TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari
dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa
cairan transudat atau cairan eksudat ( Pedoman Diagnosis danTerapi / UPF ilmu
penyakit paru, 1994, 111).
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya
masalah
a.
Anatomi
Paru-paru terletak pada rongga dada.
Masing-masing paru berbentuk kerucut. Paru kanan dibagi oleh dua buah fisura
kedalam tiga lobus atas, tengah dan bawah.
Paru kiri dibagi oleh sebuah tisuda ke dalam dua lobus atas dan bawah
(John Gibson, MD, 1995, 121).
Permukaan
datar paru menghadap ke tengah rongga dada atau kavum mediastinum. Pada bagian
tengah terdapat tampuk paru-paru atau hillus paru-paru dibungkus oleh selaput
yang tipis disebut Pleura (Syaifudin B.AC , 1992, 104).
Pleura
merupakan membran tipis, transparan yang menutupi paru dalam dua lapisan :
Lapisan viseral, yang dekat dengan permukaan paru dan lapisan parietal menutupi
permukaan dalam dari dinding dada. Kedua lapisan tersebut berlanjut pada radix
paru. Rongga pleura adalah ruang diantara kedua lapisan tersebut.
b.
Fisiologi
Sistem
pernafasan atau disebut juga sistem respirasi yang berarti “bernafas lagi”
mempunyai peran atau fungsi menyediakan oksigen (O2) serta
mengeluarkan carbon dioksida (CO2) dari tubuh. Fungsi penyediaan O2
serta pengeluaran CO2 merupakan fungsi yang vital bagi kehidupan.
Proses
respirasi berlangsung beberapa tahap antara lain :
1)
Ventilasi
Adalah proses
pengeluaran udara ke dan dari dalam paru. Proses ini terdiri atas 2 tahap :
Inspirasi yaitu pergerakan udara dari luar ke dalam paru. Inspirasi
terjadi dengan adanya kontraksi otot diafragma dan interkostalis eksterna yang
menyebabkan volume thorax membesar sehingga tekanan intra alveolar menurun dan
udara masuk ke dalam paru.
Ekspirasi yaitu
pergerakan udara dari dalam ke luar paru yang terjadi bila otot-otot expirasi
relaxasi sehingga volume thorax mengecil yang secara otomatis menekan intra
pleura dan volume paru mengecil dan tekanan intra alveola menurun sehingga
udara keluar dari paru.
2)
Pertukaran gas di dalam alveol dan darah.
3)
Transport gas
Yaitu perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari jaringan ke paru
dengan bantuan darah (aliran darah).
4)
Pertukaran gas antara darah dengan sel-sel
jaringan.Metabolisme penggunaan O2 di dalam sel serta pembuatan CO2
yang juga disebut pernafasan seluler. (Alsagaff H, Abdul Moekty, 1995, 15).
Permukaan rongga pleura berbatasan lembab
sehingga mudah bergerak satu ke yang lainnya (John Gibson, MD, 1995, 123).
Dalam keadaan normal seharusnya tidak ada rongga kosong diantara kedua pleura
karena biasanya hanya terdapat sekitar 10-20 cc cairan yang merupakan lapisan
tipis serosa yang selalu bergerak secara teratur (Soeparman, 1990, 785). Setiap
saat jumlah cairan dalam rongga pleura bisa menjadi lebih dari cukup untuk
memisahkan kedua pleura, maka kelebihan tersebut akan dipompa keluar oleh
pembuluh limfatik (yang membuka secara langsung) dari rongga pleura ke dalam
mediastinum. Permukaan superior dari
diafragma dan permukaan lateral dari pleura parietis disamping adanya
keseimbangan antara produksi oleh pleura parietalis dan absorbsi oleh pleura
viseralis . Oleh karena itu ruang pleura disebut sebagai ruang potensial.
Karena ruang ini normalnya begitu sempit sehingga bukan merupakan ruang fisik
yang jelas. (Guyton dan Hall, Ege,1997, 607).
c.
Etiologi
Berdasarkan
jenis cairan yang terbnetuk, cairan pleura dibagi menjadi transudat, eksudat
dan hemoragis
1)
Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung
kiri), sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis kepatis), syndroma vena
cava superior, tumor, sindroma meig.
2) Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB,
preumonia dan sebagainya, tumor,
ifark paru, radiasi, penyakit kolagen.
3) Effusi hemoragis dapat disebabkan oleh adanya
tumor, trauma, infark paru,
tuberkulosis.
4) Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk,
effusi dibagi menjadi unilateral dan bilateral. Efusi yang unilateral tidak
mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit penyebabnya akan tetapi effusi
yang bilateral ditemukan pada penyakit-penyakit dibawah ini :Kegagalan jantung
kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru, lupus eritematosus systemic,
tumor dan tuberkolosis.
d.
Patofisiologi
Dalam keadaan
normal hanya terdapat 10-20 ml cairan di dalam rongga pleura. Jumlah cairan di
rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis pleura parietalis
sebesar 9 cm H2O. Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila
tekanan osmotik koloid menurun misalnya pada penderita hipoalbuminemia dan
bertambahnya permeabilitas kapiler akibat ada proses keradangan atau neoplasma,
bertambahnya tekanan hidrostatis akibat kegagalan jantung dan tekanan negatif
intra pleura apabila terjadi atelektasis paru (Alsagaf H, Mukti A, 1995, 145).
Effusi pleura
berarti terjadi pengumpulan sejumlah besar cairan bebas dalam kavum pleura.
Kemungkinan penyebab efusi antara lain (1) penghambatan drainase limfatik dari
rongga pleura, (2) gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan
tekanan perifer menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan
yang berlebihan ke dalam rongga pleura (3) sangat menurunnya tekanan osmotik
kolora plasma, jadi juga memungkinkan transudasi cairan yang berlebihan (4)
infeksi atau setiap penyebab peradangan apapun pada permukaan pleura dari
rongga pleura, yang memecahkan membran kapiler dan memungkinkan pengaliran
protein plasma dan cairan ke dalam rongga secara cepat (Guyton dan Hall , Egc,
1997, 623-624).
2.
Dampak Masalah
a.
Dampak masalah terhadap individu
Sebagaimana
penderita penyakit yang lain, pada pasien effusi pleura akan mengalami suatu
perubahan baik bio, psiko sosial dan spiritual yang akan selalu menimbulkan
dampak yang diakibatkan oleh proses penyakit atau pengobatan dan perawatan.
Pada umumnya Px dengan effusi pleura akan tampak sakit, suara nafas menurun
adanya nyeri pleuritik terutama pada akhir inspirasi, febris, batuk dan yang
lebih khas lagi adalah adanya sesak nafas, rasa berat pada dada akibat adnya
akumulasi cairan di kavum pleura.
b.
Dampak masalah terhadap keluarga
Pada umumnya
keluarga pasien akan merasa dituntut untuk selalu menjaga dan memenuhi
kebutuhan pasien. Apabila ada salah satu anggota keluarga yang sakit sehingga
keluarga pasien akan memberi perhatian yang lebih pada pasien. Keluarga menjadi
cemas dengan keadaan pasien karena mungkin sebagai orang awam keluarga pasien
kurang mengerti dengan kondisi pasien dan tentang bagaimana perawatannya.
Lamanya perawatan pasien banyaknya biaya pengobatan merupakan masalah bagi
pasien dan keluarganya terlebih untuk keluarga dengan tingkat ekonomi yang
rendah.
Secara langsung
peran pasien sesuai statusnya pun akan mengalami perubahan bahkan gangguan
selama pasien dirawat di rumah sakit.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
Pemberian
Asuhan Keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan
kerjasama dengan klien, keluarga atau masyarakat untuk mencapai tingkat
kesehatan yang optimal (Canpernito, 2000,2).
Perawat
memerlukan metode ilmiah dalam melakukan proses terapeutik tersebut yaitu
proses keperawatan. Proses keperewatan dipakai untuk membantu perawat dalam
melakukan praktek keperawatan secara sistematis dalam mengatasi masalah
keperawatan yang ada, dimana keempat komponennya saling mempengaruhi satu sama
lain yaitu : pengkajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi yang membentuk
suatu mata rantai (Budianna Keliat, 1994,2).
1.
Pengkajian
Pengumpulan Data
Data-data yang
dikumpulkan atau dikaji meliputi :
a.
Identitas Pasien
Pada
tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat
rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status
pendidikan dan pekerjaan pasien.
b.
Keluhan Utama
Keluhan
utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan atau berobat
ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan
berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura
yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas
serta batuk non produktif.
c.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien
dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda seperti
batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun
dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa
tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan
keluhan-keluhannya tersebut.
d.
Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu
ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC paru, pneumoni,
gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk
mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
e.
Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu
ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang
disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan
lain sebagainya.
f.
Riwayat Psikososial
Meliputi
perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta
bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.
g.
Pengkajian Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1)
Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Adanya
tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi perubahan persepsi
tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi yang salah terhadap
pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum
alkohol dan penggunaan obat-obatan bisa menjadi faktor predisposisi timbulnya
penyakit.
2)
Pola nutrisi dan metabolisme
Dalam
pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan pengukuran tinggi
badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien, selain juga perlu
ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien dengan
effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan
penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat
proses penyakit. pasien dengan effusi pleura keadaan umumnya lemah.
3)
Pola eliminasi
Dalam
pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan ilusi dan
defekasi sebelumdan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien
akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat
pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot
tractus degestivus.
4)
Pola aktivitas dan latihan
Akibat
sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan Px akan
cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal. Disamping itu pasien juga
akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada. Dan untuk memenuhi
kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh perawat dan
keluarganya.
5)
Pola tidur dan istirahat
Adanya
nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh terhadap
pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat, selain itu akibat perubahan kondisi
lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana
banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.
6)
Pola hubungan dan peran
Akibat
dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami perubahan peran, misalkan
pasien seorang ibu rumah tangga, pasien tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai
seorang ibu yang harus mengasuh anaknya, mengurus suaminya. Disamping itu,
peran pasien di masyarakatpun juga mengalami perubahan dan semua itu
mempengaruhi hubungan interpersonal pasien.
7)
Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi
pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat, tiba-tiba
mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai seorang awam, pasien mungkin
akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan mematikan.
Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif terhadap dirinya.
8)
Pola sensori dan kognitif
Fungsi
panca indera pasien tidak mengalami perubahan, demikian juga dengan proses
berpikirnya.
9)
Pola reproduksi seksual
Kebutuhan
seksual pasien dalam hal ini hubungan seks intercourse akan terganggu untuk
sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit dan kondisi fisiknya masih
lemah.
10)
Pola penanggulangan stress
Bagi
pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan mengalami stress dan
mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter yang merawatnya
atau orang yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai penyakitnya.
11)
Pola tata nilai dan kepercayaan
Sebagai
seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya kepada Tuhan dan
menganggap bahwa penyakitnya ini adalah suatu cobaan dari Tuhan.
h.
pemeriksaan fisik
1)
Status Kesehatan Umum
Tingkat
kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara umum,
ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku pasien
terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan
ketegangan pasien. Perlu juga dilakukan pengukuran tinggi badan berat badan
pasien.
2)
Sistem Respirasi
Inspeksi pada
pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung, iga mendatar,
ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum
ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan ictus
kordis. RR cenderung meningkat dan Px biasanya dyspneu.
Fremitus tokal
menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya > 250 cc.
Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang
tertinggal pada dada yang sakit.
Suara perkusi
redup sampai peka tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya tidak mengisi
penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa garis lengkung
dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini
disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian depan dada,
kurang jelas di punggung.
Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk
cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari
parenkian paru, mungkin saja akan ditemukan tanda-tanda auskultasi dari
atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan. Ditambah lagi dengan tanda i – e
artinya bila penderita diminta mengucapkan kata-kata i maka akan terdengar suara e sengau, yang disebut egofoni (Alsagaf
H, Ida Bagus, Widjaya Adjis, Mukty Abdol, 1994,79)
3)
Sistem Cardiovasculer
Pada
inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS – 5 pada
linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung. Palpasi untuk menghitung frekuensi
jantung (health rate) dan harus diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya
denyut jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictus cordis.
Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar pekak.
Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau ventrikel
kiri. Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop
dan adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta adakah
murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.
4)
Sistem Pencernaan
Pada
inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi perut
menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di
inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa .
Auskultasi
untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya 5-35 kali
permenit. Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen,
adakah massa
(tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien,
apakah hepar teraba, juga apakah lien teraba. Perkusi abdomen normal tympanik,
adanya massa
padat atau cairan akan menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesika urinarta,
tumor).
5)
Sistem Neurologis
Pada
inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan pemeriksaan
GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau comma. refleks patologis, dan bagaimana
dengan refleks fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu
dikaji seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.
6)
Sistem Muskuloskeletal
Pada
inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial, palpasi pada kedua
ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan pemerikasaan
capillary refil time. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan
kekuatan otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.
