanda tanya, tetapi para ahli mendapatkan bahwa faktor usia pada saat hamil merupakan faktor resiko yang bermakna.  Wanita yang hamil pada usia 35 ke atas merupakan golongan yang memiliki faktor resiko yang lebih tinggi.
Wanita yang sedang hamil dan berusia lebih dari 35 tahun mempunyai kemungkinan 1/ 350 untuk mepunyai anak yang akan menderita kelainan Down syndrome dan wanita yang berusia lebih dari 40 tahun mempunyai kemungkinan 1/ 100 untuk mempunyai anak dengan kelainan Down syndrome.
F. Pemeriksaan Diagnostik
1        Diagnosa prenatal dengan tes DNA dan analisa corionic villi
2        Pengujian fisik dari karakter Down syndrome yang menonjol
3        Tes dignostik terutuma pada jantung dan gastro intestinal  untuk mendeteksi ketidak normalan.
G. Penatalaksanaan
Penanganan gejala spesifik digunakan karena tidak ada obat untuk kelainan ini. Penatalaksanaan difokuskan pada pengaturan suhu, pemberian makanan, memonitor jantung, gastro intestinal dan kelainan wajah yang dapat dikoreksi.
1.      Penanganan secara medis
a.       Pendengarannya : sekitar 70-80 % anak syndrom down terdapat gangguan pendengaran dilakukan tes pendengaran oleh THT sejak dini.
b.      Penyakit jantung bawaan
c.       Penglihatan : perlu evaluasi sejak dini.
d.      Nutrisi : akan terjadi gangguan pertumbuhan pada masa bayi / prasekolah.
e.       Kelainan tulang : dislokasi patela, subluksasio pangkal paha / ketidakstabilan atlantoaksial. Bila keadaan terakhir ini sampai menimbulkan medula spinalis atau bila anak memegang kepalanya dalam posisi seperti tortikolit, maka perlu pemeriksaan radiologis untuk memeriksa spina servikalis dan diperlukan konsultasi neurolugis.
2.      Pendidikan
a.       Intervensi dini
Program ini dapat dipakai sebagai pedoman bagi orang tua untuk memberi lingkunga yang memeadai bagi anak dengan syndrom down, bertujuan untuk latihan motorik kasar dan halus serta petunjuk agar anak mampu berbahasa. Selain itu agar ankak mampu mandiri sperti berpakaian, makan, belajar, BAB/BAK, mandi,yang akan memberi anak kesempatan.
b.      Taman bermain
Misal dengan peningkatan ketrampilan motorik kasar dan halus melalui bermain dengan temannya, karena anak dapat melakukan interaksi sosial dengan temannya.
c.       Pendidikan khusus (SLB-C)
Anak akan mendapat perasaan tentang identitas personal, harga diri dan kesenangan. Selain itu mengasah perkembangan fisik, akademis dan  dan kemampuan sosial, bekerja dengan baik dan menjali hubungan baik.
3.      Penyuluhan pada orang tua

H. Pengkajian.
1.      Selama masa neonatal yang perlu dikaji :
a.    Stabilisasi suhu
b.  Kesulitan pemberian makanan
c.   Penyesuaian orang tua terhadap diagnosis
d.      Adanya kelainan yang berhubungan dengan sistem jantung, pernafasan dan sistem gastro intestinal
e.   Kemampuan orang tua untuk merawat bayi baru lahir.
  1. Pengkajian kemampuan kognitif dan perkembangan mental anak dengan menggunakan  standart usia
  2. Tes pendengaran dan penglihatan
  3. Pengkajian terhadap kemampuan anak untuk berkomunikasi
  4. Pengkajian terhadap kemampuan motorik
  5. Penyesuaian keluarga terhadap diagnosis dan kemajuan perkembangan mental anak.

I. Diagnosa Keperawatan

1.   Secara umum masalah yang dapat ditemukan pada penderita kelainan Down Syndrome :

a.       Perubahan termoregulasi berhubungan dengan hipotonik otot dan postur tubuh yang melebar
b.      Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kesulitan pemberian makan karena lidah yang menjulur dan langit langit/ palatum yang tinggi
c.       Tidak efektinya koping keluarga berhubungan dengan besarnya tekanan emosional dan finansial untuk merawat anak dengan kelainan secara kognitif, kondisi kronis, dan kesedihan karena kehilangan anak “sempurna“
d.      Defisit pengetahuan (orang tua) berhubungan dengan perawatan neonatus atau infant dirumah.







