BAB I
KONSEP DASAR
A.
Pengertian
Sirosis
hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya
peradangan difus dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi
jaringan ikat, degenerasi, dan, regenerasi sel-sel hati, sehjngga
timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati (Mansjoer, dkk, 1999:
5O8).Sedangkan menurut Price, dkk (1995: 448) mendefinisikan Sirosis hepatis
adalah penyakit hati kronik yang dicirikan oleh distorsi arsiktektur
hati yang normal oleh lembar- lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi
sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal. Pendapat
senada dikemukakan oleh Noer, dkk (1996: 271) bahwa Sirosis hati adalah
penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukkan
jaringan ikat disertai nodul. Pembentukkan jaringan ikat saja seperti
pada payah jantung, obstruksi saluran empedu, juga pembentukkan nodul
saja seperti pada sindroma felty dan transformasi nodular parsial
bukanlah suatu Sirosis hati.
B.
Penyebab / Faktor Predisposisi
Banyak
faktor yang menyebabkan Sirosis hepatis, menurut Lewis, dkk (2000: 1203)
dalam bukunya yang berjudul medical surgical nursing dan Price, dkk
(1995: 446) dalam buku patofisiologi mengemukakan beberapa faktor
pendukung terjadinya penyakit ini, diantaranya:
1.
Alkohol/ Sirosis leannec.
Alkohol merupakan 50 % penyebab dari Sirosis
hati. Perubahan pertama pada hati yang ditimbulkan alkohol adalah akumulasi
lemak secara gradual didalam sel-sel hati. Akumulasi lemak
mencerminkan adanya gangguan metabolik termasuk pembentukkan trigliserida
secara berlebihan, pemakaiannya berkurang dalam pembentukkan lipoprotein,
dan penurunan oksidasi asam lemak. Individu yang mengkonsumsi alkohol
secara berlebihan tidak makan secara layak dan gagal mengkonsumsi protein dalam
jumlah cukup untuk menghasilkan faktor-faktor lipoprotein yang digunakan
untuk transport lemak dan menekan aktivitas dari dehidrogenase alkohol
yaitu enzim utama dalam metabolisme alkohol, sedangkan alkohol
sendiri dapat menimbulkan efek toksik langsung terhadap hati.
2.
Sirosis postnekrotik
Merupakan
akibat akhir dari penyakit hepatitis virus B dan C yang kronis
(25 %). Presentase kecil kasus dikarenakan oleh bahan kimia industri, racun,
obat-obatan seperti fosfat, kloroform, dan karbon tetraklorida
atau jamur beracun.
3.
Sirosis biliaris
Kerusakan
sel hati yang dimulai dari sekitar duktus biliaris akan menimbulkan
pola Sirosis biliaris. Penyebab Sirosis biliaris
yang paling umum adalah obstruksi biliaris posthepatik. Statis
empedu menyebabkan penumpukkan empedu didalam massa hati dengan kerusakan
sel-sel hati, terbentuk lembar-lembar fibrosa ditepi lobulus,
hati membesar, keras, bergranula halus dan berwarna kehijauan. Ikterus
selalu menjadi bagian awal dan primer, timbul pruritus, malabsorbsi
dan steatorrea.
4.
Cardsiac cirrhsosis
Gagal jantung kanan yang berat, cor
pulmonale, perikarditis konstriktif dan insufissiensi
trikuspidalis dapat menyebabkan Sirosis hepatik dalam
jangka waktu yang panjang. Akhirnya terjadi Sirosis hati.
Penyebab Sirosis hati lain
yang dikemukakan oleh Hadi, S (1995: 612) dalam buku gastroenterologi
adalah:
1.
Malnutrisi
Kekurangan nutrisi terutama protein
hewani dapat menyebabkan Sirosis hepatis. Protein hewani yang memegang
peranan penting ialah kholin dan methionin, demikian pula
kekurangan vitamin B komplek, tocoferol, cystine dan alfa 1-antitripsin
dapat terjadi Sirosis hati.
2.
Penyakit metabolik
Termasuk
didalamnya yaitu penyakit wilson dan hemokromatosis. Penyakit wilson
ditandai dengan degenerasi basal ganglia otak, dan terdapatnya
cincin pada kornea yang berwarna coklat kehijauan (kayser fleisher
ring). Penyakit ini diduga disebabkan defisiensi bawaan dari seruloplasmin.
Hemokromatosis merupakan kelainan peningkatan absorbsi dari Fe,
yang dapat menimbulkan Sirosis hati.
3.
Penyebab yang tidak
diketahui. Sirosis kriptogenik
Penderita
ini sebelumnya tidak menunjukkan tanda-tanda hepatitis, alkoholisme.