7)
Sistem
Integumen
Inspeksi
mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada kulit, pada
Px dengan effusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya kegagalan sistem
transport O2. Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit
(dingin, hangat, demam). Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar) serta
turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang.
i.
Pemeriksaan Penunjang
Hasil
pemeriksaan medis dan laboratorium
1.
Pemeriksaan Radiologi
Pada
fluoroskopi maupun foto thorax PA cairan yang kurang dari 300 cc tidak bisa terlihat.
Mungkin kelainan yang tampak hanya berupa penumpukkan kostofrenikus. Pada
effusi pleura sub pulmonal, meski cairan pleura lebih dari 300 cc,
frenicocostalis tampak tumpul, diafragma
kelihatan meninggi. Untuk memastikan dilakukan dengan foto thorax lateral dari
sisi yang sakit (lateral dekubitus) ini akan memberikan hasil yang memuaskan
bila cairan pleura sedikit (Hood Alsagaff, 1990, 786-787).
2.
Biopsi Pleura
Biopsi ini
berguna untuk mengambil specimen jaringan pleura dengan melalui biopsi jalur
percutaneus. Biopsi ini digunakan untuk mengetahui adanya sel-sel ganas atau
kuman-kuman penyakit (biasanya kasus pleurisy tuberculosa dan tumor
pleura) (Soeparman, 1990, 788).
j.
Pemeriksaan Laboratorium
Dalam
pemeriksaan cairan pleura terdapat beberapa pemeriksaan antara lain :
a.
Pemeriksaan Biokimia
Secara biokimia
effusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang perbedaannya dapat
dilihat pada tabel berikut :
Transudat Eksudat
Kadar protein
dalam effusi 9/dl < 3 >
3
Kadar protein
dalam effusi < 0,5 >
0,5
Kadar protein
dalam serum
Kadar LDH dalam
effusi (1-U) < 200 >
200
Kadar LDH dalam
effusi < 0,6 >
0,6
Kadar LDH dalam
serum
Berat jenis
cairan effusi < 1,016 >
1,016
Rivalta Negatif Positif
Disamping
pemeriksaan tersebut diatas, secara biokimia diperiksakan juga cairan pleura :
-
Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada
penyakit-penyakit infeksi, arthritis reumatoid dan neoplasma
-
Kadar amilase. Biasanya meningkat pada paulercatilis
dan metastasis adenocarcinona (Soeparman, 1990, 787).
b.
Analisa cairan pleura
-
Transudat :
jernih, kekuningan
-
Eksudat :
kuning, kuning-kehijauan
-
Hilothorax :
putih seperti susu
-
Empiema :
kental dan keruh
-
Empiema anaerob :
berbau busuk
-
Mesotelioma :
sangat kental dan berdarah
c.
Perhitungan sel dan sitologi
Leukosit 25.000
(mm3):empiema
Banyak Netrofil : pneumonia, infark paru, pankreatilis, TB paru
Banyak Limfosit :
tuberculosis, limfoma, keganasan.
Eosinofil meningkat : emboli paru, poliatritis nodosa, parasit
dan jamur
Eritrosit : mengalami peningkatan 1000-10000/ mm3
cairan tampak kemorogis, sering dijumpai pada pankreatitis atau pneumoni. Bila
erytrosit > 100000 (mm3 menunjukkan infark paru, trauma dada dan
keganasan.
Misotel banyak : Jika terdapat mesotel kecurigaan TB bisa disingkirkan.
Sitologi : Hanya
50 - 60 % kasus- kasus keganasan
dapat ditemukan sel ganas. Sisanya kurang lebih terdeteksi karena akumulasi
cairan pleura lewat mekanisme obstruksi, preamonitas atau atelektasis (Alsagaff
Hood, 1995 : 147,148)
d.
Bakteriologis
Jenis
kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah pneamo cocclis, E-coli,
klebsiecla, pseudomonas, enterobacter. Pada pleuritis TB kultur cairan terhadap
kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan yang positif sampai 20 % (Soeparman,
1998: 788).
Analisa
Data
Setelah
semua data dikumpulkan, kemudian dikelompokkan dan dianalisa sehingga dapat
ditemukan adanya masalah yang muncul pada penderita effusi pleura. Selanjutnya
masalah tersebut dirumuskan dalam diagnosa keperawatan.
2.