2. Spesifik untuk RM :
a.       Resiko terhadap cedera berhubungan dengan ketidakmampuan mengantispasi bahaya
b.      Perubahan tumbuh kembang berhubungan dengan kemampuan menelan yang lemah dan fungsi kognitif yang tidak normal
c.       Perubahan perawatan berhubungan dengan anak dengan retardasi mental Interaksi sosial yang lemah berhubungan dengan ketidakmampuan untuk menciptakan dan membina hubungan sosial

J. Intervensi Keperawatan
1.    Anak akan menjaga suhu tubuh WNL dan tidak akan mengalami pernafasan yang membahayakan yang berhubungan dengan hipotermi
2.      Anak akan mengkonsumsi nutrisi yang memadai yang ditunjukkan oleh berat WNL dan hidrasi yang memadai.
3.      Keluarga turut berperan dalam perawatan anak, sikap yang santai dan kemampuan untuk mendiskusikan rencana realistik untuk masa depan
4.      Keluarga mengerti kebutuhan-kebutuhan bayi dengan down syndrom dan mendemonstrasikan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan itu.

K. Implementasi
1.        Menyediakan pengaturan suhu yang memadai
a.       Memonitor suhu tubuh tiap 6 jam pertama setelah kelahiran dan sesudahnya 4 jam sekali
b.      Menempatkan bayi yang baru lahir dalam pemanas sampai suhu tubuh mencapai 360 0C
c.       Membungkus bayi dengan selimut yang hangat dan menempatkan dalam posisi menyamping
d.      Memonitor pertambahan angka respirasi, trauma dingin, dan lain-lainnya.
2.   Menyediakan nutrisi yang memadai
a.       Menilai kemampuan anak untuk menelan
b.      Mengubah kelembutan puting susu yang diperlukan untuk menelan
c.       Mendudukkan bayi dengan tegak dipangkuan saat memberi makan
d.      Memonitor adanya kemungkinan tercekik pada saat pemberian makan dan sendawa
e.       Tidurkan miring setelah pemberian makan
f.       Menginstruksikan kepada orang tua tentang teknik memberi makan yang baik.
3.   Menguatkan ikatan orang tua dan anak
a.       Mendorong orang tua untuk mengungkapkan perasaan rasa takut dan perhatian
b.      Menilai pengertian orang tua terhadap kondisi anak
c.       Menjadi pendengar yang aktif, mendorong orang tua untuk bertanya lalu menjawab sesuai dengan kemampuan dan pemahaman
d.      Mendorong partisipasi aktif orang tua dalam perawatan anak semasa di rumah sakit dan memberikan dukungan bantuan yang positif
e.       Memberikan penerimaan masyarakat secara layak
f.       Meningkatkan pengertian orang tua terhadap kebutuhan anak.




L.  Evaluasi

A.    Anak mendapat nutrisi yang cukup / adekuat
B.     Pendengaran dan penglihatan anak dapat terdeteksi sejak dini dan dapat dievaluasi secara rutin
C.     Keluarga turut serta aktif dalam perawatan anak syndrom down dengan baik
D.    Anak mampu bersosialisasi dan berinteraksi dengan baik sehingga anak dapat menjalin hubungan baik  dengan orang lain




BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
o   Kejadian sindrom Down dianggarkan pada 1 setiap 800 hingga 1 setiap 1000 kelahiran. Pada 2006, Pusat Kawalan Penyakit (Center for Disease Control) menganggarkan kadar sehingga 1 setiap 733 kelahiran hidup di Amerika Sarikat. Sekitar 95% dari penyebab sindrom down adalah kromosom 21. Sindrom Down berlaku dikalangan semua ethnik dan semua golongan tahap ekonomi. memberi kesan kepada risiko kehamilan bayi dengan sindrom Down. Pada ibu berusia antara 20 hingga 24, risikonya adalah 1/1490; pada usia 40 risikonya adalah 1/60, dan pada usia 49 risikonya adalah 1/11. Sungguhpun risiko meningkat dengan usia ibu, 80% kanak-kanak dengan sindrom Down dilahirkan pada wanita bawah usia 35, menunjukkan kesuburan keseluruhan kumpulan usia tersebut. Selain usia ibu, tiada faktor risiko lain diketahui (wikipedia melayu).
o    Down syndrome adalah cacat bawaan yang disebabkan oleh adanya kelainan kromosom autosomal, yaitu kelebihan kromosom X. Sindrom ini juga disebut Trisomy 21, karena 3 dari 21kromosom yang normal tergantikan oleh kromosom abnormal
B.     SARAN

Dalam melakukan perawatan pada anak dengan syndrome down, seorang perawat harus mempu mengajak keluarga untuk aktif berpartisipasi dalam setiap kegiatan keperawatan. Hal ini ditujukan untuk memberikan pendidikan kepada keluarga karena setelah keluar dari rumah sakit maka keluargalah yang dituntut untuk bisa melakukan perawatan home care

Sunday, May 19, 2013

ASKEP HIPERTENSI


BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Hipertensi adalah peninggian tekanan darah di atas normal. Ini termasuk golongan penyakit yang terjadi akibat suatu mekanisme kompensasi kardiovaskuler untuk mempertahankan metabolisme tubuh agar berfungsi normal. Apabila hipertensi tidak terkontrol akan menyebabkan kelainan pada organ-organ lain yang berhubungan dengan sistem-sistem tersebut. Semakin tinggi tekanan darah lebih besar kemungkinan timbulnya penyakit-penyakit kardiovaskuler secara premature1. Sejumlah 85-90% hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau disebut hipertensi primer (hipertensi esensial atau idiopatik). Hanya sebagian kecil hipertensi yang dapat ditetapkan penyebabnya (hipertensi sekunder). Tidak ada data akurat mengenai prevalensi hipertensi sekunder dan sangat tergantung dimana angka itu diteliti. Diperkirakan terdapat sekitar 6% pasien hipertensi sekunder sedangkan di pusat rujukan dapat mencapai sekitar 35%. Hampir semua hipertensi sekunder didasarkan pada 2 mekanisme yaitu gangguan sekresi hormon dan gangguan fungsi ginjal. Pasien hipertensi sering meninggal dini karena komplikasi jantung (yang disebut sebagai penyakit jantung hipertensi). Juga dapat menyebabkan syok, gagal ginjal, gangguan retina mata.
Peningkatan tekanan darah yang lama dan tidak terkontrol dapat menyebakan bermacam-macam perubahan pada struktur miokardial, vaskuler koroner, dan sistem konduksi dari jantung. Perubahan ini dapat menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri (LVH) , penyakit arteri koroner, kelainan system konduksi, dan disfungsi sistolik dan diastolic dari miokardium, yang biasanya secara klinis tampak sebagai angina atau infark miokard, aritmia (khususnya atrial fibrilasi), dan gagal jantung kongestif (CHF).
    2.1 Rumusan masalah
1.      Bagaimanakah Konsep Dasar Penyakit dari Hipertensi Heart Disease?
2.      Bagaimanakah Konsep dasar Asuhan keperawatan pada pasien  dengan Hipertensi?
3.1   Tujuan
1.      Mengetahui Konsep Dasar  Penyakit dari Hipertensi Heart Disease
2.      Mengetahui Konsep Dasar Asuhan Keperawatan pada pasien dengan  Hipertensi


BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1        Pengertian

Hipertensi di kdefinisikan oleh Joint National Committee on Detection (JNC) sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya, mempunyai rentang dari tekanan darah normal tinggi sampai hipetensi maligna. (Doengoes Mariyln E, 1999)
Klasifikasi hipertensi menurut JNC VII :


Sistolik
Diastolik
1.      Normal tensi
2.      Pre hipertensi
3.      Hipertensi tahap I
4.      hipertensi tahap II
< 130
130 – 140
140 – 160
> 160
< 80
80 – 90
90 – 100
> 100

