Kajian
Teori
KEHILANGAN
Kehilangan adalah suatu keadaan individu
yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada,
baik terjadi sebagian atau keseluruhan (Lambert dan Lambert,1985,h.35).
Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu dalam
rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan
cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.
Terlepas dari penyebab kehilangan yang
dialami setiap individu akan berespon terhadap situasi kehilangan, respon
terakhir terhadap kehilangan sangat dipengaruhi oleh kehilangan sebelumnya.
Elizabeth Kubler-rose,1969.h.51, membagi
respon berduka dalam lima fase, yaitu : pengikaran, marah, tawar-menawar,
depresi dan penerimaan.
Rentang Respon Kehilangan
Gambar rentang respon individu terhadap
kehilangan (Kublier-rose,1969).
Fase Marah Fase
Depresi
Fase Pengingkaran
Fase Tawar-menawar
Fase Menerima
Fase
Pengingkaran
Reaksi pertama individu yang mengalami
kehilangan adalah syok, tidak percaya atau mengingkari kenyataan bahwa
kehidupan itu memang benar terjadi, dengan mengatakan “ Tidak, saya tidak
percaya itu terjadi “ atau “ itu tidak mungkin terjadi “. Bagi individu atau
keluarga yang didiagnosa dengan penyakit terminal, akan terus mencari informasi
tambahan.
Reaksi fisik yang terjadi pada fase ini
adalah : letih, lemah, pucat, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat,
menangis, gelisah, dan tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi ini dapat berakhir
dalam beberapa menit atau beberapa tahun.
Fase
Marah
Fase ini dimulai dengan timbulnya suatu
kesadaran akan kenyataan terjadinya kehilangan Individu menunjukkan rasa marah
yang meningkat yang sering diproyeksikan kepada orang lain atau pada dirinya
sendiri. Tidak jarang ia menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar, menolak
pengobatan, menuduh dokter-perawat yang tidak pecus. Respon fisik yang sering terjadi
antara lain muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
Fase
Tawar-menawar
Individu telah mampu mengungkapkan rasa
marahnya secara intensif, maka ia akan maju ke fase tawar-menawar dengan
memohon kemurahan pada Tuhan. Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata “
kalau saja kejadian ini bisa ditunda, maka saya akan sering berdoa “. Apabila
proses ini oleh keluarga maka pernyataan yang sering keluar adalah “ kalau saja
yang sakit, bukan anak saya”.
Fase
Depresi
Individu pada fase ini sering menunjukkan
sikap menarik diri, kadang sebagai pasien sangat penurut, tidak mau bicara,
menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga, ada keinginan bunuh diri,
dsb. Gejala fisik yang ditunjukkan antara lain : menolak makan, susah tidur,
letih, dorongan libido manurun.
Fase
Penerimaan
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi
perasaan kehilangan. Pikiran yang selalu berpusat kepada obyek atau orang yang
hilang akan mulai berkurang atau hilang. Individu telah menerima kehilangan
yang dialaminya. Gambaran tentang obyek atau orang yang hilang mulai dilepaskan
dan secara bertahap perhatiannya akan beralih kepada obyek yang baru. Fase ini
biasanya dinyatakan dengan “ saya betul-betul kehilangan baju saya tapi baju
yang ini tampak manis “ atau “apa yang
dapat saya lakukan agar cepat sembuh”.
Apabila individu dapat memulai fase ini dan
menerima dengan perasaan damai, maka dia akan mengakhiri proses berduka serta
mengatasi perasaan kehilangannya dengan tuntas. Tetapi bila tidak dapat
menerima fase ini maka ia akan mempengaruhi kemampuannya dalam mengatasi
perasaan kehilangan selanjutnya.