Diagnosa Keperawatan
Penentuan
diagnosa keperawatan harus berdasarkan analisa data sari hasil pengkajian, maka
diagnosa keperawatan yang ditemukan di kelompokkan menjadi diagnosa aktual,
potensial dan kemungkinan. (Budianna Keliat, 1994,1)
Beberapa
diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan effusi pleura
antara lain :
1.
Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan
menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga
pleura (Susan Martin Tucleer, dkk, 1998).
2.
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh. Sehubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, pencernaan
nafsu makan akibat sesak nafas sekunder terhadap penekanan struktur abdomen
(Barbara Engram, 1993).
3.
Cemas sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang
dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).
4.
Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan
batuk yang menetap dan sesak nafas serta perubahan suasana lingkungan Barbara
Engram).
5.
Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari
sehubungan dengan keletihan (keadaan fisik yang lemah) (Susan Martin Tucleer, dkk, 1998).
6.
Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan
pengobatan sehubungan dengan kurang terpajang informasi (Barbara Engram, 1993)
3.
Perencanaan
Setelah
merumuskan diagnosa keperawatan, dibuat rencana tindakan untuk mengurangi,
menghilangkan dan mencegah masalah klien.(Budianna Keliat, 1994, 16)
1.
Diagnosa Keperawatan I
Ketidakefektifan
pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap
penumpukan cairan dalam rongga pleura.
Tujuan : Pasien
mampu mempertahankan fungsi paru secara normal
Kriteria hasil
: Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal, pada
pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, bunyi nafas
terdengar jelas.
Rencana tindakan
:
a.
Identifikasi faktor penyebab.
Rasional :
Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat menentukan jenis effusi pleura
sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat.
b.
Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan,
laporkan setiap perubahan yang terjadi.
Rasional :
Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita dapat
mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.
c.
Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam
posisi duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60 – 90 derajat.
Rasional : Penurunan diafragma memperluas
daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal.
d.
Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan
darah, RR dan respon pasien).
Rasional :
Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru.
e.
Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam.
Rasional :
Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian paru-paru.
f.
Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam
yang efektif.
Rasional : Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau
nafas dalam. Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih
efektif.
g.
Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2
dan obat-obatan serta foto thorax.
Rasional :
Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah terjadinya
sianosis akibat hiponia. Dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan dari
berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang paru.
2.
Diagnosa Keperawatan II
Gangguan
pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan
peningkatan metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan akibat sesak nafas.
Tujuan
: Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria
hasil : Konsumsi lebih 40 % jumlah makanan, berat badan normal dan
hasil laboratorium dalam batas normal.
Rencana
tindakan :
a.
Beri motivasi tentang pentingnya nutrisi.
Rasional :
Kebiasaan makan seseorang dipengaruhi oleh kesukaannya, kebiasaannya, agama,
ekonomi dan pengetahuannya tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.
b.
Auskultasi suara bising usus.
Rasional :
Bising usus yang menurun atau meningkat menunjukkan adanya gangguan pada fungsi
pencernaan.
c. Lakukan oral hygiene setiap hari.
Rasional : Bau
mulut yang kurang sedap dapat mengurangi nafsu makan.
d.
Sajikan makanan semenarik mungkin.
Rasional : Penyajian makanan yang menarik dapat meningkatkan
nafsu makan.
e.
Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering.
Rasional :
Makanan dalam porsi kecil tidak membutuhkan energi, banyak selingan memudahkan
reflek.
f.
Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian di’it
TKTP
Rasional : Di’it TKTP sangat baik untuk kebutuhan
metabolisme dan pembentukan antibody karena diet TKTP menyediakan kalori dan semua asam amino esensial.
g. Kolaborasi dengan dokter atau konsultasi
untuk melakukan pemeriksaan laboratorium alabumin dan pemberian vitamin dan
suplemen nutrisi lainnya (zevity, ensure, socal, putmocare) jika intake diet
terus menurun lebih 30 % dari kebutuhan.
Rasional : Peningkatan intake protein,
vitamin dan mineral dapat menambah asam lemak dalam tubuh.
3.
Diagnosa Keperawatan III
Cemas atau
ketakutan sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan
(ketidakmampuan untuk bernafas).
Tujuan : Pasien mampu memahami dan menerima keadaannya
sehingga tidak terjadi kecemasan.
Kriteria hasil : Pasien mampu bernafas secara normal, pasien
mampu beradaptasi dengan keadaannya. Respon non verbal klien tampak lebih
rileks dan santai, nafas teratur dengan frekuensi 16-24 kali permenit, nadi
80-90 kali permenit.