Sedangkan dalam makanannya cukup mengandung protein.
C.
Pathways dan Masalah
Keperawatan
D.
Fokus Pengkajian
Data dasar pengkajian menurut Doenges (1999: 544-545)
adalah:
- Aktivitas/ istirahat.
Gejala : Kelemahan,
kelelahan.
Tanda : Letargi,
penurunan massa otot/ tonus.
- Sirkulasi
Gejala : Riwayat
gagal jantung kongestif kronis,
perikarditis, penyakit jantung rematik, kanker.
Tanda : Disritmia,
bunyi jantung ekstra (S3, S4), distensi vena abdomen.
- Eliminasi
Gejala : Flatus.
Tanda : Distensi
abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites), penurunan/ tidak adanya
bising usus, faeces warna tanah liat, melena, urine gelap, pekat.
- Makanan/ cairan
Gejala : Anoreksia,
tidak toleran terhadap makanan/ tidak dapat mencerna, mual, muntah.
Tanda : Penurunan
berat badan atau peningkatan (cairan), penggunaan jaringan, edema umum,
kulit kering, turgor buruk, ikterik, angioma spider,
napas berbau/ fetor hsepatikus, perdarahan gusi.
- Neurosensoris
Gejala : Orang
terdekat dapat melaporkan perubahan kepribadian, penurunan mental.
Tanda : Perubahan
mental, bingung, halusinasi, koma, bicara lambat/ tidak jelas, asterik
(encephalophati hepatic).
- Nyeri dan kenyamanan
Gejala : Nyeri
tekan abdomen/ nyeri kuadran kanan atas, pruritus, neuritis
perifer.
Tanda : Perilaku
berhati-hati/ distraksi, fokus pada diri sendiri.
- Pernapasan
Gejala : Dispnea.
Tanda : Takipnea,
pernapasan dangkal, bunyi napas tambahan, ekspansi paru terbatas (asites),
hipoksia.
- Keamanan
Gejala : Pruritus.
Tanda : Demam
(lebih umum pada Sirosis alkoholik), ekimosis, ikterik,
petekie, anggioma spider/ teleangiektasis, eritema palmar.
- Seksualitas
Gejala : Gangguan
menstruasi, impoten.
Tanda : Atropi
testis, ginekomastia, kehilangan rambut (dada, bawah lengan, pubis).
- Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala : Riwayat
penggunaan alkhohol, riwayat penyakit empedu, hepatitis, terpajan pada toksin,
trauma hati, perdarahan GI atas, episode perdarahan varices esofageal,
penggunaan obat yang mempengaruhi fungsi hati.
Pemeriksaan diagnostik.
1.
Bilirubun serum : Meningkat karena gangguan seluler,
ketidakmampuan hati untuk meng-konjugasi, atau obstruksi bilier.
2.
SGOT, SGPT, dan LDH : Meningkat
karena kerusakan seluler dan mengeluarkan enzim.
3.
Albumin serum : Menurun karena penekanan sintesis.
4.
Globulin (IgA dan Ig G) : Peningkatan sintesis
5.
Darah lengkap : Hb/ Ht dan SDM mungkin menurun karena perdarahan, leukemia
mungkin ada sebagai akibat hipersplenisme.
6.
Fibrinogen : Menurun.
7.
Blood Ureum Nitrogen : Meningkat menunjukkan kerusakan darah/ protein.
8.
Amonia serum : Meningkat karena ketidakmampuan untuk berubah amoniak
menjadi urea.
9.
Glukosa serum : Hipoklikemi diduga mengganggu glikogenesis.
10.
Urobilinogen fekal : Menurunkan ekskresi
Urobilinogen urine : ada/ tidak ada bertindak sebagai petunjuk
untuk membedakan penyakit hati, penyakit hemolitik, dan obstruksi
bilier
11.
HbSAg : Dapat
positf (tipe B)
E.
Fokus Intervensi
- Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi (SIADH, penurunan protein plasma, malnutrisi): kelebihan natrium/ masukan cairan (Doenges, 1999 : 548).
Kemungkinan dibuktikan oleh : edema anasarka,
peningkatan berat badan, pemasukan melebihi pengeluaran, oliguria,
perubahan tekanan darah, reflek hepatojugular positif, gangguan
elektrolit.
a.
Tujuan dan kriteria evaluasi:
Menunjukkan volume cairan stabil, dengan keseimbangan
pemasukan dan pengeluaran, berat badan stabil, tanda vital dalam batas normal
dan tak ada edema.
b.
Intervensi:
1)
Ukur masukan dan haluaran,
catat keseimbangan positif timbang berat badan tiap hari.
2)
Awasi tekanan darah, catat JVD (Jugularis
Vena Destensi)
3)
Auskultasi paru, catat penurunan, bunyi napas tambahan.