2.2        Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi 2 golongan yaitu :
2.2.1     Hipertensi primer atau essensial yang tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik terdapat sekitar 90% kasus dan banyak penderita tidak menunjukkan gejala atau keluhan. Berbagai hal seperti faktor genetik, aktivitas saraf simpatis, faktor hemodinamik, metabolisme natrium dalam ginjal, gangguan mekanisme pompa Na (sodium pump) dan faktor renin, angiotensin, aldosteron serta faktor yang meningkatkan resiko seperti obesitas, alkohol, merokok dan polisetimia mempunyai kaitan erat dengan peningkatan tekanan darah esensial.
2.2.2     Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Terdapat sekitar 5% kasus. Penyebab spesifiknya diketahui seperti glomerulonefritis, penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskularrenal, hiperaldisteronisme primer, sindrom chusing, feotromositoma, koarktasioaorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan dan lain-lain.
2.3  Faktor Predisposisi
Faktor predioposisi penderita hipertensi meliputi :
2.3.1        Orang yang mengalami stress psikososial.
2.3.2        Kegemukan
2.3.3        Kurang olahraga
2.3.4        Perokok
2.3.5        Peminum alcohol

2.4              Patofisiologi
Pengetahuan patofisiologis hipertensi essensial sampai sekarang terus berkembang, karena belum terdapat jawaban yang memuaskan yang menerangkan terjadinya peningkatan tekanan darah. Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer. Beberapa faktor yang mempengaruhi peningkatan TD pada hipertensi essensial yaitu faktor genetik, aktivitas tonus simpatis, faktor hemodinamik, metabolisme Na dalam ginjal, gangguan mekanisme pompa sodium Na (sodium pump) dan faktor renin, angiotensis, aldosteron. Patofisiologi di sini lebih mengacu pada penyebabnya.
2.4.1        Faktor genetik, dibuktikan dengan banyak dijumpai pada penderita kembar monozigot apabila salah satunya menderita hipertensi.
2.4.2        Peningkatan aktivitas tonus simpatis, pada tahap awal hipertensi curah jantung meningkat, tahanan perifer normal, pada tahap selanjutnya curah jantung normal, tahanan perifer meningkat dan terjadilah refleks autoregulasi yaitu mekanisme tubuh untuk mempertahankan keadaan hemodinamik yang normal.
2.4.3        Pergeseran cairan kapiler antara sirkulasi dan intestinal dikontrol oleh hormon seperti angiotensin (vasopresin) termasuk sistem kontrol yang bereaksi cepat, sedangkan sistem kontrol yang mempertahankan TD jangka panjang diatur oleh cairan tubuh yang melibatkan ginjal.
2.4.4        Pengaruh asupan garam terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan TD, keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan ekskresi kelebihan garam sehingga kembali ke keadaan hemodinamik yang normal.
2.4.5        Sistem renin, angiotensin dan aldosteron. Renin distimulasi oleh saraf simpatis yang berperan pada proses konversi angiotensin I menjadi angiotensin II yang berefek vasokontriksi. Dengan angiotensin II sekresi aldosteron akan meningkat dan menyebabkan retensi Na dan air.





2.5              Manifestasi Klinik
Peninggian tekanan darah kadang kala merupakan satu-satunya gejala pada hipertensi dan kadang-kadang berjalan tanpa gejala dan baru timbul setelah terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak dan jantung. Gejala lain yang sering ditemukan adalah sakit kepala, epistaksis, pusing atau migrain, marah, telinga berdengung, rasa berat di tekuk, sukar tidur, dan mata berkunang-kunang. Gejala ini akibat komplikasi hipertensi seperti gangguan penglihatan, gangguan neurologi, gejala payah jantung dan gejala lain akibat gangguan fungsi ginjal.