Rencana
tindakan :
a.
Berikan posisi yang menyenangkan bagi pasien.
Biasanya dengan semi fowler.
Jelaskan
mengenai penyakit dan diagnosanya.
Rasional :
pasien mampu menerima keadaan dan mengerti sehingga dapat diajak kerjasama
dalam perawatan.
a.
Ajarkan teknik relaksasi
Rasional : Mengurangi ketegangan otot
dan kecemasan
b.
Bantu dalam menggala sumber koping yang ada.
Rasional :
Pemanfaatan sumber koping yang ada secara konstruktif sangat bermanfaat dalam
mengatasi stress.
c.
Pertahankan hubungan saling percaya antara perawat
dan pasien. Rasional : Hubungan saling percaya membantu proses terapeutik
d.
Kaji faktor yang menyebabkan timbulnya rasa cemas.
Rasional :
Tindakan yang tepat diperlukan dalam mengatasi masalah yang dihadapi klien dan
membangun kepercayaan dalam mengurangi kecemasan.
e.
Bantu pasien mengenali dan mengakui rasa cemasnya.
Rasional : Rasa
cemas merupakan efek emosi sehingga apabila sudah teridentifikasi dengan baik,
perasaan yang mengganggu dapat diketahui.
4.
Diagnosa Keperawatan IV
Gangguan pola
tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap dan nyeri pleuritik.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan pola tidur dan
kebutuhan istirahat terpenuhi.
Kriteria hasil :
Pasien tidak sesak nafas, pasien dapat tidur dengan nyaman tanpa mengalami
gangguan, pasien dapat tertidur dengan mudah dalam waktu 30-40 menit dan pasien
beristirahat atau tidur dalam waktu 3-8 jam per hari.
Rencana tindakan :
a.
Beri posisi senyaman mungkin bagi pasien.
Rasonal : Posisi semi fowler atau posisi yang menyenangkan akan
memperlancar peredaran O2 dan CO2.
b.
Tentukan kebiasaan motivasi sebelum tidur malam
sesuai dengan kebiasaan pasien sebelum dirawat.
Rasional : Mengubah pola yang sudah menjadi kebiasaan sebelum tidur akan
mengganggu proses tidur.
c.
Anjurkan pasien untuk latihan relaksasi sebelum
tidur.
Rasional : Relaksasi dapat
membantu mengatasi gangguan tidur.
d.
Observasi gejala kardinal dan keadaan umum pasien.
Rasional : Observasi gejala kardinal guna mengetahui perubahan terhadap
kondisi pasien.
5.
Diagnosa Keperawatan V
Ketidakmampuan melaksanakan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan
keletihan (keadaan fisik yang lemah).
Tujuan : Pasien mampu melaksanakan aktivitas seoptimal
mungkin.
Kriteria hasil : Terpenuhinya aktivitas secara optimal, pasien
kelihatan segar dan bersemangat, personel hygiene pasien cukup.
Rencana tindakan :
a.
Evaluasi respon pasien saat beraktivitas, catat
keluhan dan tingkat aktivitas serta adanya perubahan tanda-tanda vital.
Raasional :
Mengetahui sejauh mana kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas.
a.
Bantu Px memenuhi kebutuhannya.
Rasional : Memacu pasien untuk berlatih secara aktif dan mandiri.
b.
Awasi Px saat melakukan aktivitas.
Rasional : Memberi pendidikan pada Px dan keluarga dalam perawatan
selanjutnya.
c.
Libatkan keluarga dalam perawatan pasien.
Rasional : Kelemahan suatu tanda Px belum mampu beraktivitas secara
penuh.
d.
Jelaskan pada pasien tentang perlunya keseimbangan
antara aktivitas dan istirahat.
Rasional : Istirahat perlu untuk menurunkan kebutuhan metabolisme.
e.
Motivasi dan awasi pasien untuk melakukan aktivitas
secara bertahap.
Rasional : Aktivitas yang teratur dan bertahap akan membantu
mengembalikan pasien pada kondisi normal.
6.
Diagnosa Keperawatan VI
Kurang
pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan sehubungan dengan kurangnya
informasi.
Tujuan : Pasien dan keluarga tahu mengenai kondisi
dan aturan pengobatan.
Kriteria
hasil :
a.
Px dan keluarga menyatakan pemahaman penyebab
masalah.
b.
PX dan keluarga mampu mengidentifikasi tanda dan
gejala yang memerlukan evaluasi medik.
c.