TUGAS TERSTRUKTUR UNIT KEPERAWATAN JIWA
PSIK-FK UNAIR
Kasus : 3
Ibu A. 39 baru pertama kali dirawat diRSJ
Menur karena sejak sebulan yang lalu mengurung diri dikamar, menolak makan,
minum, dan mandi. Hal ini terjadi sejak bercerai dengan suaminya yang ketiga
bulan yang lalu. Berdasarkan hasil observasi saat klien dirawat dirumah sakit ,
klien tampak selalu menyendiri, lebih sering berada ditempat tidur dengan posisi
janin, saat makan selalu duduk di pojok dan berpindah tempat bila ada yang
duduk disebelahnya. Klien jarang mandi dengan alasan malas. Baju hampir tidak
pernah diganti, kulit, kuku, dan gigi tampak kotor.
Saat dikaji oleh perawat, klien mengatakan
merasa malu bergaul dengan orang lain karena merasa dirinya jelek. Klien juga
merasa dirinya minder karena selalu gagal dalam pernikahan. Klien mengatakan
mana ada orang yang mau berteman dengan saya suster saya khan tidak bisa
apa-apa, udah jelek janda lagi.
Tugas :
1.
Buat pohon masalah pada kasus
diatas?
2.
Rumuskan diagnosa keperawatan
dan rencana keperawatan untuk ibu A ?
3.
Buatlah rencana pelaksanaan
komunikasi terapeutik ?
Jawaban
Soal :
1.
Pohon Masalah
Isolasi diri
Menarik
diri
Defisit perawatan
diri (akibat)
Intoleransi
aktivitas
Harga diri
rendah : kronik Masalah Utama
Depresi Penyebab
(Pola
Koping Individu tidak efektif)
Kehilangan : Cerai
Faktor Presipitasi
2.
Diagnosa keperawatan dan rencana keperawatan untuk ibu A.
1.
Isolasi sosial : menarik diri
berhubungan dengan harga diri rendah / kronis.
2.
Gangguan konsep diri : harga
diri rendah kronis berhubungan dengan koping individu tak efektif sekunder
terhadap respon kehilangan pasangan.
3.
Defisit perawatan diri
berhubungan dengan intoleransi aktivitas.
1.
Diagnosa keperawatan : Isolasi
sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah : kronis
-
Tujuan Umum : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain.
-
Tujuan Khusus:
1.
Klien dapat membina hubungan
saling perbaya dengan perawat.
2.
Klien dapat memahami penyebab
dari harga diri : rendah.
3.
Klien menyadari aspek positif
dan negatif dari dirinya.
4.
Klien dapat mengekspresikan
perasaan dengan tepat, jujur dan terbuka.
5.
Klien mampu mengontrol tingkah
laku dan menunjukkan perbaikan komunikasi dengan orang lain.
Rencana tindakan keperawatan :
1.
Bina hubungan saling percaya
dengan klien.
R/ Rasa percaya
merupakan dasar dari hubungan terapeutikyang mendukung dalam mengatasi
perasaannya.
2.
Berikan motivasi klien untuk
mendiskusikan fikiran dan perasaannya.
R/ Motivasi
meningkatkan keterbukaan klien.
3.
Jelaskan penyebab dari harga
diri yang rendah.
R/ Dengan
mengetahui penyebab diharapkan klien dapat beradaptasi dengan perasaannya.
4.
Dengarkan klien dengan penuh
empati, beri respon dan tidak menghakimi.
R/ Empati dapat
diartikan sebagai rasa peduli terhadap perawatan klien, tetapi tidak terlibat
secara emosi.
5.
Berikan motivasi klien untuk
menyadari aspek positif dan negatif dari dirinya.
R/ Meningkatkan
harga diri.
6.
Beri dukungan, Support dan
pujian setelah klien mampu melakukan aktivitasnya.
R/ Pujian membuat klien berusaha lebih keras
lagi.
7.
Ikut sertakan klien dengan
aktifitas yang
R/. Mengikut
sertakan klien dalam aktivitas sehari-hari yang dapat meningkatkan harga diri
klien.
2.
Gangguan konsep diri; harga
diri rendah berhubungan dengan koping individu tak efektif sekunder terhadap
respon kehilangan pasangan.