2.6              Penatalaksanaan Medis Umum
Didasarkan pada program perawatan bertahap (Rodman, 1991)
2.6.1        Langkah I. Tindakan-tindakan konservatif :
a.       Modifikasi diet
-          Pembatasan natrium
-          Penurunan masukan kolesterol dan lemak jenuh
-          Penurunan masukan kalori untuk mengontrol berat badan
-          Menurunkan masukan minuman beralkohol
b.      Menghentikan merokok
c.       Penatalaksanaan stres
d.      Program latihan regular untuk menurunkan berat badan
2.6.2        Langkah II. Farmakoterapi bila tindakan-tindakan konservatif gagal untuk mengontrol TD sercara adekuat. Salah satu dari berikut ini dapat digunakan.
-          diuretik
-          penyekat beta adrenergik
-          penyekat saluran kalsium
-          penghambat enzim pengubah angiotensin (ACE)
2.6.3        Langkah III Dosis obat dapat dikurangi, obat kedua dari kelas yang berbeda dapat ditambahkan atau penggantian obat lainnya dari kelas yang berbeda.
2.6.4        Langkah IV. Obat ketiga dapat ditambah atau obat kedua digantikan yang lain dari kelas yang berbeda.
2.6.5        Langkah V. Evaluasi lanjut atau rujukan pada spesialis atamu keempat dapat ditambahkan masing-masing dari kelas yang berbeda.



2.7              Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi bertujuan menentukan adanya kerusakan organ dan faktor resiko lain atau mencari penyebab hipertensi. Biasanya dari pemeriksaan urinalisa, darah perifer lengkap, kimia darah (K, Na, kreatinin, gula darah puasa, kolesterol, HDI) dapat dilakukan pemeriksaan lain seperti Klirens kreatinin, protein urin 24 jam, asam urat, kolesterol LDL, TSH dan EKG.


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1              Pengkajian
Dasar pengkajian pasien meliputi :
a.       Aktivitas atau istirahat
Kelemahan, letih, napas pendek, frekuensi jantung tinggi, takipnea, perubahan irama jantung.
b.      Sirkulasi
Riwayat hipertensi, ateroslerosis, penyakit serebvaskuler, kenaikan tekanan darah, takikardi, distritmia, kulit pucat, cianosis, diaforesis.
c.       Integritas ego
Perubahan kepribadian, ansietas, depresi atau marah kronik, gelisah, tangisan yang meledak, gerak tangan empati, otot muka tegang, pernafasan maligna, peningkatan pola bicara.
d.      Eliminasi
Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu seperti infeksi, obstruksi atau riwayat penyakit ginjal.
e.       Makanan atau cairan
Makanan yang disukai (tinggi garam, tinggi lemak, tinggi kolesterolk, mual dan muntah, perubahan berat badan, obsesitas, adanya edema.
f.       Neurosensori
Pusing, sakit kepala, gangguan penglihatan, perubahan keterjagaan, orientasi pola atau isi bicara, proses pikir atau memori (ingatan), respon motorik (penurunan kekuatan gangguan tangan), perubahan retinal optik.
g.      Nyeri atau ketidaknyamanan
Angina, nyeri hilang atau timbul pada tungkai atau klaudikasi, sakit kepala, nyeri abdomen.
h.      Pernafasan
Dispnea, takipnea, ortopnea, dispnea noktural paroksisimal, riwayat merokok, batuk dengan atamu tanpa sputum, distress respirasi atau penggunaan otot aksesori pernafasan, bunyi nafas tambahan, cianosis.


Prioritas perawatan :
1.      Mempertahankan atau meningkatkan fungsi kardiovaskuler.
2.      Mencegah komplikasi.
3.      Memberikan informasi tentang proses atau prognosos dan program pengobatan.
4.      Mendukung kontrol aktif terhadap kondisi.

3.2              Diagnosa Keperawatan
a.       Gangguan rasa nyaman nyeri atau sakit kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskular serebral.
b.      Intoleransi aktivitas sehubungan dengan kelemahan fisik.
c.       Gangguan perubahan pola nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan berlebihan kebutuhan metabolik.
d.      Resiko tinggi terhadap penurunan jantung sehubungan dengan peningkatan afterload vasokontriksi.