Px dan keluarga mengikuti program pengobatan dan
menunjukkan perubahan pola hidup yang perlu untuk mencegah terulangnya masalah.
Rencana
tindakan :
a.
Kaji patologi masalah individu.
Rasional :
Informasi menurunkan takut karena ketidaktahuan. Memberikan pengetahuan dasar
untuk pemahaman kondisi dinamik dan pentingnya intervensi terapeutik.
b.
Identifikasi kemungkinan kambuh atau komplikasi
jangka panjang.
Rasional :
Penyakit paru yang ada seperti PPOM berat, penyakit paru infeksi dan keganasan
dapat meningkatkan insiden kambuh.
c.
Kaji ulang tanda atau gejala yang memerlukan
evaluasi medik cepat (contoh, nyeri dada tiba-tiba, dispena, distress
pernafasan).
Rasional :
Berulangnya effusi pleura memerlukan intervensi medik untuk mencegah,
menurunkan potensial komplikasi.
d.
Kaji ulang praktik kesehatan yang baik (contoh,
nutrisi baik, istirahat, latihan).
Rasional :
Mempertahankan kesehatan umum meningkatkan penyembuhan dan dapat mencegah
kekambuhan.
4.
Pelaksanaan
Implementasi
merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat terhadap pasien. Ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam pelaksanaan rencana keperawatan diantaranya :
Intervensi
dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi ; ketrampilan
interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan efisien
pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi serta
dokumentasi intervensi dan respon pasien.
Pada tahap
implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana intervensi
yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan perawatan yang muncul
pada pasien (Budianna Keliat, 1994,4).
5.
Evaluasi
Evaluasi
merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana evaluasi adalah
kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat
dan anggota tim kesehatan lainnya.
Tujuan dari
evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan
tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang (US. Midar
H, dkk, 1989).
Kriteria dalam
menentukan tercapainya suatu tujuan, pasien :
a.
Mampu mempertahankan fungsi paru secara normal.
b.
Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
c.
Tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan
istirahat terpenuhi.
d.
Dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri sehari-hari
untuk mengembalikan aktivitas seperti biasanya.
e.
Menunjukkan pengetahuan dan gejala-gejala gangguan
pernafasan seperti sesak nafas, nyeri dada sehingga dapat melaporkan segera ke
dokter atau perawat yang merawatnya.
f.
Mampu menerima keadaan sehingga tidak terjadi
kecemasan.
g.
Menunjukkan pengetahuan tentang tindakan pencegahan
yang berhubungan dengan penatalaksanaan kesehatan, meliputi kebiasaan yang
tidak menguntungkan bagi kesehatan seperti merokok, minum minuman beralkohol
dan pasien juga menunjukkan pengetahuan tentang kondisi penyakitnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Al sagaff H dan Mukti. A, Dasar – Dasar Ilmu Penyakit Paru, Airlangga University Press, Surabaya
; 1995
Carpenito, Lynda Juall, Diagnosa keperawatan Aplikasi pada Praktek
Klinik Edisi 6, Penerbit Buku
Kedokteran EGC,;1995
Carpenito, Lynda Juall, Rencana Asuhan dan Dokumentasi keperawatan
Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC
; 1995
Engram, Barbara, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
Volume I, Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 1999
Ganong F. William, Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran Edisi 17, Jakarta
EGC ; 1998
Gibson, John, MD, Anatomi Dan Fisiologi Modern Untuk Perawat,
Jakarta EGC
; 1995
Keliat, Budi Anna. Proses
Keperawatan, Arcan Jakarta ; 1991
Laboratorium Ilmu Penyakit Paru FK
UNAIR, Dasar – Dasar Diagnostik Fisik
Paru, Surabaya ;
1994
Lismidar,proses keperawatan H,dkk,
Proses keperawatan, AUP, 1990
Marrilyn. E. Doengus, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3 Jakarta EGC ;
1999
/.
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo, Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab/UPF Ilmu
Penyakit Paru, Airlangga University Press; 1994
B.AC,Syaifudin, Anatomi
dan fisiologi untuk perawat, EGC; 1992
Soeparman A. Sarwono Waspadji,
Ilmu Penyakit Dalam jilid II ; 1990
Susan Martin Tucker, Standar
Perawatan Pasien, Jakarta
EGC ; 1998
Soedarsono, Guidelines of Pulmonology,
Surabaya ; 2000
No comments :
Post a Comment