4)
Auskultasi bunyi jantung, catat terjadinya irama gallop
5)
Kaji edema dependen,
ukur lingkar abdomen.
6)
Dorong tirah baring bila ada asites
7)
Awasi seri foto dada.
8)
Batasi natrium dan
cairan sesuai indikasi.
9)
Berikan obat sesuai indikasi (diuretik,
kalium).
- Risiko tinggi terhadap pola napas tak efektif berhubungan dengan pengumpulan cairan intraabdomen (asites); penurunan ekspansi paru; akumulasi sekret (Doenges, 1999 : 551)
a.
Tujuan dan kriteria
Mempertahankan pola pernapasan efektif; bebas dispnea
dan sianosis dengan nilai gas darah arteri (GDA) dan kapasitas vital
dalam rentang normal.
b.
Intervensi
1)
Awasi frekuensi, kedalaman, dan
upaya pernapasan.
2)
Asuskultasi bunyi napas, catat krekels, mengi, ronchi.
3)
Pertahankan kepala tempat tidur
tinggi, posisi miring.
4)
Ubah posisi dengan sering;
dorong napas dalam, latihan batuk
5)
Awasi suhu, catat adanya
menggigil.
6)
Awasi seri GDA, foto dada.
7)
Beri tambahan O2
sesuai indikasi.
- Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan diet tidak adekuat; ketidakmampuan untuk memproses/ mencerna makanan, anoreksia, mudah kenyang (asites; kerusakan metabolisme protein, lemak, glukosa dan kerusakan penyimpanan vitamin (A, D, E, K, C) (Doenges, 1999 : 546 dan Carpenito, 1997 : 446).
Kemungkinan dibuktikan oleh penurunan berat badan,
perubahan bunyi dan fungsi usus, tonus otot buruk, ketidakseimbangan
dalam pemeriksaan nutrisi.
a.
Tujuan dan kriteria
Menunjukkan peningkatan berat badan progresif mencapai
tujuan dengan nilai laboratorium normal, tidak mengalami tanda malnutrisi
lebih lanjut.
b.
Intervensi
1)
Ukur masukan diet harian dengan
jumlah kalori.
2)
Timbang berat badan, bandingkan
perubahan status cairan, riwayat berat badan, ukuran kulit trisep.
3)
Bantu dan dorong pasien untuk
makan, jelaskan alasan tipe diet.
4)
Berikan makan sedikit tapi
sering.
5)
Batasi masukan kafein, makanan
penghasil gas atau berbumbu dan terlalu panas atau terlalu dingin.
6)
Batasi makanan halus, hindari
makanan kasar sesuai indikasi.
7)
Awasi pemeriksaan laboratorium
(albumin, amonia, glukosa).
8)
Konsul dengan ahli diet untuk
memberikan diet tinggi kalori, karbohidrat sederhana, rendah lemak, dan tinggi
protein sedang, batasi natrium dan cairan bila perlu.
9)
Berikan obat sesuai indikasi
(antirematik, tambahan vitamin, enzim pencernaan).
- Intolerans aktivitas yang berhubungan dengan gangguan metabolisme nutrien sekunder terhadap disfungsi hepar (Mija Kim, dkk, 1995 : 26) kemungkinan dibuktikan dengan : kelemahan, kelelahan, letargi, penurunan massa otot/ tonus.
a.
Tujuan dan kriteria
Melaporkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang
dapat diukur dengan tadna-tanda vital dalam batas normal selama aktivitas,
kelemahan berkurang, tonus/ massa otot meningkat.
b.
Intervasi:
1)
Evaluasi respon pasien terhadap
aktivitas.
2)
Berikan lingkungan tenang dan
batasi pengunjung selama fase akut.
3)
Jelaskan pentingnya
keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.
4)
Bantu pasien memilih posisi
yang nyaman untuk istirahat dan atau tidur.
5)
Bantu aktivitas perawatan diri
yang diperlukan, berikan kemajuan peningkatan selama masa penyembuhan.
- Risiko tinggi terhadap cedera/ hemoragi yang berhubungan dengan profil darah abnormal : gangguan faktor pembekuan (penurunan produksi protombin, fribinogen, dan faktor VIII, IX dan X : gangguan absorbsi vitamin K; dan pengeluaran tromboplastin); hipertensi portal (Doenges: 1999 – 552).
a.
Tujuan dan kriteria
Mempertahankan homeostatis dengan tanpa
pendarahan. Menunjukan perilaku penurunan risiko pendarahan.
b.
Intervensi
1)
Kaji adanya tanda-tanda dan
gejala pendarahan gastrointestinal.
2)
Observasi adanya petekie,
ekimosis.