3.3              Intervensi
a.       Dx 1. Gangguan rasa nyaman, nyeri atau sakit kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskular serebral.
Kriteria hasil     :    -    pasien akan melaporkan nyeri hilang atau terkontrol
                               -    pasien akan mengungkapkan metode yang memberikan pengurangan
                               -    pasien akan mengikuti regimen farmakologi yang diresepkan
Intervensi :
1.      Mempertahankan tirah baring selama fase akut.
Rasional      :    meminimalkan stimulasi atau meningkatkan relaksasi.
2.      Memberi tindakan non farmakologis untuk menghilangkan sakit kepala (kompres dingin, tehnik relaksasi)
Rasional      :    tindakan yang menurunkan tekanan vaskular serebral dan yang memperlambat respon simpatis efektif menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya.
3.      Meminimalkan aktivitas vasokontriksi yang meningkatkan sakit kepala (mengejan saat BAB, batuk dan membungkuk)
Rasional      :    aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit kepala pada adanya peningkatan tekanan vaskular serebral.
4.      Kolaborasi dokter dengan pemberian analgesik
Rasional      :    menurunkan atau mengontrol nyeri dan menurunkan rangsang sistem saraf simpatis.
b.      Dx 2. Intoleransi aktivitas sehubungan dengan kelemahan fisik
Kriteria hasil     :    -    pasien akan berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan
                               -    pasien akan melaporkan peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur
                               -    pasien akan menuju penurunan tanda-tanda intoleransi fisiologi
Intervensi :
1.      Kaji respon pasien terhadap aktivitas
Rasional      :    menyebutkan parameter membantu mengkaji respon fisiologi terhadap stress aktivitas dan bila ada merupakan indikator dari kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat aktivitas.
2.      Instruksikan pasien tentang tehnik penghematan energi (duduk saat gosok gigi, atau menyisir rambut) dan melakukan aktivitas perlahan.
Rasional      :    membantu antara suplai dan kebutuhan O2
3.      Dorong untuk beraktivitas atau melakukan perawatan diri bertahap.
Rasional      :    kemajuan aktivitas mencegah peningkatan kerja jantung tiba-tiba.
c.       Dx 3. Gangguan pola nutrisi sehubungan dengan lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan berlebihan kebutuhan metabolik.
Kriteria hasil     :    -    pasien akan mengidentifikasi hubungan hipertensi dan kegemukan
                               -    pasien akan menunjukkan perubahan pola makan
                               -    pasien akan melakukan olahraga yang tepat rasional
Intervensi :
1.      Kaji pemahaman pasien tentang hubungan antara hipertensi dengan kegemukan
Rasional      :    kegemukan adalah resiko tekanan darah tinggi karena disproporsi antara kapasitas norta dan peningkatan curah jantung berkaitan erat dengan peningkatan massa tubuh.
2.      Bicara tentang pentingnya menurunkan masukan kalori dan batasi lemak, garam, gula sesuai indikasi.
Rasional      :    kesalahan kebiasaan makan menunjang terjadinya ateroskerosis dan kegemukan merupakan predisposisi untuk hipertensi dan komplikasinya.
3.      Tetapkan keinginan pasien untuk menurunkan berat badan.
Rasional      :    motivasi untuk penurunan berat badan adalah intern individu harus berkeinginan untuk menurunkan berat badan agar program berhasil.
4.      Kaji ulang masukan kalori harian dan pilihan diet
Rasional      :    mengidentifikasi kekuatan atau kelemahan dalam program diit terakhir, membantu menentukan kebutuhan individu untuk penyesuaian atau penyuluhan.
d.      Dx 4. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung sehubungan dengan peningkatan afterload vasokontriksi
Kriteria hasil     :    -    pasien berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan beban yang dapat diterima.
                               -    pasien memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil dalam rengtang normal.
Intervensi :
1.      Pantau tekanan darah untuk evaluasi awal
Rasional      :    perbandingan tekanan memberikan gambaran tentang keterlibatan atau bidang masalah vaskular.
2.      Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
Rasional      :    denyut karoitis, jugularis, radialis dan femoralis dap terpalpasi sedangkan denyut tungkai mungkin menurun.
3.      Akultasi tonus jantung dan bunyi nafas
Rasional      :    S4 terdengar pada pasien hipertensi berat karena ada hipertropi atrium (peningkatan volume atau tekanan atrium) perkembangan S3 menunjukkan hipertropi ventrikel dan kerusakan fungsi.

3.4       Implementasi
            Implementasi di tegakkan berdasarkan jumlah intervensi yang ada.