Tujuan :
- Klien merasa harga dirinya naik.
- Klien mengunakan koping yang adaptif.
- Klien menyadari dapat mengontrol perasaannya.
Intervensi :
1.
Merespon kesadaran diri dengan
cara :
~ Membina
hubungan saling percaya dan keterbukaan.
~ Bekerja dengan
klien pada tingkat kekuatan ego yang dimilikinya.
~ Memaksimalkan
partisipasi klien dalam hubungan terapeutik.
R/. Kesadaran
diri sangat diperlukan dalam membina hubungan terapeutik perawat – klien.
2.
Menyelidiki diri dengan cara :
~ Membantu klien
menerima perasaan dan pikirannya.
~ Membantu klien
menjelaskan konsep dirinya dan hubungannya dengan orang lain melalui keterbukaan.
~ Berespon
secara empati dan menekankan bahwa kekuatan untuk berubah ada pada klien.
R/. klien yang
dapat memahami perasaannya memudahkan dalam penerimaan
Terhadap dirinya sendiri.
3.
Mengevaluasi diri dengan cara :
~ Membantu klien
menerima perasaan dan pikiran.
~ Mengeksplorasi
respon koping adaptif dan mal adaptif terhadap masalahnya.
R/. Respon
koping adaptif sangat dibutuhkan dalam penyelesaian masalah secara konstruktif.
4.
Membuat perencanaan yang
realistik.
~ Membantu klien
mengidentifikasi alternatif pemecahan masalah.
~ Membantu klien
menkonseptualisasikan tujuan yang realistik.
R/. Klien
membutuhkan bantuan perawat untuk mengatasi permasalahannya dengan cara
menentukan perencanaan yang realistik.
5.
Bertanggung jawab dalam
bertindak.
~ Membantu klien
untuk melakukan tindakan yang penting untuk merubah respon maladaptif dan
mempertahankan respon koping yang adaptif.
R/. Penggunaan
koping yang adaptif membantu dalam proses penyelesaian masalah klien.
6.
Mengobservasi tingkat depresi.
~ Mengamati
perilaku klien.
~ Bersama klien
membahas perasaannya.
R/. Dengan
mengobservasi tingkat depresi maka rencana perawatan selanjutnya disusun dengan
tepat.
7.
Membantu klien mengurangi rasa
bersalah.
~ Menghargai
perasaan klien.
~
Mengidentifikasi dukungan yang positif dengan mengaitkan terhadap kenyataan.
~ Memberikan
kesempatan untuk menangis dan mengungkapkan perasaannya.
~ Bersama klien
membahas pikiran yang selalu timbul.
R/. Individu
dalam keadaan berduka sering mempertahankan perasaan bersalahnya terhadap orang
yang hilang.
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan
intolenransi aktivitas.
Tujuan Umum : Klien mampu melakukan perawatan diri secara optimal.
Tujuan khusus :
1.
Klien dapat mandi sendiri tanpa
paksaan.
2.
Klien dapat berpakaian sendiri
dengan rapi dan bersih.
3.
Klien dapat menyikat giginya
sendiri dengan bersih.
4.
Klien dapat merawat kukunya
sendiri.
Intervensi :
1.
Libatkan klien untuk makan
bersama diruang makan.
R/. Sosialisasi
bagi klien sangat diperlukan dalam proses menyembuhkannya.
2.
Menganjurkan klien untuk mandi.
R/. Pengertian
yang baik dapat membantu klien dapat mengerti dan diharapkan dapat melakukan
sendiri.
3.
Menganjurkan pasien untuk
mencuci baju.
R/. Diharapkan
klien mandiri.
4.
Membantu dan menganjurkan klien
untuk menghias diri.
R/. Diharapkan
klien mandiri.
5.
Membantu klien untuk merawat
rambut dan gigi.
R/. Diharapkan
klien mandiri
R/. Terapi
kelompok membantu klien agar dapat bersosialisasi dengan klien
No comments :
Post a Comment