3)
Awasi nadi tekanan darah.
4)
Dorong menggunakan sikat gigi,
hindari mengejang saat defekasi.
5)
Gunakan jarum kecil untuk
infeksi, tekan lebih lam pada bagian bekas suntikan.
6)
Awasi Hb/ Ht dan fakator
pembekuan.
7)
Berikan obat sesuai indikasi
(pelunak feses, vitamin, tambahan, lavage gaster)
- Risiko tinggi terhadap perubahan proses pikir yang berhubungan dengan perubahan fisiologis : peningkatan kadar amonia serum, ketidakmampuan hati untuk detoksikasi enzim atau obat tertentu (Doenges, 1999: 553).
a.
Tujuan dan kriteria
Mempertahankan tingkat mental atau orientasi,
menunjukkan perilaku atau perubahan pola hidup untuk mencegah atau meminimalkan
perubahan mental
b.
Intervensi
1)
Observasi perubahan perilaku
dan mental (letargi, bingung, peka, rangsang, cenderung tidur,
bicara lambat atau tidak jelas).
2)
Catat terjadinya asterik,
fetor hepatikum, aktivitas kejang.
3)
Orientasikan kembali pada
waktu, tempat, orang sesuai kebutuhan.
4)
Berikan kenyamanan, lingkungan
tenang dan pendekatan lambat.
5)
Pasang pengaman temapt tidur
dan beri bantalan bila perlu. Berikan pengawasan ketat.
6)
Kurangi rangsangan provokatif,
bertentangan, hindari aktivitas memaksa.
7)
Awasi pemeriksaan laboratorium
(amonia, BUN, elektrolit).
8)
Bebaskan atau batasi diet
protein, berikan tambahan glukosa.
- Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan gangguan sirkulasi atau status metabolik; akumulasi garam empedu pada kulit; turgor kulit buruk; penonjolan tulang; adanya edema, asites (Doenges, 1999: 550)
a.
Tujuan dan kriteria
Mempertahankan integritas kulit, mengidentifikasi faktor
risiko dan menunjukkan perilaku atau teknik untuk mencegah kerusakan kulit.
b.
Intervensi
1)
Lihat permukaan kulit atau
titik tekanan secara rutin. Pijat penonjolan tulang atau area yang tertekan.gunakan
lotiosn minyak batasi penggunaan sabun untuk mandi.
2)
Ubah posisi pada jadwal
teratur, bantu dengan latihan rentang gerak aktif atau pasif.
3)
Tingginkan ekstremitas
bawah.
4)
Pertahankan sprei kering dan
bebas lipatan.
5)
Gunting kuku jari hingga
pendek.
6)
Berikan perawatan perineal
setelah berkemih dan defekasi.
7)
Berikan losion kalamin.
- Risiko tinggi terhadap infeksi yang berhubungan dengan hilangnya fungsi sel-sel kupffer dalam menyerang infeksi (Hudak, dkk, 1996: 398).
a.
Tujuan dan kriteria
Klien tidak akan menunjukkan tanda-tanda atau
gejala-gejala infeksi, sel darah putih akan tetap dalam batas normal.
b.
Intervensi
1)
Pertahankan teknik aseptik
ketika melakukan prosedur.
2)
Pertahankan ssterilisasi
jalur invasif dan selang.
3)
Amati lokasi invasif
terhadap tanda-tanda infeksi.
4)
Ganti jalur invasif
setiap 72 jam.
5)
Pantau suhu tubuh, jumlah SDP
dan hasil sinar X dada.
6)
Periksa kultur semua drainase
yang mencurigakan.
7)
Berikan antibiotik
sesuai pesanan.
- Gangguan harga diri atau citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan biofisika atau gangguan penampilan fisik; prognosis yang meragukan; pribadi rentan; perilaku merusak diri (Doenges, 1999: 555).
Kemungkinan dibuktikan oleh : pernyataan perubahan pola
hidup, takut penolakan, perasaan negatif tentang diri, perasaan tak berdaya,
tidak ada harapan dan tak kuat.
a.
Tujuan dan kriteria
Menyatakan pemahaman akan perubahan dan penerimaan diri
pada situasi yang ada, mengidentifikasi perasaan dan metode koping terhadap
persepsi diri negatif.
b.
Intervensi
1)
Diskusikan situasi atau dorong
pernyataan takut atau masalah.
2)
Berikan perawatan dengan
positif, perilaku bersahabat.
3)
Dorong keluarga atau orang
terdekat untuk berpartispasi dalam perawatan.
4)
Bantu pasien atau orang
terdekat untuk mengatasi perubahan pada penampilan.
5)
Rujuk pada pelayanan pendukung
(konselor, psikiatrik).
No comments :
Post a Comment